Rinji langsung memasang wajah cemberut, ketika matanya bersirobok dengan mata bulat Dildar yang berbinar. Tahu kenapa? Karena cowok yang memiliki muka bayi itu sudah membuatnya bolos kerja, dengan beralasan diare.
Padahal harus nya hari ini Rinji memberi kuis matematika untuk anak murid kesayangan nya. Tapi Dildar memaksa nya jalan berdua, sebagai ucapan perpisahan, karena mulai senin Rinji sudah tidak lagi jadi rekan kerja nya.
Kalau di pikir-pikir memang konyol. Tapi tidak bisa dipungkiri juga, Rinji senang. Karena akhirnya dia bisa menghirup udara segar di kota Bandung. Iya, Dildar mengajak nya jalan ke kota kembang untuk mendatangi wisata alam di Lembang, tepatnya di Orchid Forest Cikole, dengan mengendarai motor scoopy putih yang diberi nama Bodil alias Bohay nya Dildar.
"Udah dong kesal nya. Tenang aja, hari ini lo enggak bakal keluarin duit sepeser pun." Ucap Dildar sambil membuka tautan helmet Rinji.
Padahal sudah berulang kali Rinji bilang kalau dia bisa melakukan nya sendiri, tapi Dildar selalu memaksa kalau mau pasang atau pun buka tautan helmet biar Dildar aja yang melakukan nya. Rinji enggak tahu alasan nya kenapa, dia juga enggak mau ambil pusing, jadi ya... Yaudah, dia nurut. Dan ya, hemat energi.
Rinji mendengus, "Tapi kenapa lo nyaranin gue beralasan diare sih? Malu-maluin tahu enggak!" Harus nya dia bikin alasan lain yang lebih keren, kayak... keperluan keluarga misal nya.
"Lah kan gue ngasih saran doang, dan salah lo juga nurut-nurut aja." Tautan helmet sudah berhasil Dildar buka, selanjutnya dia melepaskan helmet dari kepala Rinji, lalu menaruh nya diatas spion.
"Iya deh iya, lo enggak salah." Rinji pasrah. Capek berurusan sama Dildar yang enggak mau kalah. Padahal Dildar lebih tua satu tahun dari nya.
Dildar terkekeh lantas mulai membenahi rambut Rinji yang sedikit berantakan. "Enggak kok, gue juga salah karena udah bikin lo bolos. Sorry ya, Ji." Lagi-lagi kedua mata mereka bersirobok.
Orang-orang yang tidak kenal mereka, pasti mengira kalau mereka adalah pasangan. Lihat saja betapa manisnya Dildar memperlakukan Rinji, dari yang melepaskan tautan helmet sampai membenahi rambut. Mereka berdua sedekat itu, dan yang orang tahu, jika laki-laki dan perempuan sedekat itu adalah sepasang kekasih. Bukan sebatas teman biasa. Tapi faktanya, Rinji dan Dildar hanya sebatas teman dan rekan kerja.
"Santai aja. Gue juga senang sih. Soalnya udah lama banget enggak liburan." Karena nya Dildar jadi mengulas senyum. Dia senang kalau Rinji senang. Tapi, bukan Dildar namanya kalau ujung-ujung nya tidak meledek.
"Kan lo suka nya kerja, Ji."
"Hehe, iya. Gue kan workaholic ya, Dar?" Rinji menaik-turun kan alis nya, yang kemudian diikuti Dildar. Mereka melakukan itu cukup lama, sampai pada akhirnya sama-sama terkekeh karena merasa konyol dengan kelakuan masing-masing.
"Udah gila deh kita, Dar."
"Lo doang sih, gue enggak."
"Yeuuu... Eh Dar gue lapar nih. Makan yuk."
"Ayo. Makan dimana?"
"Dimana aja, terserah sama budget yang bayarin." Ucap Rinji dengan senyum manis nya sampai-sampai Dildar gemas dan langsung menyentil jidat cewek itu yang terpampang dengan jelas. Well, Rinji bukan tipe wanita yang suka memiliki poni.
"Sakit Dildar..." Ujar Rinji sambil mengerucutkan bibir nya.
"Sini gue cium biar sembuh." Goda Dildar lalu memonyongkan bibirnya yang kemudian Rinji geplak dengan tangan.
"Cium nih sepatu gue."
"Hahahahaha galak banget sih, Ji."
"Udah ah yuk makan. Gue tadi enggak sarapan loh."
Dan kemudian mereka pun bergegas menuju tukang baso. Mereka sepakat makan baso untuk mengisi perut. Soalnya tidak terlalu kenyang. Karena rasanya sayang banget kan ke Bandung dengan perut kenyang. Nanti rugi karena tidak mencoba berbagai macam kuliner lain nya, khas kota kembang itu.
