Sebenar nya, apa yang membedakan Jianna dan Rinji?Rinji, dia adalah gadis lugu, namun juga ceria. Dia selalu bersemangat menjalani hari. Penampilan nya sangat sederhana, dia suka memakai celana jeans dengan kaos atau sweatshirt warna-warna soft, kadang juga kemeja polos. Rambut nya hitam, sedikit bergelombang dan sebahu. Dia tidak pernah memakai riasan berlebihan, hanya lipstick merah muda dan maskara yang sering dia gunakan. Sneakers dan flat shoes adalah alas kaki kesukaan nya. Dan sling bag adalah tas nya. Tentu saja, itu sling bag biasa yang dapat di temukan di toko mana pun.Sementara Jianna, dia adalah wanita berkelas, cerdas dan di segani. Semua pakaian yang dia kenakan selalu dari brand ternama sekelas Gucci, Chanel, dan sebangsa nya. Rambut nya panjang sepinggang karena dia menyambung nya dengan hair extension warna cokelat. Sebagai wanita yang harus terlihat berkelas, wajah nya harus di poles make up full. Sesekali juga dia memakai lensa kontak, hingga membuat lensa cokelat
Hari ini, sesuai dengan yang sudah di jadwal kan dua hari lalu, dia akan menemui Rinji untuk mengembalikan dompet perempuan itu. Dompet mungil berwarna biru muda yang ada di tangan besar nya, Jeff bahkan di buat gemas sendiri saat melihat nya. Well, pria itu sudah sampai di Kafe Anaco, dan kata nya, Rinji sedang dalam perjalanan. Entah mengapa, Jeff jadi semakin tidak sabar di buat nya. "Jeff!" Dan akhirnya, suara itu terdengar setelah Jeff menunggu beberapa menit dalam diam nya. Sontak, Jeff langsung berdiri menyambut kedatangan Rinji. "Rinji... Duduk." Langsung saja, Rinji menduduk kan diri nya di hadapan Jeff. Mereka bersitatap dengan senyum sumringah yang terukir di bibir masing-masing."Udah lama?" Tany Rinji basa-basi."Baru beberapa menit." Jawab Jeff seada nya.Kemudian, pria itu langsung memberikan dompet milik Rinji yang di terima sang empu nya dengan riang."Aaaa... Akhirnya." "Saya sempat berpikir kalau kamu tidak membutuh kan dompet itu, saat kamu membatal kan janji
"Kalau kamu butuh teman untuk berbagi keluh-kesah, saya bisa mendengar kan nya." Seumur-umur, Rinji tidak pernah mendengar kalimat tersebut dari siapa pun, termasuk Dildar. Dildar yang dia temui dua tahun lalu, lelaki itu hanya bisa berbagi tawa saja dengan nya. Namun Jeff, yang baru beberapa bulan dia kenal, entah bagaimana bisa lelaki itu mengatakan hal demikian, padahal Rinji sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyembunyikan kesedihan di dalam diri nya.Maka tentu saja, hal itu memancing sesuatu hangat di mata Rinji. Sebelum sesuatu itu pecah dan mengaliri pipi nya, Rinji buru-buru memaling kan wajah. Kemana pun, asal tidak terlihat oleh Jeff. "Hari ini cuaca nya bagus. Bukan begitu, Jeff?" Pada akhirnya Rinji memilih untuk mengalih kan pembicaraan, alih-alih merespons kalimat Jeff."Hm." Dan Jeff hanya bisa pasrah, sebab Rinji terlihat enggan, atau mungkin gadis itu benar-benar belum siap jika harus berbagi apa yang dia rasakan dengan nya. Iya, Jeff berpikiran begitu.Kare
"Nama lengkap nya Jeffrey Karenzio, lahir dan menetap di Jakarta, bekerja di Hans Company sebagai sekretaris pribadi Direktur Utama. Hm... Dia pasti lulusan kampus ternama." Ujar Mauryn begitu membaca secarik kertas di dalam map merah yang baru saja di serah kan oleh Dani, tangan kanan nya untuk mengawasi putri semata wayang nya, Jianna Alatas. Tapi seketika, saat mata nya membaca kaliamat selanjut nya dari dalam kertas itu, pupil nya langsung melebar. "Dia bahkan tidak kuliah?!" Pekik nya dengan suara cukup lengking. "Bagaimana cerita nya bisa bekerja di perusaan besar seperti Hans Company tapi tidak kuliah?" Mauryn menatap Dani yang kontan menggeleng. "Saya hanya mendapat kan data tersebut, Nyonya." Mencoba meredam diri nya, Mauryn sontak melanjut kan kalimat berikut nya. "Dia putra tunggal dari Tamara, pemilik butik Tammy's House dan... Siapa? Siapa ayah pria itu, Dani?" "Tamara tidak pernah tercatat menikah." Ujar Dani apa ada nya. Kontan Mauryn langsung membanting map m
