Share

Blue Moon Mission pt.2

Author: Olin Wu
last update Last Updated: 2021-07-22 12:26:04

15-07-2018

The Muse Museum, New York.

         Petugas berbadan paling kekar mengejar Eight dan petugas wanita mengejar Seven.

         “Lucky me!” teriak Seven dengan percaya diri. Setelah berlari cukup jauh, Seven berhenti untuk menggoda petugas cantik itu.

         “Enough! I give up for you, sweetie,” ucap Seven sambil tersenyum menggoda.

         Seven adalah seorang playboy super tampan dan berkharismatik dengan postur tubuh atletis dan kulit putih. Mungkin tingginya sekitar 188-190 cm dan suara medium bass yang seksi. Lesung pipi dan senyuman manis dari bibir belah pria itu membuat para kaum hawa gagal fokus.

         Petugas wanita bernama Jenny terus mengacungkan pistol tanpa melepaskan pandangan matanya.

         “Hands Up!”

         “Okay okay, whatever,” jawab Seven pasrah.

         Saat Jenny semakin mendekat, Seven segera memukul lengannya hingga pistol itu terlempar jauh. Seven berhasil mengunci leher Jenny dengan lengannya.

         “Hm… kau sangat harum,” desahnya tepat di belakang telinga wanita berdarah campuran itu.

         Jenny segera membenturkan kepalanya ke belakang namun hidung mancung Seven berhasil menghindari serangan mendadaknya.

         “Kau ini sangat nakal,” gerutu Seven sembari memutar tubuh Jenny dan kini mereka berdua saling berhadapan. Seven langsung mendorongnya ke dinding dan melumat kasar bibirnya tanpa ampun.

         Tangannya mulai mengelus pinggang ramping Jenny dan ciuman menjadi semakin intim. Jenny terbuai oleh gerakan provokasi fuckboy dengan puppy eyes itu.

         Di sela aktivitas ciumannya yang semakin memanas, Eight memberi kode dari kaca jendela.

         'Mata keranjang! Waktunya kabur.'

         Seven mempercepat tempo ciumannya hingga Jenny hampir kehabisan napas.

         “Honey, wait,” bisiknya sambil menarik tengkuk lehernya menjauh.

         Seven menembak bubuk obat bius dari jam tangannya yang membuat wanita di hadapannya pingsan seketika.

Dor!

Dor!

Dor!

         Seketika puluhan penembak memenuhi lokasi tersebut.

         “Sial! Heboh sekali.”

         Seven segera berlindung di balik tembok dan sesekali mengintip untuk menghitung jumlah mereka. Sniper biasanya hanya bisa digunakan untuk menembak dari jarak jauh.

         Namun tidak ada yang mustahil bagi Seven Gin Wilde, agen rahasia dari organisasi mafia terkenal di Italia, Death Wish. Seperti namanya, kau berharap mati jika mencoba menantangnya.

Ping!

Ping!

Ping!

         Seven mulai menembak dengan sniper yang telah dipasang peredam suara, sasarannya adalah kepala lawan.

         Lima lawan tumbang dalam ronde pertama. Not bad!

         Tujuh lawan tumbang dalam ronde kedua. Good!

         Seven keluar dari tempat persembunyiannya dan menjatuhkan sisa lawannya sekaligus. Perfect!

         Rombongan lain telah tiba, Seven segera menghubungi partner-nya melalui walkie-talkie.

         “77994 Bantuan! Bantuan sialan! Dengar atau tidak?” bentaknya sambil lari jigjag untuk menghindari tembakan.

         Rasa kelelahan membuat dirinya muak, ia terpaksa melemparkan granat ke belakang.

Buaaamm!

         Ledakan besar yang terjadi di The Muse Museum Lt.54 terekam dan disiarkan dalam headline news secara live.

         Ketua lembaga kepolisian setempat, Howkins meminta bantuan darurat pasukan tentara darat dan udara. Ia menyakini kebakaran dan ledakan ini adalah ulah teroris.

         “Seven! Are you fucking kidding me? Aku hanya memintamu untuk mencuri sebuah permata, mengapa kau malah menghancurkan seluruh gedung museum!?” cecar Denado Wilde, ketua mafia Death Wish yang baru.

