"Barbela Manda!"
Brak! Prang!
Arbel melotot, matanya seolah mau copot dari tengkoraknya. Di sampingnya Yusa juga sama kagetnya, dengan mulut yang menganga membuat cilok yang sedang dia makan terlihat jelas dan menjijikan.
Bukan hanya Arbel dan Yusa, seisi kantin saat itu seperti ada di mode beku. Orang-orang menghentikan kegiatan mereka. Beberapa bahkan Arbel lihat menjatuhkan gelas dan mangkuk soto yang sedang mereka bawa.
Bagaimana tidak?
Di pintu kantin saat ini, ada seorang Ares Algibran, dengan keringat yang bercucuran, nafas yang terengah membuat dada bidangnya naik turun sesuai irama, ramutnya yang basah dan tatapn sayunya karena kelelahan membuatnya terlihat... seperti dewa!
"A-ares?" Arbel dengan ragu menyebut nama Ares, beberapa orang dengan rasa penasaran menengok ke arahnya. Belum ada yang bersuara sejak Ares tiba, beberapa bahkan ada yang lupa bernafas saking kagetnya melihat pemandangan di depan.
Arbel pun sama, jang
"Kamu Mama buatin waffle kesukaanmu loh, Kak.""Engga, Ares gak laper.""Kalau gitu nanti malem mau makan apa?""Mau makan di kampus.""Kalo Ma-""Ayo bel, kelas pagi saya sebentar lagi."Laras cemberut, Ares sudah dua hari ngambek pada dirinya karena menyebarkan kabar tentang Arbel di instagram, alhasil sekarang dia mogok bicara dan mogok makan buatan Mamanya sendiri.Padahal kan Laras berbuat seperti itu karena sebal dan gregetan mereka berdua menyembunyikan pertunangan mereka dari orang orang di kampus."Tante, Arbel berangkat dulu ya." Arbel dengan raut wajah yang jelas sekali menggambarkan perasaan tidak enak karena sikap Ares bersalaman pada Laras kemudian melambaikan tangannya pada Aya dan berjalan keluar menyusul Ares yang sudah duluan.Hah.... Setidaknya karena sedang ngambek pada Laras Ares jadi lebih sering dengan Arbel.Benar! Rencananya tidak sia sia, tidak apa akun instagramnya jadi di hapus pa
Ares mengedipkan matanya, beradaptasi dengan cahaya lampu yang masih terasa terlalu terang untuk matanya."Ugh..." Ares berusaha bangun, masih merasa nyeri di sekujur tubuhnya, tapi bukan hanya itu yang Ares rasakan, ada sesuatu yang berat yang menindih lengannya hingga kesemutan.Merasa terganggu, Ares menengok ke sebelah kanannya.Dan di sana lah Arbel berada, tertidur dengan pulas di atas lengan Ares yang kini sudah hampir mati rasa.Sial, kepala Arbel sangat berat."Arbel.." Ares memanggil dengan lemah, tangan kirinya dia coba untuk mengguncang kepala Arbel meskipun tenaganya belum ada."Hmmmm..." Arbel bergumam, semakin menarik lengan Ares ke dalam pelukan tangannya.Ares terdiam, dilihatnya kening Arbel yang bertautan seolah tidurnya sedang sangat terganggu. Duh, ada apa ini? Kenapa wajah Ares memanas saat melihat Arbel begitu posesif dalam memeluk lengannya.Apa Ares pergi tidur lagi saja? Tapi Ares harus meminum obatnya
Aku membuka mataku, menggerakan tubuhku saat ku rasakan kaku yang teramat sangat di punggung dan leherku.KREKAaaaah, memang paling enak merasakan punggung dan leher yang lega setelah tulangmu berbunyi karena perenggangan.Ku pandang sekeilingku, ada bayangan tubuh manusia yang melayang di depan pintu, hampir saja aku berteriak jika tidak ingat di mana sekarang aku berada.Ruang keluarga, dengan jam menunjukan pukul 5 pagi dan suasana yang masih sepi. Oh iya, bayangan orang tadi tentu saja satu dari sekian banyaknya kerangka tubuh manusia yang keluargaku miliki.Tadi malam Arbel tertidur setelah ku cekoki obat yang sudah ku gerus, meski ada perlawanan terlebih dahulu, tentu saja aku lebih gesit dan lebih kuat untuk mendominasi Arbel."Hoam..."Benar saja, Arbel tertidur di kamarku, di ranjangku, sedangkan aku si tuan rumah harus tidur di sofa di ruang keluarga.Sudah ku tebak sejak melihat wajahnya yang hampir ngiler di stasiu