Jeff dikenal selalu patuh pada apa pun yang sudah ditugaskan untuk nya. Pria itu sungkan untuk menolak, sehingga tidak jarang banyak yang memanfaatkan kebaikan nya untuk kepentingan pribadi. Dan semua orang yang ada di sekitar Jeff, pasti setuju kalau kepribadian pria itu selalu tenang, meskipun badai sedang menerjang habis-habisan. Jeff juga laki-laki yang sederhana. Meskipun visual nya sangat mendukung, tapi Jeff tidak suka mengumbar wajah nya ke jejaring sosial demi sebuah like atau pun komentar yang bagus. Jeff tidak suka keramaian, tapi semenjak dia kenal dunia photography, tempat ramai bukan lagi sesuatu yang harus dia hindari. Karena disana, dia bisa mengabadikan banyak moment dengan lensa kamera nya, seperti yang dia lakukan sekarang. Istilah nya, hunting foto. Jeff melakukan itu seorang diri, dan kali ini dia memilih Bandung sebagai lokasinya. Ya... Anggap saja itu sekalian liburan singkat nya, karena hari ini dia dibebas tugas
Hari semakin gelap, lantunan ayat suci pun sudah berkumandang. Rinji terdiam seorang diri di jembatan gantung sambil menunggu Dildar menyelesaikan ibadah nya. Iya, mereka sengaja berlama-lama di satu tempat saja, karena yang mereka inginkan hanya moment bersama, bukan lain nya. Karena setelah ini, mereka sudah bukan lagi rekan kerja yang bisa bertemu setiap hari.Jika dengan Dildar dia bisa lupa dengan segala persoalan hidup, maka kepergian Dildar mengembalikan nya ke dunia yang sebenar nya.Rinji tahu hidup memang tidak mudah. Dia juga paham kalau dunia adalah tempat kesakitan, yang hanya di huni untuk sementara waktu. Tapi satu hal yang Rinji tidak bisa mengerti, kenapa masalah hidup nya tidak kunjung selesai, bahkan ketika dia sudah berusaha untuk membenahi nya satu-persatu.Selama ini Rinji berusaha keras untuk tetap kuat di hadapan banyak orang. Dia memanupulasi manusia-manusia yang ada di sekitarnya dengan membagikan energi positive. Padahal ya
Dari liburan singkatnya, ada satu hal yang Jeff syukuri. Lensa kamera nya ternyata berhasil mengambil potret Rinji yang sedang merenung di jembatan gantung. Dan, Jeff baru menyadari kalau ternyata Rinji cantik. Bahkan side profil gadis itu terlihat sekelas dengan model-model yang dia lihat di internet. "Saya beruntung bisa memotret nya." Monolog Jeff. Karena jujur saja, meskipun dia hanya memotret nya sekali, tapi hasilnya luar biasa. Dia hanya tinggal mengeditnya sedikit lagi untuk mempertajam gambar, hingga ketika sudah sempurna, Jeff memposting nya di akun media sosial yang di khususkan untuk menyalurkan hobi photography nya. 'Terlihat ramai tapi sebenarnya kosong' Itu yang Jeff tulis sebagai judul untuk foto Rinji yang dia posting. Saat itu, di sana memang ramai, tapi Jeff dapat melihat kekosongan yang Rinji rasakan dari matanya. Jadi itu adalah judul yang sangat cocok. Drt... Drt...
Rinji sedikit gugup, ketika lensa kamera mengarah pada nya. Jika kalian berpikir pekerjaan baru Rinji adalah model, salah besar. Rinji bekerja sebagai asisten pribadi di sebuah butik yang bernama Tammy's House. Tetapi karena sesuatu tak terduga---model langganan butik tersebut tidak bisa datang karena ada keperluan, jadi Rinji terpaksa dijadikan model pengganti untuk katalog terbaru. Sebenarnya tidak masalah, Rinji senang dapat bayaran tambahan di hari pertama nya kerja. Akan tetapi, Rinji mati gaya. Dia tidak tahu harus bagaimana selain tersenyum menghadap kamera dengan badan tegap seperti hendak melakukan foto pas. "Rinjani," panggil pemilik butik tersebut yang juga merangkap peran nya sebagai photographer, guna menghemat pengeluaran. Tamara nama nya. "Rinji, Bu." Koreksi Rinji karena nama nya salah disebut. "Ah iya, Rinji. Sorry." "Hehe, iya Bu." "Honey, kamu enggak usah kaku ya, santai aja supaya hasilnya bagus. Saya enggak bakal gigit kamu kok."
