"Hei, sedang melamun apa?"
Aku menatap Joke yang berwajah masam dengan alis menyeringai tajam ke arahku. "Singkirkan segala beban pikiran yang tidak berhubungan dengan pekerjaan dan rencana balas dendam."
"Apa sih?" elakku.
"Jangan-jangan kau masih kepikiran dengan sosok pria aneh yang berjanji akan menjagamu seumur hidupnya."
Memang benar!
"Joa, kau tidak pernah belajar dari kesalahan, ya? Aku sudah mengingatkanmu agar tidak terlalu terlibat dengan urusan luar. Sasaran kita hanya Bilson dan para pecundang itu."
"Aku tahu, aku tahu."
"Suruh kau merayu Bilson yang mata keranjang saja, kau tidak lulus," gerutu Joke sembari meneguk habis jus jeruk di gelasnya.
"Siapa bilang tidak berhasil? Bahkan aku mendapatkan undangan perjamuan makan malam dari mereka."
"Tapi, kau tidak pergi kan? Kau malah bersenang-senang dengan pria aneh itu sampai tidak tahu jalan pulang. Benar-benar keterlaluan."
"Hei, kau
Mr. Foster langsung bisa dikenali dalam sekali pandang, karena ia selalu memakai setelan jas abu-abu dan topi. Ditambah tongkat perunggu berkepala naga yang selalu dibawanya kemana-mana. Sherlock Holmes! Benar, serupa tapi tak sama. "Maaf merepotkanmu, Ms. Joa." "Tidak masalah," jawabku datar. "Saya ingin memberikan beberapa pertanyaan perihal kasus Sarah Deelin, model majalah utama dari perusahaanmu." "Ya, silahkan." "Apa mendiang Sarah pernah menceritakan bagaimana kondisi keuangan keluarganya pada Anda?" tanya Mr. Foster sembari bersiap-siap untuk menulis di catatan kecilnya. "Detektif, sudah berapa kali kau menanyakan hal yang sama padaku? Aku sampai sudah hapal jawabanku." "Per.. permisi, apa Tuan dan Nona mau pesan?" sela seorang pelayan wanita. "Tolong, satu gelas kopi susu dingin. Anda mau pesan apa, Ms. Joa?" tanya Mr. Foster. "Teh oolong panas saja." Setelah pelayan wanita berp
"Jadi, surat ini sudah Anda terima sebelum kasus terjadi?" "Benar." "Ya ampun, kenapa baru bilang sekarang?" "Aku benar-benar tidak ada keinginan untuk merahasiakannya sama sekali. Tapi, lihatlah surat ini, seperti omong kosong tak bermodal. Lihat saja, kertas yang digunakannya. Lagipula, yang diancamnya juga adalah aku," terangku. Tak sadar, volume suaraku semakin tinggi, Mr. Foster memberi isyarat dengan menempelkan ujung jarinya ke bibir. "Ya, apapun itu. Hal sekecil apapun sangat berguna dalam penyelidikan. Biarkan pihak kepolisian yang menilainya." "Aku benar-benar tidak mengerti. Bagaimana mungkin orang yang mengancamku berhubungan dengan kasus kematian Sarah?" "Aku sendiri juga tidak tahu, tapi tidak menutup kemungkinan keduanya saling berhubungan. Aku akan membawa kedua surat ini menemui atasanku dan melakukan tes sidik jari. Kami juga akan mencari tahu hal lainnya. Untuk itu, izinkan kami mengambil re
Amplop merah muda dengan ukiran mawar emas itu masih terlentang bebas di atas meja kerjaku. Aku tidak bisa fokus menciptakan rancangan selanjutnya. Kendati menyingkirkan benda itu, aku malah jatuh dalam kekesalan dan amarah yang tak dapat diuraikan. Bilson brengsek! Apa ia sungguh-sungguh menganggap perselingkuhannya dengan Chloe adalah hal yang patut dibanggakan? Selain memikirkan berbagai cacian dan makian menjijikan, aku juga tak habis pikir tentang perasaan Bilson pada wanita itu. Apa Bilson benar-benar mencintai Chloe? Aku terlalu percaya diri meyakini bahwa Chloe akan mendapat karma instan, karena Bilson pasti hanya menganggapnya sebagai mainan menarik untuk sesaat. Tapi, sekarang situasinya berbeda. Bilson akan menikahi Chloe, seperti yang tertulis di kartu undangan amplop merah muda, waktunya bulan depan. Tring.. Tring.. Aku menatap layar ponsel menyala, sebuah kata 'Ges
