Share

Count on You.

         Seven terbangun dalam keadaan tangan dan kakinya terikat pada kursi besi. Sebuah seatbelt menahan tubuhnya agar tetap bersandar dan dua kabel elektromagnetik menempel di kedua pelipis matanya.

         “Fuccckkkkk!”

         Seorang pria tertawa penuh kegilaan muncul dari kegelapan.

         “Seven, kau akan mati di tanganku hari ini HAHAHAHA. Nyalakan listriknya!”

Brzztt!

Brzzttt!

         Seven disetrum hingga kedua bola matanya sempat menghilang ke atas.

         “HAHAHAHA It’s very fun!”

         Seven mengambil napas dan berteriak, “Persetan denganmu! Masalah kita sudah selesai dua tahun yang lalu, hanya pecundang yang gemar mengungkit-ngungkit masa lalu!”

Brzzttt!

Brzzztt!

         “Right, that’s right! Kau bebas memakiku, tapi kau harus membayarnya dengan setruman listrik hingga ajal menjemputmu. Bagaimana? Apa kau setuju?”

         “Shit you!”

         “Seven, jika kau berani tidur dengan wanitaku dua tahun yang lalu, itu artinya kau tidak takut mati.”

         “Aku sudah bilang, aku tidak pernah menyentuh wanitamu. Aku dijebak!”

         “Sudah ada bukti tapi kau masih menyangkal. Aku membebaskanmu karena ancaman Paolo akan menghancurkan markasku, namun sekarang berbeda.”

         “Apa bedanya, sinting?”

         “Sekarang ketua mafia Death Wish secara khusus memintaku untuk membunuhmu.”

         Seven tidak menyangka Denado adalah dalang di balik semua ini, namun ia telah memprediksinya jauh hari.

         One dan Three tewas tiga bulan lalu dalam sebuah misi, Six menghilang di malam tahun baru sedangkan Two ditemukan meninggal di villa pribadinya.

         Denado Wilde, si pria licik yang benci dan iri dengan kedelapan anak angkat Paolo, diam-diam menyusun rencana menggelikan untuk menyingkirkan mereka satu persatu.

         “HAHAHA tikus got itu,” hina Seven tanpa berkedip.

         “Aku suka berbicara denganmu tentang keburukan orang lain. Kita adalah partner gibah yang cocok,” sindir Blanco, ketua organisasi Black Cat.

         “Aku tidak suka berbicara denganmu, mulutmu bau busuk hahahaha,” hina Seven lagi.

Brzztt!

Brzzztt!

         “HAHAHAHA kau sangat lucu. Kau sudah tidak sabaran untuk mati, huh?” sindir Blanco lagi.

         Air liur Seven sudah membanjiri sekitaran mulutnya. Kepalanya mulai kesemutan dan matanya mulai melihat kabut awan yang menutupi pandangannya.

         “Aku sangat penasaran, bagaimana rasanya surga,” sahut Seven dengan pasrah. 

         “Baiklah, sudah cukup. Now it’s time for execution!” ungkap Blanco dengan riang gembira.

         Blanco mulai bersenandung ringan lagu Kill Bill berjudul The Whistle Song. Iramanya kacau balau dan terdengar seperti lagu pembuka untuk drama komedi keluarga. Seven tertawa terbahak-bahak sambil disetrum hingga mulutnya berbusa.

         Sebuah kegilaan luar biasa sedang berlangsung dalam ruangan itu.

         “Awas!” teriak salah satu bodyguard penjaga pintu.

        “Granat! Granat!” teriak Blanco panik sembari melarikan diri.

        Eight segera mencabut kabel listrik dan membantu Seven bangun.

        “Eii~~ght~~ to~long~~ tam~tampar~ a~ku,” pintanya dengan suara gemetaran. Eight tidak tahu harus tertawa atau menangis, ia segera melakukan sesuai perintah partner-nya.

        Sepanjang pelarian, Eight terus melemparkan granat di sepanjang jalan. Tak peduli apakah peledak itu berfungsi atau tidak. Seven tertawa terbahak-bahak saat melihat tak ada satupun granat yang meledak sedari tadi, hanya mengeluarkan asap saja.

        “Ei~ght~~ mu~musuh ki~kita i~i~di~iot! Ha~ha~ha,” ledeknya.

        “Seven, kau sudah seperti orang gila sekarang. Tolong jangan membuatku ikut gila juga,” pinta Eight berusaha menahan rasa takutnya.

        Eight bukanlah seorang pemberani, mungkin karena ia adalah si bungsu. Ia selalu dipasangkan dengan Seven saat bertugas sehingga tanpa disadari, mereka telah menjadi partner sehidup semati. Eight juga tidak mahir dalam bertarung atau menembak.

        Ia hanya bisa melumpuhkan musuh dari jarak dekat dengan menyuntikkan cairan mematikan atau menusuk jantungnya, sehingga Eight kalah telak jika melawan lebih dari 5 orang.

        “Ei~ght, I~know, I~can~count~on~you,” sahut Seven lalu pingsan.

        I know, I can count on you=Aku tahu aku bisa mengandalkanmu.

***

[To be Continued...]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status