15-07-2018
The Muse Museum, New York.
“Seven,” panggil seorang pria berkumis dan berseragam pemadam kebakaran. Mereka berdua sedang menggantung di atas ketinggian dengan sniper di tangannya.
“Sev! Sev! Seven! Dick sucker!” lanjutnya.
Seven menggetok kepala partner-nya dengan kasar, “Apa kau bilang?”
“Geez! Aku memanggilmu daritadi idiot! Turun ke bawah!”
Seven dan Eight segera merenggangkan tali yang terikat pada pinggang sebagai penahan beban tubuh. Seven memecahkan kaca jendela Lantai 54 gedung museum yang sedang kebakaran dan masuk dengan gampangnya.
Mereka bergegas melepas kaitan tali dan mengaktifkan mesin perekat otomatis ke dinding.
“Seven, hati-hati,” tegur Eight menahan langkah Seven yang sembrono.
“Are you crazy? Sekarang sedang kebakaran di lantai 31, there’s nobody here!” sanggah Seven melanjutkan langkahnya.
Kedua pria berseragam pemadam kebakaran itu segera memasuki ruang instalasi pusaka langka untuk menemukan Blue Moon, permata biru 70 karat.
“Finally!” seru Seven saat menemukan kotak kaca berisi target curian mereka.
Eight bertugas menjaga pintu depan, sedangkan Seven bertugas mengeluarkan permata dari singgasananya. Seven mengikat pinggiran kotak dengan benang besi transparan yang telah dihubungkan dengan mesin aliran listrik berkekuatan tinggi.
“Shock!” seru Seven seperti dokter saat memacu detak jantung pasien.
“Shock! Shock!” serunya semakin keras dan menjadi-jadi.
“Idiot! Berhenti membuat keributan!” pinta Eight yang gugup setengah mati.
“Ahahaa little guts!” ejek Seven yang artinya orang bernyali kecil.
Pinggiran kotak terkikis sedikit demi sedikit dan mengeluarkan serbuk kaca. Seven mempolesnya dengan minyak lalu meningkatkan kapasitas listrik. Butuh waktu lima menit untuk menembus kaca tebal lapisan pelindung pertama. Seven mengangkatnya dengan hati-hati.
Sekarang tinggal satu lapis kaca lagi, kali ini menggunakan metode lain. Seven membungkus seluruh permukaan kaca dengan puluhan kantong icebags.
Setelah menunggu beberapa saat, ia menghidupkan mancis dan membakarnya.
Cracckkk!
Kotak kaca itu retak dan terbelah dua, lalu jatuh ke lantai.
Pranggg!
“Jesus Christ! Berhenti bertingkah chipmunk!” rajuk Eight segera melapor pada ketua melalui walkie talkie-nya.
“Halo 88994, mission success!” diawali dengan kode panjang di depan.
Seven membungkus permata dengan kain sutra anti deteksi dan menyimpannya dalam kulit perut buncit buatannya. Mereka berdua bergegas keluar dari ruangan dan pergi menuju lokasi pendaratan pertama.
Sialnya dua petugas FBI melihat mereka.
“Hey pemadam kebakaran, what are you doing here?”
Eight yang jarang turun ke lapangan langsung gemetaran dan kehilangan suaranya.
“Just kami sedang mencari ruang kontrol fasilitas, barangkali kami bisa membuka pipa air gedung,” jawab Seven setenang mungkin.
“Ow that’s right, we think the same!” sambut kedua petugas FBI itu.
“Kalian berdua coba cek di sebelah kanan, dan kami akan cek di sebelah kiri.”
“No no, kami cek di sebelah kiri saja,” tolak Seven karena tali kendaraan mereka terparkir di sana.
Kedua petugas FBI itu saling bertukar pandangan sejenak, hingga akhirnya setuju dengan usulan mereka.
“Hands Up!”
Seven dan Eight terkejut, baru saja membalikkan badan dan pistol telah menghadap ke punggung mereka.
“Sniper-nya sangat keren,” sindir salah satu petugas FBI itu.
Seven dan Eight baru menyadari senapan bermuncung panjang dan berwarna merah mencolok sedang tergantung di ikat pinggangnya.
Mana mungkin pemadam kebakaran membawa senapan pembidik kemana-mana. Mereka berdua terpaksa mengangkat tangan ke atas dan saling menatap.
Dan—
Dalam hitungan ketiga, mereka berdua berguling dan lari ke arah berlawanan.
***
[To be Continued....]
15-07-2018 The Muse Museum, New York. Petugas berbadan paling kekar mengejar Eight dan petugas wanita mengejar Seven. “Lucky me!” teriak Seven dengan percaya diri. Setelah berlari cukup jauh, Seven berhenti untuk menggoda petugas cantik itu. “Enough! I give up for you, sweetie,” ucap Seven sambil tersenyum menggoda. Seven adalah seorang playboy super tampan dan berkharismatik dengan postur tubuh atletis dan kulit putih. Mungkin tingginya sekitar 188-190 cm dan suara medium bass yang seksi. Lesung pipi dan senyuman manis dari bibir belah pria itu membuat para kaum hawa gagal fokus. Petugas wanita bernama Jenny terus mengacungkan pistol tanpa melepaskan pandangan matanya.