"Ah iya, bukan kah Ayah kamu sedang di rawat di rumah sakit?" Tunggu, bagaimana bisa Jeff tahu kalau ayah Rinji berada di rumah sakit. Atau jangan-jangan lelaki itu sudah tahu kalau sebenar nya, diri nya adalah Jianna Alatas. "Rinji?""Hah? Oh iya. Kamu tahu dari mana, Jeff?""Kamu lupa, kalau saya yang mengantar kan kamu ke rumah sakit?" Pernyataab Jeff langsung membuat Rinji menepuk jidat nya. Bisa-bisa nya dia melupakan kejadian malam itu. "Ah iya! Maaf Jeff, aku benar-benar lupa. Akhir-akhir ini aku benar-benar memiliki kesibukan yang luar biasa, jadi... Aku lupa beberapa kejadian yang udah terjadi beberapa waktu lalu." Jelas Rinji sambil berharap Jeff tidak tersinggung. Karena sungguh, meskipun Rinji amat sangat berterima kasih pada lelaki itu yang sudah menolong nya, Rinji benar-benar lupa. Tentu saja, itu semua karena jadwal nya yang super padat, hal itu benar-benar membuat memori otak nya pun tidak terlalu fokus pada beberapa hal atau kejadian yang sudah terlewat beberapa w
"Lo lagi sibuk apa sih, Sam?" Tanya Dildar pada teman lelaki yang duduk di hadapan nya. Laki-laki itu sedang bersantai sebab sekarang waktu nya jam istirahat. Dan kebetulan dia bertemu Samuel, sohib nya sejak pertama kali masuk kerja. "Baca google.""Anjrit. Tumben? Ngapain deh?" Karena nya Dildar jadi terkikik geli. "Cari informasi lah.""Informasi artis idola lo yang dari Korea itu?" "Bukan. Ini gue lagi cari informasi Jianna Alatas.""Siapa tuh?" Sontak, Samuel langsung mendongak. Lelaki itu kemudian menatap Dildar dengan tidak percaya. "Lo nggak tahu, Dil?""Tahu apa?""Jianna Alatas, putri semata wayang Abraham Alatas, pemilik gedung 45 lantai itu loh, Dil." Dildar mengernyit. "Emang gue harus tahu?" Samuel mendengus. Berbicara dengan Dildar memang sedikit menguras emosi nya. "ENGGAK HARUS! TAPI AWAS AJA KALO LO KETAHUAN NAKSIR SAMA TUH CEWEK!""Ya elah... Naksir sama yang setara sama kedudukan gue aja belum tentu di terima, apalagi naksir cewek kalangan atas. Enggak leve
"Bukan kah tidak ada Ibu yang tidak menyayangi anak nya?" Benar, Mauryn setuju dengan apa yang Tamara bilang. Dan tentu nya, dia juga amat sangat menyayangi Jianna, putri tunggal nya, sampai-sampai dia terjun langsung seperti ini itu, semua nya hanya untuk memastikan laki-laki yang kemarin bepergian dengan anak gadis nya. Bagaimana pun, Mauryn sadar kalau Jia gadis kecil nya sudah menginjak dewasa dan memiliki paras yang begitu cantik. Jadi wajar saja kalau banyak laki-laki terpikat."Nama nya Jeffrey. Dia harta paling berharga yang saya miliki di dunia ini." Suara Tamara kembali terdengar, membuat kesadaran Mauryn kembali."Dia pasti anak yang membangga kan.""Sangat. Sejak kecil, dia sudah mengerti banyk hal dan ketika dewasa, dia tumbuh menjadi laki-laki bertanggung jawab. Butik ini adalah bukti nyata dari hasil kerja keras nya selama ini." Kalau di lihat dari sorot mata nya, tidak ada bualan sedikit pun yang Mauryn tangkap dari kedua mata Tamara, ketika menceritakan sosok Jeffrey
Hening menyelimuti sepasang anak Adam dan Hawa yang saat ini sama-sama sedang menatap ke arah bawah pada jalan raya yang ramai. Kendaraan umum, mobil pribadi, sepeda motor, seolah saling balapan untuk sampai ke tujuan masing-masing. Belum lagi suara klakson kendaraan yang saling bersahutan, kian menambah keributan pada jalanan tersebut, hingga pada atap rumah sakit pun kebisingan nya masih terasa. Hal itu sontak membuat Rinji menghela napas lelah. Dia tidak suka keramaian yang seperti itu, karena membuat kepala nya jadi semakin runyam. Maka dari itu, dia memilih untuk membalik kan tubuh nya, menyandar kan punggung mungil nya pada tembok pembatas di sana. Dan apa yang di lakukan gadis tersebut, tentu saja memancing atensi Jeff yang ada di samping nya. "Kenapa?" Tanya pria itu. Rinji menggeleng. "Tidak suka keramaian?" "Bukan. Hanya saja, di bawah sana sangat berisik. Dan aku tidak suka. Karena itu menambah keributan di kepala ku saja." Saat menjadi diri nya sendiri di samping pri