Beranda / Romansa / Hear Me / 08; Rinji Kamila Averaya

Share

08; Rinji Kamila Averaya

Penulis: Weni Anzari
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-27 18:17:41

Jeff menarik napas seraya mengangguk. "Saya pesan carbonara, bukan aglio olio."

"Oh maaf, itu salah saya."

"Iya, salah anda."

"Kalau begitu biar saya ganti---"

"Tidak usah."

"Tapi---"

"Tidak usah, Rinji Kamila Averaya." Rinji langsung kicep. Dia menyesali diri nya sendiri yang terlihat ceroboh untuk kedua kali nya di depan Jeffrey Karenzio.

"Maaf, Pak."

"Hm."

"Jeff, kamu yakin enggak apa-apa salah pesanan?"

"Iya. Lagian, sama-sama pasta."

"Oke. Mbak, jangan di ulangin ya kesalahan nya. Bisa fatal loh." Tukas Vella yang kemudian diangguki Rinji.

"Iya, sekali lagi saya minta maaf."

"Iya sudah, kamu boleh pergi."

Rinji pun beranjak dari meja delapan belas itu. Tapi sebelum nya, dia membungkuk sopan, untuk meminta maaf dengan sungguh-sungguh.

"Rinji! Kenapa sih? Astaga." Rinji mendumal pelan, menyalahkan diri nya untuk yang ke sekian lagi.

***

Terkadang, Dildar merasa malu dengan sosok perempuan bertubuh mungil yang tak lain dan tak bukan adalah Rinji, seseorang yang dia kenal dua tahun lalu sebagai rekan kerja nya.

Iya, Dildar malu karena Rinji pekerja keras, padahal dia perempuan. Bahkan gadis itu tidak memiliki waktu luang untuk sekedar melepas stress. Setiap kali Dildar ajak pergi, Rinji selalu menolak, meskipun itu di hari libur. Dildar tahu semua pekerjaan yang Rinji lakukan. Tapi Dildar tidak tahu alasan di balik semuanya. Entah karena Rinji memang sesuka itu dengan pekerjaan nya, atau entah karena ada hal lain yang membuat dia harus bekerja keras tanpa mengenal lelah.

"Lo kenapa sih suka banget sama kerja? Emang enggak capek?" Tanya Dildar waktu pertama kali tahu kalau Rinji punya pekerjaan lain selain resepsionis.

"Capek. Tapi dibawa santai aja lah. Lagian hidup cuma sekali, sayang banget kalau cuma leha-leha doang."

"Tapi, Ji, lo cewek. Enggak wajib banget kerja sana-sini kayak gitu."

"Makanya lo nikahin gue dong, biar gue stay di rumah terus." Pada dasar nya, mulut Rinji memang suka ceplas-ceplos. Untung nya Dildar bukan manusia yang gampang terbawa perasaan. Jadi bisa santai menghadapi ocehan tidak jelas Rinji.

Pikir Dildar, mungkin itu cara Rinji melepas beban berat yang dia pikul.

Dua tahun mengenal Rinji dan menjadi sedekat nadi, sekalipun dia belum pernah mendengar Rinji mengeluh. Yang ada, setiap hari nya dia selalu menjadi energi positive bagi siapa pun yang ada di dekat nya. Dan karena hal itu, Dildar jadi penasaran.

Sebenarnya, apa sih yang Rinji sembunyikan dari orang-orang?

"Dildarling kuuuuu...." Suara cempreng dari manusia yang baru saja Dildar pikirkan itu segera memasuki telinga nya, di susul derap kaki yang semakin mendekat.

"Oy."

"Baik banget sih malam-malam gini rela jadi tukang ojek gratis." 

"Kata siapa gratis?"

"Dih, pamrih."

"Emang. Udah ayo naik."

"Helm nya?"

"Oh iya, sini," Rinji menurut, dia mendekatkan diri pada Dildar yang kemudian memasangkan helmet pada kepala nya.

Setelah tautan helmet itu menyatu ditandai dengan bunyi 'klik' Dildar langsung menepuk-nepuk kepala Rinji yang sudah di lindungi helmet dengan pelan, membuat sang empu nya merengut.

"Udah. Sana naik." Rinji pun menurut lagi. Dia berjalan ke belakang Dildar, lalu naik di atas motor scoopy putih milik cowok itu.

"Pegangaa yang kencang."

"Ogah."