         Seven Gin Wilde dan Denado Wilde tidak pernah akur.

         Paolo Gans Wilde selalu mendukung Seven, sedangkan putra tunggalnya selalu mencaci maki segala usahanya, tidak pernah menghargainya.

         “Bukan anggota FBI yang mengejarku, tapi Black Cat,” potong Seven menghiraukan pertanyaan bertubi-tubi dari atasan barunya.

         “Organisasi mafia negeri seberang?” tanya Denado memastikan.

         “Iya bodoh, cepat kirimkan bantuan!” pamit Seven sembari memasuki pintu darurat berwarna merah.

         Seven bergegas menuruni ratusan tangga dan berhenti sejenak untuk mengambil napas.

         “Fuck! Bagaimana bisa mereka melacak keberadaanku? Pasti ada mata-mata dalam organisasi! Sialan! Denado seperti kura-kura! Aku bisa mati terpanggang dalam gedung ini.”

         Samar-samar ia mendengar derap langkah dari atas dan bawah, Seven memilih pintu secara acak dan membukanya. Sebuah lorong kosong! Ia pun berlari ke dalam dan bertemu dengan seorang pria yang muncul entah darimana.

         “Tadaa! Surprise!”

         Seseorang memukul kepalanya dari belakang dan Seven kehilangan kesadarannya.

***

[To be Continued....]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]   Explode.

    La Blonde adalah satu-satunya kafe bernuansa Asia di Italia. Aku tidak tahu mengapa kafe ini diberi nama kebarat-baratan. Yang jelas, semua pelayan disini menggunakan rambut palsu berwarna blonde. Kami memutuskan untuk mengawali hari dengan sarapan disini. "Simon, kau tidak sibuk hari ini?" tanyaku. "Praktekku buka mulai pukul sepuluh, jadi tidak usah terburu-buru. Santai saja," terangnya. "Apa yang ingin kau bicarakan? Katanya sangat penting?" "Joke memberitahuku bahwa kau mendapat surat ancaman, dan kau berusaha menyembunyikannya dari kami semua?" ungkap Simon. "Heol, apa-apaan anak itu? Hampir 90% ceritanya sudah diubah, Simon." Aku tidak berbohong. Toh, nyatanya aku memang tidak berusaha menyembunyikannya. Tapi, aku berpikir surat itu hanya keisengan seorang pengangguran atau haters yang ingin melihatku terpuruk. "Setelah kasus kakak beradik itu, kau tidak boleh menyepelekan hal apapun. Mungkin

  • Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]   Openness?

    Amplop merah muda dengan ukiran mawar emas itu masih terlentang bebas di atas meja kerjaku. Aku tidak bisa fokus menciptakan rancangan selanjutnya. Kendati menyingkirkan benda itu, aku malah jatuh dalam kekesalan dan amarah yang tak dapat diuraikan. Bilson brengsek! Apa ia sungguh-sungguh menganggap perselingkuhannya dengan Chloe adalah hal yang patut dibanggakan? Selain memikirkan berbagai cacian dan makian menjijikan, aku juga tak habis pikir tentang perasaan Bilson pada wanita itu. Apa Bilson benar-benar mencintai Chloe? Aku terlalu percaya diri meyakini bahwa Chloe akan mendapat karma instan, karena Bilson pasti hanya menganggapnya sebagai mainan menarik untuk sesaat. Tapi, sekarang situasinya berbeda. Bilson akan menikahi Chloe, seperti yang tertulis di kartu undangan amplop merah muda, waktunya bulan depan. Tring.. Tring.. Aku menatap layar ponsel menyala, sebuah kata 'Ges

  • Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]   Gold Rose Invitation.