Seven terbangun dalam keadaan tangan dan kakinya terikat pada kursi besi. Sebuah seatbelt menahan tubuhnya agar tetap bersandar dan dua kabel elektromagnetik menempel di kedua pelipis matanya. “Fuccckkkkk!” Seorang pria tertawa penuh kegilaan muncul dari kegelapan. “Seven, kau akan mati di tanganku hari ini HAHAHAHA. Nyalakan listriknya!” Brzztt! Brzzttt! Seven disetrum hingga kedua bola matanya sempat menghilang ke atas. “HAHAHAHA It’s very fun!” Seven mengambil napas dan berteriak, “Persetan denganmu! Masalah kita sudah selesai dua tahun yang lalu, hanya pecundang yang gemar mengun
Eight berhasil menyeret Seven masuk ke dalam lift. Ia menampar-nampar wajah rupawan itu, “Sev, wake up! Jika kau pingsan, aku akan meninggalkanmu disini.” Seven tetap tidak bergerak, Eight terpaksa menyuntikkan cairan ajaib ke dalam tubuhnya. Seven terbangun dengan mata terbuka lebar. Eight dan Seven berhasil masuk ke dalam mobil yang terparkir di halaman depan gedung. Berbagai suara sirine berdengung dan peringatan menghantui jalan berkelok-kelok yang memutari pegunungan itu. Helikopter tentara menyoroti buggati hitam mereka dari atas dan mobil polisi mengejar mereka dari belakang. Sementara, Black Cat diam-diam mencari jalan pintas untuk menghadang mobil mereka dari depan. &nbs
(Lima tahun kemudian) Midsummer Collection, San Francisco. “Selamat malam para hadirin, selamat datang di Midsummer Collection 2023. Kami harap koleksi baru dari Lady Vittoria Joa Shue selaku designer utama dapat memberikan kepuasan bagi anda semua. New mode brighten day!” Sesi pembuka diawali dengan kata sambutan dan musik disco klasik. Satu persatu model mulai berjalan di atas panggung catwalk. Para hadirin membelalakkan mata karena takjub dengan koleksi unisex season ini. Aku sangat menyukai momen ini, ingin rasanya kupotret untuk dipajang di seluruh dinding kamar tidurku. Sesi penutup acara pun tiba, saatnya bagiku tampil untuk menyambut kesediaan para partisipan malam ini. “Mari kita sambut, Vittoria~ Joa~ Shue!”
Waiting room “Sialan! Ambilkan aku tissue basah!” bentakku sambil menendang pintu masuk. Asisten pribadi sekaligus bodyguardku bernama Joke Leign, hanya dia yang tahan bekerja denganku selama 3 tahun belakangan. “Bersihkan bahuku,” ucapku dengan volume suara sedikit diturunkan. “Benar-benar membuat emosi, mood-ku kacau sekali. Biarkan aku sendiri,” terangku. Joke berdiri dan mengusir mereka satu persatu. Lalu, menutup pintu dan duduk di sofa seberangku. “Kau juga tidak ikut keluar?” bentakku sambil melempar setumpuk brosur ke samping. “Sudahi aktingmu, tidak ada orang disini. Tidak ada kamera pengintai j
“Jadwal hari ini adalah penerbangan ke USA untuk acara lelang Antique Chicago di Galeri Fine Arts,” ucap Joke pagi-pagi membuat mimpi indahku terputus, fuck! Aku tidak kuat membuka kedua mataku, “Jam—berapa?” rintihku. “Jangan mengedipkan sebelah matamu, kau terlalu mempesona,” goda Joke yang membuat mood-ku membagus. “Baiklah, princess akan bangun,” kataku. Lingerie satin berenda lepas dalam sekali lucutan. Aku memiliki sebuah kaca besar dalam kamar mandi untuk memeriksa setiap inci tubuhku. Apakah ada bagian yang membengkak atau goresan kecil saja sudah mengangguku. Aku gemar menjaga bentuk tubuh dan telah menghabiskan banyak uang dan waktu demi h
Aku keluar dari acara pelelangan dengan muka masam, tidak ada yang menarik selain lukisan favorit Papa. Aku teringat dengan ucapan Papa saat pertama datang ke galeri ini. “Lukisan langit malam tanpa warna hitam gelap, betapa indahnya bermalam di teras kafe ini.” Sayangnya, galeri Fine Arts milik keluarga Rossi telah dijual Bilson dengan harga tinggi dua bulan yang lalu demi menutupi kerugian perusahaannya. “Anjing pengkhianat Rossi.” “Siapa?” sahut pria kaya raya tadi. Aku terkesiap oleh suara bass-nya yang menggoda, “Bukan siapa-siapa.” Aku menjawab spontan tanpa menatapnya lama. Pria itu mengejar dan menahan lenganku, “Namaku Eric Cassano, beritahu aku
Hotel Royal Crown. “Letakkan disini saja, thankyou.” Eric menutup pintu setelah lukisan seharga puluhan miliaran itu diantar ke rumahnya. “Buddy, kau membeli barang?” tanya Mars yang baru selesai shower. Ia bergegas keluar dengan handuk putih melingkari pinggangnya. “Yesss,” jawab Eric sedikit panik. “Apa itu? Berapa harganya?” “Tidak mahal haha,” balas Eric sambil tertawa palsu. “Cepat pergi tidur. aku lelah.” “Bukankah ini lukisan antik?” tanya Mars yang sudah mengoyak setengah kertas minyak pembungkus lukisan. “Oh