"Kenapa? Mama belum siap-siap akting ya?" Tamara meneguk ludah. Kalau sampai Jeff marah, bisa gawat urusan nya. "Jeff, listen---" "C'mon Mam, I miss you." Tapi, Jeff tidak marah. Dia malah langsung menghamburkan diri nya pada pelukan sang Mama. "Darling, I miss you so so sooooo much." Ibu dan anak itu berpelukan dengan erat, membuat Rinji---satu-satu nya orang yang tersisa di sana, ikutan merasa hangat. Rasanya senang bisa melihat interaksi anak dan orang tua yang sedekat ini. Karena tidak semua orang bisa melakukan nya. "Anak nakal kamu ya, ngunjungin Mama kalau ada kabar sakit aja!" Ujar Tamara begitu pelukan nya dengan sang anak terlepas. Nama nya juga Ibu-Ibu, mengomel adalah hal yang biasa. Dan Jeff hanya manggut-manggut saja, lalu meminta maaf setelah Tamara selesai dengan omelan nya. "Tapi Mama enggak sakit kan?" "Enggak. Mama bohong, Honey. I'm sorry, dan Mam
Hingar bingar dunia malam terpaksa mengusik kehidupan Jeff yang damai, hanya karena satu panggilan dari seseorang yang tidak boleh dia abaikan.Iya, Vella. Gadis itu memaksa Jeff yang sedang mengerjakan sesuatu di laptop nya untuk pergi ke kelab. Sebenarnya Jeff enggan, karena tempat itu sangat bising. Belum lagi, bau asap rokok dan alcohol yang mengganggu indra penciuman nya. Ugh! Jeff benci tempat seperti itu. Tapi bagaimana lagi, Jeff tidak bisa menolak permintaan Vella, sekalipun dia harus terjun ke sungai Amazon. "Jeff ayolah, kita bersenang-senang disini." Teriak Vella sambil mengudarakan gelas berisi tequila nya. Jeff tidak menjawab, dia hanya mengangguk saja sebagai respons nya. "Bersenang-senang Jeff. Bukan diam kayak patung!" Jeff mengesah, lalu ikut serta mengangkat gelas miliknya, yang kemudian beradu dengan gelas milik Vella. "Yeah, cheers!" Seru Vella yang kemudian menenggak hingga tandas tequila nya.
Sempat kehilangan Vella karena panggilan video tanpa di sengaja itu, akhirnya Jeff kembali menemukan keberadaan nya lagi, yang kini tengah menjadi pusat perhatian karena tarian nya begitu menonjol. Vella menari layak nya orang gila yang tak punya malu sampai Jeff langsung geleng-geleng kepala.Vella dan kelab malam, rasanya memang tidak bisa terpisahkan, pikir Jeff. Iya, sebab ini bukan sekali dua kali nya Jeff mendampingi Vella disini, dengan tingkah hyper nya.Pernah waktu itu Vella benar-benar mabuk dan kehilangan kewarasan nya, sehingga berani menyentuh bibir Jeff dengan lihai ketika pria itu baru saja membaringkan nya di ranjang. Kontan posisi mereka seperti sepasang kekasih yang hendak bercinta, padahal yang terjadi sebenarnya Jeff hanya diam. Dia tidak mengindahkan ciuman Vella, tidak juga mengelaknya. Sampai kemudian Vella menghentikan pagutan nya, lantas menatap Jeff dengan kesal. "Jeff... Kenapa kamu diam?" Rengek wanita itu dengan nada sedikit manja
"Jeff, kamu mau?" Si pemilik nama hanya menggeleng sebagai jawaban nya. Sebenarnya, Jeff masih tidak percaya kalau Vella mau makan di pinggir jalan seperti ini. Ini adalah hal yang sangat langka, karena biasanya Vella hanya mau makan di restaurant bintang lima saja. Tapi malam ini? Entahlah, Jeff juga bingung. Lebih baik dia menurut saja."Satu ya Bang. Makan disini." Ucap Vella pada Abang nasi goreng yang tengah mencampurkan berbagai macam bumbu di atas wajan yang sudah terisi nasi putih. "Siap neng. Duduk dulu." Mereka pun duduk di kursi pelastik dengan posisi berhadapan. "Kamu serius makan di sini?" Tanya Jeff memastikan sekali lagi. Dia takut kalau beberapa menit kemudian Vella berubah pikiran. "Iya Jeff. Kenapa sih?" Lalu Jeff menggeleng, membuat cengiran di bibir Vella terlihat. "Kamu khawatir aku kenapa-napa kan?" Jeff mengesah sebelum kemudian berkata jujur."Tumben?""Hehe. Kemaren aku di ajak makan di sini, dan ternyata lebih enak dari