Share

BAB 3 Artikel

Author: Dean Anderson
last update Last Updated: 2021-08-24 21:09:25

ZAPPP!!!

Pria dari masa depan berdiri di dekat pohon yang berdaun lebat dan rindang. Bayangan dari pohon tersebut menyembunyikan keberadaan pria tersebut. Pria dari masa depan telah tiba di lokasi yang berbeda dari sebelumnya. Lokasi yang sama padatnya dengan manusia yang berlalu lalang. Namun tidak ada manusia yang sadar akan kedatangan pria itu yang tiba – tiba hadir di antara mereka. Banyak mereka yang sibuk melihat gawai yang mereka pegang.

Ia melangkahkan kakinya, berjalan di trotoar. Kini ia berada di antara kerumunan orang – orang. Sesekali ia melihat gedung – gedung pencakar langit di sekitarnya. Entitas yang melihat gelagat pria itu, mengetahui bahwa pria itu sedang memikirkan sebuah rencana.

“Kau tahu kenapa aku membunuh mereka?” tanya pria itu kepada entitas di sebelahnya. Ia masih terus berjalan di tengah orang – orang yang berlalu lalang.

“Aku tahu,” jawab entitas tersebut.

Pria dari masa depan itu sama sekali tidak merasa bersalah atas kematian para pemuda itu. Dia beranggapan itu adalah contoh yang efektif untuk mengurangi beban negara. Baginya, semua yang tidak berguna sudah layak dan sepantasnya untuk dimusnahkan, tanpa pandang bulu. Adalah hal wajar baginya bila harus ada yang dikorbankan untuk mencapai hal tertentu.

“Seandainya aku memiliki kemampuan untuk menghapus eksistensi,” ucapnya.

Entitas itu kali ini tidak membalas perkataan pria itu.

“Kenapa kau tidak merespon perkataanku?” tanya pria itu kepada entitas.

“Kau memang tidak mampu menghapus eksistensi. Namun kau pasti tahu kalau kau bisa menghapus eksistensi dalam hal lain.”

“Aku paham maksudmu.”

Mereka masih melanjutkan perjalanan mereka yang entah kemana tujuannya. Pria itu masih sesekali memandangi gedung – gedung pencakar langit. Setelah sekian lama ia melihat gedung – gedung, ia tertarik dengan salah satu gedung di kota itu.

Tiba -tiba ia melihat dari jarak yang cukup jauh, seorang anak berlari di trotoar menuju ke arahnya. Ia mendengar suara orang memanggil suatu nama yang tak lain adalah nama anak itu. Pria itu melihat orang tua anak itu mengejar anak mereka. Ketika pria itu melihat wajah anak tersebut, ia teringat akan sesuatu. Ia segera melihat gawainya untuk mencari suatu informasi. Tak butuh waktu lama, ia menemukan informasi yang ia cari. Ia segera memikirkan suatu rencana. Lagi – lagi entitas menyadari hal tersebut.

Pria dari masa depan mengeluarkan sesuatu dari dalam blazernya. Sesuatu yang sangat kecil bahkan hanya terlihat seperti kertas struk yang dibuat berbentuk bola. Ia memelintir bola tersebut di jarinya dan menunggu waktu yang tepat. Pandangannya sesekali melihat ke arah jalan raya, tampak kendaraan melaju kencang. Ketika anak itu cukup dekat dengan pria tersebut, ia dengan sedikit gerakan tangan, melemparkan bola itu tepat di depan anak itu.

Ketika bola itu tepat menyentuh tanah, bola itu meletus seperti petasan. Suara petasan tersebut membuat anak itu kaget yang membuatnya melompat tiba – tiba ke jalan. Tepat seperti yang diperhitungkan pria itu. Sebuah mobil yang melaju cukup kencang, langsung menabrak anak itu dan menggilas kepalanya dengan ban. Anak itu mati seketika.

Orang – orang kaget dengan ledakan petasan tersebut. Namun mereka lebih tercengang melihat kecelakaan yang baru saja terjadi. Orang tua anak itu berteriak histeris melihat kematian anaknya. Wanita – wanita yang menyaksikan kejadian tersebut juga ikut histeris. Darah mengucur membasahi aspal. Orang – orang dengan sigap menghentikan mobil yang baru saja menabrak anak itu.

