Beranda / Romansa / Hear Me / 02; Ingatan Masa Lalu

Share

02; Ingatan Masa Lalu

Penulis: Weni Anzari
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-27 17:56:42

"Ma, kenapa kita enggak di bolehin masuk?" Tanya Jeff dengan raut sedih nya. 

Seolah-olah suara mungil Jeff adalah air yang dapat memadamkan api dalam diri Tamara, wanita itu kontan berjongkok, menyejajarkan tubuhnya dengan sang anak. 

"Papa di dalam lagi sibuk, sayang. Kita tunggu disini ya?" Jeff mengangguk lesu. Padahal, dia ingin sekali masuk ke dalam istana Papa nya. Mengelilingi satu-persatu ruangan yang ada, supaya nanti bisa dia ceritakan ke Kevin dan teman-teman nya yang lain. 

"Jeff sedih ya, enggak bisa masuk ke dalam?" 

"Sedikit. Tapi enggak apa-apa. Yang penting hari ini Jeff ketemu Papa." Raut sedih yang ada di wajah Jeff berangsur menghilang, tergantikan senyum menawan nya. Dan itu kontan membuat wajah Tamara ikutan tersenyum. 

"Anak pintar." Ucap Tamara sambil mengelus kepala Jeff. 

"Di mana? Di mana tamu yang mengancam-ngancam saya, hah?!" Tamara sontak berdiri dan menyembunyikan tubuh kecil Jef di belakang nya, ketika suara berat itu memasuki gendang telinga nya. 

"Mama, kenapa?"

"Jeff, diam ya? Tetap di belakang Mama." Titah Tamara yang langsung Jeff turuti. Tangan kecil nya berpegangan pada blous Ibu nya. Entahlah, saat itu Jef sedikit takut. Terlebih ketika mendengar suara sepatu yang semakin mendekat. 

"Oh, jadi kamu orang nya?" Ucap Praseno begitu dia tiba di hadapan Tamara. Suasana langsung berganti tegang, mereka saling bertatapan tajam seolah-olah sedang menodongkan senjata satu sama lain.

"Kamu yang mengancam saya, Tamara?"

"Saya tidak mengancam. Saya hanya meminta pertanggung jawaban." Tegas Tamara.

"Tamara... Tamara... Sudah saya bilang berkali-kali, kalau saya bukan satu-satu nya yang menikmati tubuh kamu." Tamara membisu dengan napas yang tertahan.

"Kamu lupa dengan pekerjaan mu?"

"Ah... Biar saya ingat kan."

"Kamu adalah pelacur!" Ucap Praseno penuh dengan penekanan. 

"Pelacur seperti kamu, tidak pantas meminta pertanggung jawaban dari siapa pun. Karena apa? Ya, karena tubuh kamu satu, tapi sudah terjamah banyak laki-laki." 

"Media massa tidak akan percaya dengan pelacur murahan seperti kamu." Tamara masih setia diam, meskipun matanya sudah sangat memerah. Sesak di dadanya semakin bertambah berkali-kali lipat, terlebih ketika dia merasakan blous nya semakin di cengkeram dengan kuat. 

Ah, Jeff. Malang nya nasib bocah itu. Karena tidak seharusnya dia mendengar kalimat-kalimat seperti tadi.

"Praseno Dharmawangsa." Ucap Tamara dengan suara yang bergetar.

"Jangan pernah sebut nama lengkap saya!" 

"Saya tahu betapa buruk nya saya. Tapi setidaknya, akuilah benih yang pernah kamu tanam di rahim saya!" Praseno tertawa sumbang. 

"Keras kepala sekali kamu ini." 

Tamara tidak menjawab, melainkan langsung mengambil sebuah amplop rumah sakit lantas dia serahkan pada pria yang ada di balik pagar tinggi tepat di depan nya. Praseno sempat terdiam untuk beberapa saat sebelum kemudian mengambil nya, lantas membuka isinya. 

Hening menyelimuti untuk beberapa saat, sebelum terdengar suara kertas yang di sobek.

"Saya tidak memiliki anak selain Jesslyn."

"Pergi! Jangan berani-berani nya kamu datang kemari lagi!"

"Ah, dan jangan pernah memakai nama Dharmawangsa pada nama nya! Dia bukan darah daging saya!" 