    "Jadi, surat ini sudah Anda terima sebelum kasus terjadi?" "Benar." "Ya ampun, kenapa baru bilang sekarang?" "Aku benar-benar tidak ada keinginan untuk merahasiakannya sama sekali. Tapi, lihatlah surat ini, seperti omong kosong tak bermodal. Lihat saja, kertas yang digunakannya. Lagipula, yang diancamnya juga adalah aku," terangku. Tak sadar, volume suaraku semakin tinggi, Mr. Foster memberi isyarat dengan menempelkan ujung jarinya ke bibir. "Ya, apapun itu. Hal sekecil apapun sangat berguna dalam penyelidikan. Biarkan pihak kepolisian yang menilainya." "Aku benar-benar tidak mengerti. Bagaimana mungkin orang yang mengancamku berhubungan dengan kasus kematian Sarah?" "Aku sendiri juga tidak tahu, tapi tidak menutup kemungkinan keduanya saling berhubungan. Aku akan membawa kedua surat ini menemui atasanku dan melakukan tes sidik jari. Kami juga akan mencari tahu hal lainnya. Untuk itu, izinkan kami mengambil re

  • Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]   Same questions.

    Mr. Foster langsung bisa dikenali dalam sekali pandang, karena ia selalu memakai setelan jas abu-abu dan topi. Ditambah tongkat perunggu berkepala naga yang selalu dibawanya kemana-mana. Sherlock Holmes! Benar, serupa tapi tak sama. "Maaf merepotkanmu, Ms. Joa." "Tidak masalah," jawabku datar. "Saya ingin memberikan beberapa pertanyaan perihal kasus Sarah Deelin, model majalah utama dari perusahaanmu." "Ya, silahkan." "Apa mendiang Sarah pernah menceritakan bagaimana kondisi keuangan keluarganya pada Anda?" tanya Mr. Foster sembari bersiap-siap untuk menulis di catatan kecilnya. "Detektif, sudah berapa kali kau menanyakan hal yang sama padaku? Aku sampai sudah hapal jawabanku." "Per.. permisi, apa Tuan dan Nona mau pesan?" sela seorang pelayan wanita. "Tolong, satu gelas kopi susu dingin. Anda mau pesan apa, Ms. Joa?" tanya Mr. Foster. "Teh oolong panas saja." Setelah pelayan wanita berp

  • Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]   The Letters.

    "Hei, sedang melamun apa?" Aku menatap Joke yang berwajah masam dengan alis menyeringai tajam ke arahku. "Singkirkan segala beban pikiran yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dan rencana balas dendam." "Apa sih?" elakku. "Jangan-jangan kau masih kepikiran dengan sosok pria aneh yang berjanji akan menjagamu seumur hidupnya." Memang benar! "Joa, kau tidak pernah belajar dari kesalahan, ya? Aku sudah mengingatkanmu agar tidak terlalu terlibat dengan urusan luar. Sasaran kita hanya Bilson dan para pecundang itu." "Aku tahu, aku tahu." "Suruh kau merayu Bilson yang mata keranjang saja, kau tidak lulus," gerutu Joke sembari meneguk habis jus jeruk di gelasnya. "Siapa bilang tidak berhasil? Bahkan aku mendapatkan undangan perjamuan makan malam dari mereka." "Tapi, kau tidak pergi kan? Kau malah bersenang-senang dengan pria aneh itu sampai tidak tahu jalan pulang. Benar-benar keterlaluan." "Hei, kau

  • Hello Ms. Joa! [Bahasa Indonesia]   The Vespa in front of Us.

    Kami bertiga sedang duduk di lounge hotel bernuansa klasik dengan lampu gantung di setiap sudut. Anehnya, cahaya lampu membuat suasana di pagi menjadi sedikit redup. "Maafkan aku," ungkap wanita yang memakai blouse merah pekat, senada dengan warna wine yang kami pesan. "Ucapanku terdengar seperti sedang menuduh seseorang berbuat hal yang tidak-tidak," jelasnya lagi. "Tidak masalah, santai aja," balasku. "Aku harap kesalahanku tidak mempengaruhi hasil kerja sama diantara kalian," terang Chloe masih memasang wajah penuh harap. "Ya, kau tenang saja. Aku ini cukup profesional." "Sungguh terima kasih," tutur Chloe sembari menunduk. Kenapa orang ini sangat mencemaskannya? Apa Bilson telah menemukan titik lemahnya? Apa ini yang namanya karma instan? "Kalau begitu, aku permisi dulu." "Tunggu, Ms. Joa. Kami ingin mengundangmu makan malam bersama akhir pekan ini, apa memungkink

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status