Melihat kejadian itu, pria dari masa depan sedikit demi sedikit menjauhi lokasi kejadian. Tidak ada yang menyadari bahwa kejadian tersebut adalah ulahnnya. Ia beranjak dari lokasi kejadian dengan santai, seakan tidak terjadi apa – apa.

Pria itu mengeluarkan robot berukuran kecil dari balik lengannya. Itu adalah robot yang berfungsi sebagai kamera pengintai. Ia mengeluarkan gawainya dan melihat tampilan anak yang baru saja mati.  Sambil berjalan, sesekali ia melihat gawainya untuk memastikan bahwa anak itu benar – benar mati. Setelah cukup dari kejadian, ia melakukan teleportasi dengan jam di lengannya.

ZAPPP!!! Pria itu menghilang tiba – tiba.

------------------------------

Pria dari masa depan tiba – tiba sudah berada di puncak gedung tertinggi di kota tersebut. Dari puncak tersebut, pria itu menyaksikan keramaian kota oleh lalu lalang kendaraan yang melintasi jalan. Dari situ pula ia bisa melihat lokasi kecelakaan tadi.

“Ini kedua kalinya kau menghilangkan nyawa manusia, Herrscher,” ujar entitas dengan nada datar. “Kau bahkan belum satu hari di jaman ini. Apakah itu tidak berlebihan?”

“Tentu kau tahu siapa anak itu, bukan?” balas Herrscher kepada entitas.

“Tentu saja aku tahu,” jawab entitas.

“Aku sudah mencari informasi tentang anak itu. Dia akan menjadi pejabat yang korup di masa depan. Jadi tidak ada masalah bila anak itu mati. Daripada banyak rakyat yang dikorbankan karena ulah korupsinya, lebih baik dia dihapuskan saja eksistensinya di dunia ini.”

“Lalu bagaimana dengan pengemudi yang menabrak anak itu? Kau sudah membawanya ke dalam masalah.”

“Harus ada yang dikorbankan demi sesuatu yang berakhir baik. Jadi tidak masalah bila pengemudi itu menjadi kambing hitam dari kejadian tadi. Lagipula CCTV pasti dapat menceritakan dengan jelas bahwa anak itu yang tiba – tiba melompat ke jalan. Tidak ada lampu lalu lintas di dekat lokasi, jadi tidak ada masalah bila mobil itu melaju cukup kencang. Bila pengemudi yang disalahkan akibat kejadian tersebut, maka keadilan di jaman ini harus dipertanyakan. Apalagi melihat orang tua dari anak itu adalah dari kalangan berada.”

“Mengapa kau tidak secara terang - terangan mendorong anak itu ke jalan? Bukankah dengan begitu kau tidak perlu membawa pengemudi itu ke dalam masalah?”

“Bukankah dengan begitu kita bisa melihat bagaimana polisi di jaman ini menyelesaikan masalah?”

Entitas diam sejenak tidak membalas perkataan Herrscher.

“Lagipula kalau aku berurusan dengan polisi di jaman ini, itu hanya akan menghabiskan waktuku untuk menjalankan rencanaku. Itu sungguh merepotkan.”

Perdebatan pun selesai dengan cepat.

Ia berpindah ke sudut lain dari puncak gedung untuk menyaksikan pemandangan kota dari sisi lainnya. Ia menyentuh pelipis kepalanya dan sebuah kacamata hologram menutupi mata pria tersebut. Dengan kacamata hologram itulah, pria tersebut bisa melihat sesuatu yang jauh dengan sangat jelas.

Tampak dari kejauhan para pengemis yang mendekati mobil di lampu merah. Namun di dekat jalan itu pula, dia melihat para pekerja menghabiskan uangnya hanya untuk sekedar menikmati secangkir kopi yang harganya jauh lebih mahal daripada di angkringan. Cukup aneh baginya melihat kesenjangan sosial seperti itu. Herrscher mencoba mencari informasi tentang pengemis tersebut.

Kacamata hologram menangkap wajah dari pengemis – pengemis itu. Dari data wajah itulah lalu diolah untuk mencari identitas dari para pengemis tadi. Herrscher terkejut dengan hasil yang ia dapatkan. Dari data yang ia dapatkan dari gawainya, ternyata mereka tidak benar – benar miskin.

Herrscher geram membaca hasil identifikasi. Namun ia tidak bisa apa – apa karena mendapatkan fakta bahwa para pengemis tadi memang sengaja berpura – pura miskin. Pandangannya terhadap jaman ini menjadi berubah. Dalam hatinya, ia ingin sekali membumihanguskan para pengemis itu. Wajahnya tampak sangat marah.