Jeff akan selalu ingat dengan setiap kata yang terucap dari bibir Mama nya  dengan Praseno Dharmawangsa yang saat itu terucap. Meskipun pada awal nya ada banyak kata yang tidak di mengerti, tapi semakin bertambah nya umur dan juga pengetahuan, Jeff jadi tahu semuanya. 

Sedih untuk diakui, tapi beginilah fakta nya. Jeffrey Karenzio adalah anak yang tidak pernah di harapkan. Dia tidak diterima sebagai darah daging Praseno Dharmawangsa, karena lahir dari rahim wanita penghibur. 

"Shit!" Jeff mengumpat. Dia benci ketika pikiran nya kembali ke masa itu, setiap kali dia melihat nama Dharmawangsa. 

Lampu merah menyala, Jeff memberhentikan mobil nya, lantas mengambil air mineral yang selalu dia sediakan dalam mobil, untuk kemudian dia tenggak hingga tandas dan melempar botol kosong nya ke kursi belakang. Emosinya sedang meluap, sehingga ketika lampu sudah hijau, Jeff langsung menancap gas nya dengan kecepatan tinggi. Beruntung nya jalanan cukup senggang, jadi Jeff tidak perlu khawatir akan membahayakan nyawa orang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hear Me   48; Hujan dan Desahan

    Bukan tanpa alasan kenapa Jeff takut dengan suara hujan di malam hari. Semua itu berawal saat usia nya enam tahun. Jeff kecil terbangun dari mimpi indah nya, ketika suara hujan pada malam itu mengusik tidur nya. Dia menangis sambil berharap Mama nya akan segera menghampiri nya. Namun sayang nya, belasan menit telah berlalu dan Mama nya tak kunjung datang, akhir nya Jeff memutus kan untuk berjalan mencari sang Mama. Dia membuka pintu kamar nya pelan, dan segera di sambut suara dari televisi yang menyala dengan volume besar. "Mama?" Jeff kecil bersuara pelan, berharap sang Mama akan menyadari kehadiran nya, namun beberapa kali Jeff memanggil Mama nya, sosok itu masih tetap tak muncul, sampai akhir nya, dengan penuh tekad, Jeff berjalan menuju sofa buluk yang ada di ruang tv, berniat untuk mengambil remot dan mematikan televisi tersebut. Namun sayang nya, belum sempat dia melakukan hal tersebut, langkah nya terhenti saat telinga nya mendengar suara desahan di antara berisik nya suara

  • Hear Me   47. 03 am

    Pukul tiga pagi, Jeff masih terjaga di sebuah apartmen yang beberapa waktu lalu menampung nya saat hujan badai dengan gemuruh petir yang lantang, singgah di ibu kota. Adalah apartmen milik Rinji yang saat ini sedang bermain peran sebagai Jianna. Awal nya, Jeff hanya mau mengantar kan gadis itu pulang, karena tidak bisa membiar kan wanita pulang sendirian malam-malam. Di tambah lagi, saat itu angin mulai bertiup kencang dari biasa nya, lalu di susul suara petir beserta kilat nya mulai menampak kan diri, menerangi bumi di kota Jakarta untuk seperkian detik secara terus-terusan. Maka dari itu, Rinji menyaran kan Jeff untuk singgah. Meskipun pada awal nya Jeff enggan, tapi semesta berkata lain. Saat kaki nya hendak kembali menyentuh tanah-- setelah memastikan Rinji selamat sampai unit nya, hujan dengan deras nya membasahi seluruh kota Jakarta, di susul amukan petir yang membuat malam menjelang pagi kala itu terasa mencekam, dan Jeff berakhir singgah di unit Rinji. Sebab, lelaki gagah pe

  • Hear Me   46. Ice Cream

    Rinji tidak habis pikir dengan diri nya sendiri malam ini. Bagaimana bisa dia menangis tersedu-sedu dalam dekapan seorang pria asing yang bahkan belum satu tahun dia kenal. Dildar yang sudah dia kenal dua tahunan ini, tidak dia biar kan melihat sisi rapuh nya, tapi Jeffrey, pria yang sekarang sedang menikmati ice cream itu sudah tahu sisi lemah Rinji, ya meskipun sisi lemah yang di tampil kan adalah milik Jianna. Tapi tetap saja, Rinji dan Jianna adalah orang yang sama. Entah lah, Rinji pun bingung. Mungkin karena ini hari merah nya. Bukan kah perasan perempuan menjadi campur aduk ketika sedang dalam masa periode nya. Tapi tidak bisa di pungkiri juga, Rinji suka dengan perlakukan Jeff. Dia nyaman dengan bagaimana lelaki itu memperlakukan nya tadi. Memeluk nya sambil membisik kan kalimat penenang, Rinji benar-benar suka, sampai dia sedikit berdebat ketika mata nya bersirobok dengan mata Jeff. Dan sontak, dia langsung berdeham sambil mencoba untuk terlihat biasa saja, padahal jantung