"Iya udah terserah kalau mau jatuh."

"Jangan ngebut-ngebut! Tadi siang gue hampir kehilangan nyawa, masa sekarang mau kehilangan nyawa lagi?!"

"Iya-iya, bercanda. Tapi pegangan dong, biar so sweet."

"Buaya kalau malam begini ya."

"Hahahahaha."

"Buruan deh, mau pulang."

"Makan dulu ya, gue lapar nih. Lo udah makan belum?"

"Belum sih."

"Kan udah gue bilang, lo jangan sampai lupa makan, Ji."

"Iya-iya. Yaudah ayo jalan."

"Oke pegangan." Tidak mau ribut, Rinji pun menurut. Tangan nya melingkari perut Dildar, sementara dagu nya dia letakkan pada bahu cowok itu.

"Udah so sweet belum, Dar?"

"Hah? Lo ngomong apa?"

"Enggak, fokus nyetir aja. Gue masih mau hidup." Teriak Rinji. Suara angin terlalu kencang, di tambah dengan deru mesin yang berasal dari kendaraan lain, jadi Rinji harus berteriak supaya suaranya terdengar.

"Oke! Let's go!"

Dan selanjutnya hanya ada keheningan di antara mereka, di tengah-tengah Jakarta pada malam hari.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hear Me   48; Hujan dan Desahan

    Bukan tanpa alasan kenapa Jeff takut dengan suara hujan di malam hari. Semua itu berawal saat usia nya enam tahun. Jeff kecil terbangun dari mimpi indah nya, ketika suara hujan pada malam itu mengusik tidur nya. Dia menangis sambil berharap Mama nya akan segera menghampiri nya. Namun sayang nya, belasan menit telah berlalu dan Mama nya tak kunjung datang, akhir nya Jeff memutus kan untuk berjalan mencari sang Mama. Dia membuka pintu kamar nya pelan, dan segera di sambut suara dari televisi yang menyala dengan volume besar. "Mama?" Jeff kecil bersuara pelan, berharap sang Mama akan menyadari kehadiran nya, namun beberapa kali Jeff memanggil Mama nya, sosok itu masih tetap tak muncul, sampai akhir nya, dengan penuh tekad, Jeff berjalan menuju sofa buluk yang ada di ruang tv, berniat untuk mengambil remot dan mematikan televisi tersebut. Namun sayang nya, belum sempat dia melakukan hal tersebut, langkah nya terhenti saat telinga nya mendengar suara desahan di antara berisik nya suara

  • Hear Me   47. 03 am

    Pukul tiga pagi, Jeff masih terjaga di sebuah apartmen yang beberapa waktu lalu menampung nya saat hujan badai dengan gemuruh petir yang lantang, singgah di ibu kota. Adalah apartmen milik Rinji yang saat ini sedang bermain peran sebagai Jianna. Awal nya, Jeff hanya mau mengantar kan gadis itu pulang, karena tidak bisa membiar kan wanita pulang sendirian malam-malam. Di tambah lagi, saat itu angin mulai bertiup kencang dari biasa nya, lalu di susul suara petir beserta kilat nya mulai menampak kan diri, menerangi bumi di kota Jakarta untuk seperkian detik secara terus-terusan. Maka dari itu, Rinji menyaran kan Jeff untuk singgah. Meskipun pada awal nya Jeff enggan, tapi semesta berkata lain. Saat kaki nya hendak kembali menyentuh tanah-- setelah memastikan Rinji selamat sampai unit nya, hujan dengan deras nya membasahi seluruh kota Jakarta, di susul amukan petir yang membuat malam menjelang pagi kala itu terasa mencekam, dan Jeff berakhir singgah di unit Rinji. Sebab, lelaki gagah pe

  • Hear Me   46. Ice Cream

    Rinji tidak habis pikir dengan diri nya sendiri malam ini. Bagaimana bisa dia menangis tersedu-sedu dalam dekapan seorang pria asing yang bahkan belum satu tahun dia kenal. Dildar yang sudah dia kenal dua tahunan ini, tidak dia biar kan melihat sisi rapuh nya, tapi Jeffrey, pria yang sekarang sedang menikmati ice cream itu sudah tahu sisi lemah Rinji, ya meskipun sisi lemah yang di tampil kan adalah milik Jianna. Tapi tetap saja, Rinji dan Jianna adalah orang yang sama. Entah lah, Rinji pun bingung. Mungkin karena ini hari merah nya. Bukan kah perasan perempuan menjadi campur aduk ketika sedang dalam masa periode nya. Tapi tidak bisa di pungkiri juga, Rinji suka dengan perlakukan Jeff. Dia nyaman dengan bagaimana lelaki itu memperlakukan nya tadi. Memeluk nya sambil membisik kan kalimat penenang, Rinji benar-benar suka, sampai dia sedikit berdebat ketika mata nya bersirobok dengan mata Jeff. Dan sontak, dia langsung berdeham sambil mencoba untuk terlihat biasa saja, padahal jantung