Tiba - tiba suara notifikasi terdengar dari jam tangannya. Pria itu membaca salah satu artikel berita yang muncul dari jam tangannya dan membentuk layar hologram. Tampak sebuah kalimat provokatif yang menyatakan bahwa banyak masyarakat mengeluh dengan mahalnya kebutuhan hidup di kota tersebut. Pria itu hanya menggeleng – gelengkan kepala ketika membacanya. Ia menutup layar hologram dengan menekan salah satu tombol di jamnya.

“Death, manusia – manusia ini tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki. Mereka dengan sukarela mengeluarkan uangnya hanya untuk mengikuti gaya hidup mereka. Namun mereka berkoar – koar mahalnya biaya hidup, padahal itu hanya karena mereka mengikuti gaya hidup. Tampaknya negara ini harus benar – benar di tata ulang,” ucap pria itu sambil tetap menyaksikan pemandangan kota dari ketinggian gedung. Angin berhembus kencang, namun tidak dapat mengurangi kestabilan pria tersebut yang saat ini berdiri di ujung gedung.

“Tidak juga. Beberapa dari mereka juga memang kekurangan. Yang kau lihat saat ini memang seperti itu karena kau sedang berada di tengah kota. Kawasan yang cukup elit. Namun aku juga tidak menyalahkan pendapatmu. Karena mereka yang memang saat ini kekurangan, juga ikut - ikutan bergaya yang tidak sesuai dengan kemampuan hidup mereka. Mengikuti gaya hidup hedon,” Death menyambut pendapat Herrscher. Death menyaksikan Herrscher memasang raut kesal di wajahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Herrscher (Divina Futuri)   BAB 59 CAHAYA

    Di masa sebelumnya atau jauh sebelum kejadian tsunami tersebut. Di tengah hutan yang selalu menjadi lokasi inti dari cerita ini. Djaya dalam bentuk astralnya mengelilingi hutan untuk mencari Shamar.“Shamar... Shamar...” panggil Djaya. Suaranya mengisi seluruh hutan, menggema ke setiap sudut. Angin berhembus mengantarkan suara Djaya yang memanggil Shamar.Shamar mendengar suara itu dan segera membalasnya, “Ada perlu apa Paduka datang kemari?” sapa Shamar. Ia masih menghormati Djaya yang pernah membuatnya kecewa.Djaya mengubah wujudnya dalam bentuk manusia untuk berkomunikasi dengan Shamar, “Aku perlu bantuanmu,” pinta Djaya sambil mengatupkan tangannya.“Apa yang bisa saya bantu?” jawab Shamar juga mengatupkan tangannya dan sedikit menunduk.“Aku berencana menjadikan seseorang untuk penyeimbang Herrscher. Aku yakin Herrscher di masa yang akan datang, akan mendatangkan bencana ke negeri in

  • Herrscher (Divina Futuri)   BAB 58 REUNI

    Meta segera masuk ke bangunan itu untuk melihat apa yang terjadi di atap gedung. Akibat gempa tersebut, lift gedung itu tidak aktif. Ia terpaksa harus menaiki tangga darurat karenanya. Meta mencari posisi tangga darurat. Suasana dalam gedung itu sangat kacau. Orang – orang berlarian keluar karena takut akan gempa. Meta harus berdesak – desakan masuk ke dalam gedung.Meta melihat banyak orang berbondong – bondong keluar dari tangga darurat. Air sudah mulai masuk ke lantai pertama gedung tersebut. Orang – orang semakin bingung, apakah mereka harus keluar dari gedung, atau justru harus bertahan di dalam gedung. Melihat orang – orang tersebut tidak ada pergerakan, Meta semakin kesal.“Minggir!” teriak Meta sambil berusaha memecah keramaian gedung itu. Ia berhasil masuk ke tangga darurat dan melawan arus keluar manusia di dalamnya. “Minggir!”------------------------------Herrscher telah tiba di gedung yan