  • Hear Me   45. Peluk untuk Jia dan Rinji

    "Seperti nya, ada satu hal yang harus kamu tahu tentang saya." Ucap Jeff pada akhir nya. Hal itu membuat Rinji tidak bergeming untuk beberapa saat, sebelum akhir nya berdeham dan bertanya penasaran."Apa itu?" "Saya tidak mudah berteman dengan perempuan." Entah apa yang ada di kepala Jeff saat itu, sampai dia harus mengatakan kalimat tersebut."Benar kah? Lalu kenapa mau berteman dengan ku? Kamu juga mau berteman sedekat itu dengan anak boss mu." Hardik Rinji, membuat Jeff menarik napas nya dalam-dalam dan menghembus kan nya perlahan. "Vella, dia itu sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri." "Lalu bagaimana dengan ku?" Tanya Rinji, yang sejujur nya, dia pun menyesal telah menanya kan kalimat itu. Tapi, sungguh, dia benar-benar penasaran perihal alasan Jeff mau berteman begitu saja dengan nya. Karena seharus nya, jika Jeff benar-benar tidak mudah berteman dengan wanita, Jianna Alatas tidak akan pernah berteman dengan Jeff. Rinji pun demikian, apalagi sampai di ajak ke pantai, h

  • Hear Me   44. Pertemuan Tidak di Sengaja

    "Jadi, benar kan kalau kamu memperlakukan semua wanita sama saja?" "Bersikap manis, perhatian, ya... Seperti lelaki pada umum nya." Demi Tuhan, kalimat itu masih tengiang-ngiang di kepala Jeff, bahkan ketika dia hendak memejam kan kedua mata nya. Waktu sudah menunjuk kan pukul sebelas malam dan Jeff sulit memejam kan mata nya hanya karena kata demi kata yang Jianna ucap kan tadi siang. "Wanita memang rumit." Gumam Jeff seraya menghembuskan napas frustasi nya. Kemudian, pria itu memilih untuk bangkit dari ranjang, lantas bergegas keluar. Sebelum itu, terlebih dahulu dia menyambar hoodi cokelat milik nya yang ada di lemari. Jeff butuh udara segar. Maka nya, dia memilih untuk berjalan kaki. Di pikir-pikir, sudah lama juga Jeff tidak jalan santai seperti ini. Dulu, waktu dia masih sekolah, dia sering melakukan nya. Rumah Jeff masuk gang sempit yang hanya bisa di lewati satu kendaraan sepeda motor. Namun, ketika keadaan mulai berubah, semua itu Jeff tinggal kan, sebab, dia terlalu sib

  • Hear Me   43. Red Day

    Hening menyelimuti sepasang anak Adam dan Hawa yang saat ini sama-sama sedang menatap ke arah bawah pada jalan raya yang ramai. Kendaraan umum, mobil pribadi, sepeda motor, seolah saling balapan untuk sampai ke tujuan masing-masing. Belum lagi suara klakson kendaraan yang saling bersahutan, kian menambah keributan pada jalanan tersebut, hingga pada atap rumah sakit pun kebisingan nya masih terasa. Hal itu sontak membuat Rinji menghela napas lelah. Dia tidak suka keramaian yang seperti itu, karena membuat kepala nya jadi semakin runyam. Maka dari itu, dia memilih untuk membalik kan tubuh nya, menyandar kan punggung mungil nya pada tembok pembatas di sana. Dan apa yang di lakukan gadis tersebut, tentu saja memancing atensi Jeff yang ada di samping nya. "Kenapa?" Tanya pria itu. Rinji menggeleng. "Tidak suka keramaian?" "Bukan. Hanya saja, di bawah sana sangat berisik. Dan aku tidak suka. Karena itu menambah keributan di kepala ku saja." Saat menjadi diri nya sendiri di samping pri

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status