La Blonde adalah satu-satunya kafe bernuansa Asia di Italia. Aku tidak tahu mengapa kafe ini diberi nama kebarat-baratan. Yang jelas, semua pelayan disini menggunakan rambut palsu berwarna blonde. Kami memutuskan untuk mengawali hari dengan sarapan disini. "Simon, kau tidak sibuk hari ini?" tanyaku. "Praktekku buka mulai pukul sepuluh, jadi tidak usah terburu-buru. Santai saja," terangnya. "Apa yang ingin kau bicarakan? Katanya sangat penting?" "Joke memberitahuku bahwa kau mendapat surat ancaman, dan kau berusaha menyembunyikannya dari kami semua?" ungkap Simon. "Heol, apa-apaan anak itu? Hampir 90% ceritanya sudah diubah, Simon." Aku tidak berbohong. Toh, nyatanya aku memang tidak berusaha menyembunyikannya. Tapi, aku berpikir surat itu hanya keisengan seorang pengangguran atau haters yang ingin melihatku terpuruk. "Setelah kasus kakak beradik itu, kau tidak boleh menyepelekan hal apapun. Mungkin
Hi everyone🐰 Thankyou so much buat kalian yang udah bersedia luangin waktunya buat mampir kesini... Semoga tulisan aku bisa bermanfaat dan menghibur kalian... Hehe🐰 Yok, langsung saja,, Check it out ↓↓ *** "Mulai sekarang, namamu adalah Vittoria Joa Shue," cetus seorang pendeta wanita dengan kening berkerut. Kedua matanya begitu jernih dengan satu tangan menekan kuat kepala seorang pengunjung gereja. "Terimakasih, Lady Anne," jawabnya selembut kapas. Wanita itu memakai tudung putih dan transparan sembari bersujud di hadapan patung Yesus yang diagungkan. Perpaduan antara sinar remb
Roma, Italia. Tiga puluh menit telah berlalu. “Pak, tolong antarkan aku ke bandara," ujarku setelah menutup pintu taksi. Aku yakin suamiku pasti merasa amat lega sekarang... karena ia tidak perlu menyembunyikan hubungan gelapnya lagi. Aku selalu memperlakukannya dengan baik namun malah pengkhianatan yang kudapatkan. Terlebih lagi, pelakor itu adalah sahabatku sendiri. Aku benar-benar frustasi dengan kehidupan rumah tangga kami, sehingga aku memutuskan untuk membalasnya hari ini. Of course, aku harus memberinya pelajaran. Aku telah menandatangani surat cerai dan meletakkannya di atas meja kerja suamiku. Lalu, koper dan tiket pesaw
Perlahan aku membuka mata. Aku dapat merasakan sakit dan pegal di sekujur tubuhku terutama bagian kepala. Aku juga merasakan cairan hangat mengalir dari dahi dan tertahan di antara bulu alisku. Aku mulai memicingkan mata untuk mencari tahu dimana aku berada sekarang. “Basement,” gumamku setelah melihat beberapa mobil terparkir dengan tulisan angka di setiap sekat dinding. Akh!.... Kepalaku pusing dan pandanganku sekali-kali mengabur, namun anehnya tidak ada rasa takut sedikitpun. Aku berusaha mengingat kembali kejadian terakhir. Oh.. FUCK! Terakhir kali, Bilson datang menjemputku di bandara dan berhasil merayuku untuk kembali dengannya. Setelah itu, ia membiusku di dalam mobil. Aku berusaha melawan, sehingga ia
“Basement ini luas sekali, wohoo!” seru Torrey. “Kotor dan bau,” tegas Carla sambil menutup hidung plastiknya. “Cepat suruh tanda tangan suratnya,” desak Karen sambil mengernyitkan dahi padaku. Berlin hanya tersenyum puas melihat keadaanku yang kacau balau dan penuh luka-luka. “Aku akan menyuntikkan cairan infus untuknya,” ujar Marie yang tahu benar kondisi kesehatanku. Aku menderita hipotensi alias darah rendah. Bilson menghentikan langkah kaki Marie, “Buat apa kau mengasihinya sekarang? Kita semua hanya menganggapnya sebagai mesin ATM selama ini.”