  • Herrscher (Divina Futuri)   BAB 57 TSUNAMI

    Pagi hari telah tiba. Gedung yang sebelumnya gelap mulai mendapatkan sedikit cahaya dari luar. Hewan – hewan malam mulai bergerak mencari tempat untuk beristirahat. Herrscher bersama Death bersiap berangkat menuju tepi laut. Suara berisik tersebut membuat Vladimir terbangun dari tidurnya dan melihat Herrscher bersiap untuk pergi. Vladimir segera menghampiri Herrscher.“Mau kemana kalian?” tanya Vladimir.“Kau disini saja, jaga Meta agar tidak kemana – mana,” perintah Herrscher.“Tenang saja, dia sedang tidur,” jawab Vladimir.Herrscher bersiap – siap berangkat. Dengan cepat Herrscher dan Death melesat dengan cepat ke arah tepi laut. Mereka terbang secepat kilat tanpa disadari oleh manusia yang berada di darat. Mereka tidak menggunakan portal karena mereka ingin sekalian melihat kondisi kota tersebut.Tidak terasa perjalanan mereka terlalu cepat hingga tibalah mereka di atap gedung yang terdekat dengan laut. Herrscher merasakan angin yang sangat kencang bertiup di sana. Herrscher menga

  • Herrscher (Divina Futuri)   BAB 56 HUKUM

    Herrscher telah selesai merawat luka Meta yang kini telah sembuh. Meta beranjak dari tempat tidurnya. Herrscher membantunya bangun. Meta masih merasakan sakit pada badannya. Terlihat dari wajahnya yang meringis menahan sakit.“Lebih baik kau istirahat dulu. Tampaknya luka bagian dalammu belum sepenuhnya pulih,” saran Herrscher. Ia kembali membaringkan Meta ke kasur.Meta tersipu malu karena perhatian dari Herrscher. Herrscher yang awalnya tampak cuek, bisa seperhatian itu dengannya. Ia memalingkan wajahnya dari Herrscher agar tidak terlihat betapa merah mukanya saat ini. Herrscher menyadari reaksi tersebut dan segera bergegas melepaskan Meta. Mereka berdua berpaling muka.Meta kembali berbaring di kasur dan memejamkan mata.“Seperti ini ya ternyata rasanya menjadi manusia...” ucapnya pelan.“Maksudmu?” tanya Herrscher.“Ah, bukan apa – apa. Tampaknya aku mengigau karena luka ini.” M

  • Herrscher (Divina Futuri)   BAB 55 META

    Malam pun tiba, Herrscher, Meta dan anak itu menempati salah satu gedung yang dirombak oleh Herrscher dengan teknologinya. Suasana di gedung yang telah lama tidak terurus itu pun menjadi sangat nyaman, meski hanya pada lokasi tertentu yang Herrscher rombak. Mereka berkumpul di suatu meja dan makan bersama di sana. Meski berkumpul, mereka semua hanya diam menikmati makanan masing – masing.Meta mencoba mencairkan suasana dengan mengajak ngobrol anak itu.“Ohya, dari tadi aku tidak melihat kau bersuara. Siapa namamu?” tanya Meta kepada anak itu.Anak itu tidak menjawab dan tetap menikmati makanannya.“Dia tidak memiliki nama. Aku belum memberikan nama padanya,” jawab Herrscher.Meta keheranan, “Bagaimana mungkin! Dia anakmu kan?” tanya Meta terkejut.“Bukan, dia bukan anakku. Kau tidak perlu ingin tahu tentang anak ini, karena aku tidak akan menjawab pertanyaan tentang itu,” jawab Herrscher

  • Herrscher (Divina Futuri)   BAB 54 WANITA

    Herrscher telah kembali ke lokasi dimana anak itu masih pingsan. Ia segera membawa anak itu untuk ia sembuhkan lukanya. Sesampainya di area yang Herrscher ubah menjadi markas sementara, Herrscher melakukan perawatan pada anak itu. Dengan teknologi yang Herrscher miliki, luka itu sembuh dengan seketika. Anak itu tidak merasakan kesakitan lagi. Ia segera menyuruh anak itu berdiri dan mengajaknya untuk bergegas keluar dari kota itu. Anak itu menuruti Herrscher dan ikut pergi bersamanya.------------------------------Tak terasa setahun berlalu setelah kematian sang jurnalis. Herrscher masih menyimpan amarah kepada para militer yang ternyata memiliki rencana busuk kepada jurnalis itu. Selama setahun Herrscher dan anak itu berpindah – pindah lokasi. Berbagai ilmu kehidupan dan penderitaan telah Herrscher berikan kepada anak itu. Mental anak itu semakin kuat berkat pendidikan yang diberikan oleh Herrscher. Di usia yang masih sangat muda, anak itu disadarkan bahwa dunia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status