  • Hear Me   45. Peluk untuk Jia dan Rinji

    "Seperti nya, ada satu hal yang harus kamu tahu tentang saya." Ucap Jeff pada akhir nya. Hal itu membuat Rinji tidak bergeming untuk beberapa saat, sebelum akhir nya berdeham dan bertanya penasaran."Apa itu?" "Saya tidak mudah berteman dengan perempuan." Entah apa yang ada di kepala Jeff saat itu, sampai dia harus mengatakan kalimat tersebut."Benar kah? Lalu kenapa mau berteman dengan ku? Kamu juga mau berteman sedekat itu dengan anak boss mu." Hardik Rinji, membuat Jeff menarik napas nya dalam-dalam dan menghembus kan nya perlahan. "Vella, dia itu sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri." "Lalu bagaimana dengan ku?" Tanya Rinji, yang sejujur nya, dia pun menyesal telah menanya kan kalimat itu. Tapi, sungguh, dia benar-benar penasaran perihal alasan Jeff mau berteman begitu saja dengan nya. Karena seharus nya, jika Jeff benar-benar tidak mudah berteman dengan wanita, Jianna Alatas tidak akan pernah berteman dengan Jeff. Rinji pun demikian, apalagi sampai di ajak ke pantai, h

  • Hear Me   44. Pertemuan Tidak di Sengaja

    "Jadi, benar kan kalau kamu memperlakukan semua wanita sama saja?" "Bersikap manis, perhatian, ya... Seperti lelaki pada umum nya." Demi Tuhan, kalimat itu masih tengiang-ngiang di kepala Jeff, bahkan ketika dia hendak memejam kan kedua mata nya. Waktu sudah menunjuk kan pukul sebelas malam dan Jeff sulit memejam kan mata nya hanya karena kata demi kata yang Jianna ucap kan tadi siang. "Wanita memang rumit." Gumam Jeff seraya menghembuskan napas frustasi nya. Kemudian, pria itu memilih untuk bangkit dari ranjang, lantas bergegas keluar. Sebelum itu, terlebih dahulu dia menyambar hoodi cokelat milik nya yang ada di lemari. Jeff butuh udara segar. Maka nya, dia memilih untuk berjalan kaki. Di pikir-pikir, sudah lama juga Jeff tidak jalan santai seperti ini. Dulu, waktu dia masih sekolah, dia sering melakukan nya. Rumah Jeff masuk gang sempit yang hanya bisa di lewati satu kendaraan sepeda motor. Namun, ketika keadaan mulai berubah, semua itu Jeff tinggal kan, sebab, dia terlalu sib

  • Hear Me   43. Red Day

    Hening menyelimuti sepasang anak Adam dan Hawa yang saat ini sama-sama sedang menatap ke arah bawah pada jalan raya yang ramai. Kendaraan umum, mobil pribadi, sepeda motor, seolah saling balapan untuk sampai ke tujuan masing-masing. Belum lagi suara klakson kendaraan yang saling bersahutan, kian menambah keributan pada jalanan tersebut, hingga pada atap rumah sakit pun kebisingan nya masih terasa. Hal itu sontak membuat Rinji menghela napas lelah. Dia tidak suka keramaian yang seperti itu, karena membuat kepala nya jadi semakin runyam. Maka dari itu, dia memilih untuk membalik kan tubuh nya, menyandar kan punggung mungil nya pada tembok pembatas di sana. Dan apa yang di lakukan gadis tersebut, tentu saja memancing atensi Jeff yang ada di samping nya. "Kenapa?" Tanya pria itu. Rinji menggeleng. "Tidak suka keramaian?" "Bukan. Hanya saja, di bawah sana sangat berisik. Dan aku tidak suka. Karena itu menambah keributan di kepala ku saja." Saat menjadi diri nya sendiri di samping pri

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status