Di dalam dapur yang hangat dengan tepung yang berserakan, aroma kue sehabis di panggang, dan rasa manis dari cupcake yang baru saja di kecap Ares mengeluarkan semua beban terpendam di dirinya, menangiskan dengan pelan semua gundah dan laranya, membasahi pakaian Arbel dengan air mata asinnya.Dengan lembut Arbel mengusap kepala Ares, mendekapnya dengan rengkuhan yang erat, tidak peduli apakah kini tangan kotornya ikut mengotori kemeja yang Ares kenakan."Kenapa kamu masuk jurusan pendidikan?"Itu adalah tanya Ares saat dia melepaskan pelukan Arbel dan mulai bersikap seperti biasa lagi, Ares malu, Arbel dapat lihat dari pipinya yang bersemu sangat terang. Begitu pun Arbel, saat mereka tersadar apa yang sudah mereka lakukan, kecanggungan tentu tidak dapat terelakkan."Karena ini yang saya suka? Karena ini yang saya bisa?"Arbel menimang nimang jawaban apa yang sekiranya pas untuk pertanyaan Ares."Saya suka anak kecil, dan a
Klak TringSuara sendok dan garpu beradu terdengar nyaring di dapur saat itu. Anto, yang kini sudah tak terlihat pucat memakan makanan di depan matanya dengan sangat lahap.Arbel tadi panik saat melihat Anto ada di depan rumahnya, lebih panik lagi saat Anto tiba tiba pingsan ketika dia hendak menghampirinya. Lucunya, setelah sadar dari pingsannya (Arbel harus bersabar mendengarkan Ares yang menggerutu karena menjadi korban yang harus menggendong Anto di punggungnya selama dia pingsan) suara yang pertama dia keluarkan bukanlah suara dari mulutnya, melainkan perutnya.Usut punya usut ternyata Anto habis di tipu oleh Ibu Ibu dan supir angkot serta memberi makan anak jalanan. Maka dengan cepat Arbel menyiapkan makan malam sekalian."Uhuk uhuk!"Anto tersedak, beberapa bulir nasi menyembur dari mulutnya karena kepenuhan, Ares yang saat itu sedang duduk diam dengan piring berisi makanan yang di siapkan Arbel di depannya mendorong piring tersebut jauh jau
Anto menatap ke arah langit dengan tajam, di sana, di puncak bianglala itu, Anto dapat melihat semuanya.Matanya dengan fokus melihat ke langit langit, berusaha memastikan dua orang yang dia rasa dia kenali. Meskipun bianglala ini cukup tinggi, Anto masih bisa melihat bayangan dua orang tersebut.Baru saja dia lolos dari gerombolan para wanita dan ibu ibu yang dengan sengaja mengerubunginya, di harap bisa menemui Arbel dan Ares secepatnya dan mengajak mereka pulang bersama. Anto memang menemukan mereka, tapi di situasi yang tak pernah Anto duga.Sial.Kenapa langit terlihat sangat indah sekali dengan matahari terbenamnya?Di mana rasa kasihannya pada Anto, kenapa dia membuat dua bayangan yang sedang berciuman itu terlihat sangat indah?Dikepalkannya dengan kuat kedua tangannya di kanan dan kiri tubuhnya. Matanya menatap dengan tajam dan alisnya bertaut terlihat tak suka.Seperti ada sesuatu yang terbakar di dalam diri dan kepalanya.
Nama: Ares Algibran.Usia: 21 tahunPekerjaan: Mahasiswa Universitas AdiwarnaJurusan: Kedokteran, tahun ke 3.Kelebihan: Jenius, tampan, badan proporsionalKekurangan: Sikap tidak menentu.Aku menjatuhkan pulpenku di atas meja usai menuliskan jurnal pertama di bulan ke empatku ini. Benar, sudah hampir setengah tahun aku tinggal di sini, tapi perubahan yang terjadi? Tak ada, yang ada hanyalah sikap Ares yang menjadi tak menentu.Kadang dia hangat, kadang dia dingin, kadang dia akan sangat keras namun kadang akan menjadi sangat lemah. Mungkin aku harus senang karena itu tetaplah sebuah perubahan, tapi tak ada satu pun tanda yang menunjukan Ares menyukaiku.Atau mungkin aku melewatkan sesuatu?(Iya Arbel, sepertinya kamu selelau melewatkan wajah be
"Nah Arbel, kalau ini namanya 'Barbela'." Arbel yang sedang berada di gendongan Ayahnya melihat lukisan di depannya dengan pandangan berbinar. "Kaya nama Arbel!" Teriaknya sambil menunjuk. Gio yang melihat Arbel begitu senangnya ikut tersenyum, satu tangannya bergerak gerak mencari tangan satu anak kecil lagi yang juga ikut bersama mereka ke pameran ini."Anto.. pegang tangan Om, jangan di lepas." Anto yang sedang memerhatikan ukiran patung besar di depannya menengok ke arah Arbel dan sang Ayah, buru buru dia berlari menghampiri mereka berdua. "Paman, yang ini lukisan Paman?" Gio mengangguk dengan bangga, di genggamnya tangan Anto yang kini sudah berada di sampingnya."Namanya Barbela, sama kaya nama aku lhoooooo.!"Whoaaaa!" Anto semakin menatap lukisan tersebut penuh binar setelah Arbel memberinya sebuah penjelasa