“Gombal anjir!” Sayna mendorong pelan bahu Danish dan tertawa geli. Kesempatan sekali menjauhkan diri dari pemuda itu karena dia kelelahan sejak tadi menahan diri dan juga suara jerit-jerit di hati sebab Danish menyentuh—mengelus-elus wajahnya untuk pertama kali. Ya, meskipun itu dalam rangka meratakan sunblock, bukan karena hal lain.
“Gue suka sama lo 100%, banyakan gue.” Gadis itu kembali buka suara karena Danish diam saja. Dia hanya senyum-senyum seperti orang gila.
“Kita kan beda.” Danish melipat tangan di dada. “Lo tahu kan, bedanya gue sama lo?”
“Beda gender?”
“Salah.” Dia menggelengkan kepala. “Lo itu you, kalau gue yours.”
“Apa sih, Danish? Geli ih!”
Keduanya terkekeh dan menjauh dari ruang cuci, berjalan menuju lapangan sepak bola di bagian utara gedung sekolah, tempat di mana anak-anak klub taekw
Setelah ciuman dadakan itu, rupanya ada yang lebih merepotkan daripada debar di dada Sayna. Danish—partner ciumannya, mendadak demam dan seluruh wajahnya memerah dengan mata sayu yang susah payah dia sembunyikan. Apa bersentuhan bibir dengan Sayna membuatnya sampai seperti itu? Apa Sayna menularkan virus kepadanya? Tapi kan dia sedang tidak sakit, Sayna juga sudah gosok gigi. Jadi Danish kenapa, sih?“Nish...” panggil Sayna sambil menggoyangkan lengan teman sekelasnya itu. Danish memejamkan mata di bangku panjang dekat parkiran, rencananya mereka akan pulang tapi dia bilang tunggu sebentar, dan ini sudah lebih dari 10 menit. Danish di sebelahnya menyandarkan kepala ke sandaran kursi dengan kelopak mata tertutup rapat.Sayna diam-diam memperhatikannya dari sisi sebelah kiri, pasti Danish sudah kelelahan dipuji ganteng selama dia hidup, tapi jika pemandangan yang dilihat orang lain adalah figur seperti ini, mana mungkin pujian itu berhenti meng
“Dek, kenapa?”Sayna memperhatikan interaksi anak dan ibu yang baru pertama kali dia lihat saat ini di depan matanya. Begitu turun dari sepeda motor dan menuntun Danish berjalan masuk rumah, seorang wanita dengan setelan kemeja dan celana kulot berwarna salem muncul tergopoh-gopoh menyambut kedatangan mereka. Sayna bisa menebak bahwa wanita itu adalah ibu kandung Danish, Melia Adiswara, pengusaha laundry terkaya di Indonesia yang sering masuk berita dan majalah enterpreneur nasional.Jika ibunda di rumah selalu mengenakan daster batik dan ke kantor memakai seragam, maka ibunya Danish tipe yang terlihat siap kapan saja meski di rumah sekalipun. Dia bisa tinggal menenteng tas dan keluar rumah begitu saja dengan pakaian apa pun yang menempel di tubuhnya saat ini tanpa perlu berdandan sama sekali. Sebab, ibu kandung Danish sangat cantik.Rambut pendek, hidung mancung, kulit yang sehat terawat serta wangi semriwing di udara tercium dari
Sayna refleks menunjuk dada dengan telunjuk dan bertampang tolol saat ini.“Kamu?” Beliau memastikan dan Sayna mengangguk ragu. “Sayna boncengin Danish naik motor karena dia sakit dan dibawa ke klinik terus dianterin ke rumah dan dituntun jalannya sampai ke depan pintu buat dikasihin ke tante?”Dikasihin? Memangnya Danish boneka? “I...iya, Tan...te.” Sayna mendadak gagu.“Ya ampun! Kenapa nggak pacaran aja, sih?”Hah? Sayna kontan memiringkan kepala dan memasang ekspresi tak percaya mendengar penuturan itu. Sementara Sayna kebingungan dengan pertanyaan barusan, Melia justru tertawa lepas dan tampak bahagia meski di sebelahnya sang anak tengah demam tinggi, belum sempat diobati.“Aduh, gemesin banget anak-anak ini.” Ibu kandung Danish itu kembali bersuara. “Nish, hei... Nish... pelet bunga pacar kita kayaknya berhasil, tuh.”Melia menepuk-nepuk p
Ini sudah hari kedua, ke mana Sayna? Kenapa tidak menghubunginya? Seingat Danish, sore itu mereka sudah melakukan perdamaian meski sebelumnya telah terjadi tragedi uhm... keserempet bibir itu. Sayna tampak tidak mempermasalahkannya, dia bahkan mengantar Danish pulang dan mengurus Danish yang demam. Tapi setelah dia pulang, Danish tidak pernah mendapat kabar apa pun sampai hari ini.Apa sebenarnya dia masih marah? Hanya saja waktu itu Danish sakit jadi Sayna menahan diri untuk tidak meninggalkannya. Apa Danish harus minta maaf? Sudah dua hari dia beristirahat di rumah dan tidak sekolah yang artinya tidak bertemu dengan gadis itu juga. Danish merindukannya, sedang apa dia? Apa Sayna tidak khawatir padanya? Tidak merindukan Danish juga?“Say lagi ngapain, sih?” tanyanya putus asa sembari menatap langit-langit kamar. Sudah beranjak sore, karena stiker di langit-langitnya menunjukkan semburat kekuningan.Danish lebih banyak tidur daripada terjaga, saat in
Angga hilang dari balik pintu setelah mengatakan hal itu dan suara-suara riuh terdengar dari mereka yang menuruni tangga rumah. Melia pamit sebentar untuk mengantar para tamu senior pulang sampai ke depan pintu serta membungkus siomay pesanan mereka, sementara Hamam, Herdian dan Arvin ditinggal bersama Danish di kamar. Mereka bertiga duduk berjejer rapi di sofa yang tersedia, perilakunya jauh berbeda dengan tiga tamu sebelumnya.“Thanks udah jengukin gue.” Danish memulai basa-basi. Dia senang teman-temannya datang ke rumah hari ini, tapi kenapa harus laki-laki semua, sih? Kenapa tidak selipkan satu anak perempuan untuk datang? Sayna misalnya.“Roman-romannya dia nggak seneng lihat kita datang,” gumam Hamam pelan, tapi jarak mereka tidak terlalu jauh dan Danish masih bisa mendengarnya dengan jelas.Arvin bergerak membuka risleting tas dan mengeluarkan sesuatu dari dalam sana, lalu menyerahkannya pada Danish. “Gue tahu apa ya
“Ma... mama...” Danish berteriak sambil berlarian dari kamarnya dan menuruni anak tangga rumah panjang yang meliuk tinggi sebagai penghubung lantai bawah dengan kamarnya di atas. Sepulang teman-temannya tadi, dia berpikir untuk mencari sesuatu lebih lanjut soal Sayna. Kata Herdian, gadis itu menolak untuk satu kelompok dengan Danish dalam tugas PKN yang awalnya mengharuskan mereka bersama, dan Hamam sempat keceplosan soal itu sementara teman-teman lain sepakat untuk merahasiakannya. Ada apa, kan? Danish jadi penasaran. Orang-orang itu tidak memberi tahunya dan buru-buru pulang setelah tragedi keceplosan Hamam. “Ma!” panggil Danish sekali lagi dengan suara lebih keras. “Apa sih?” tanyanya jengkel. “Teriak-teriak mulu di rumah, lari-larian, belum aja tahu kemaren tuh naik ke kamar doang dituntun sama Ceu Yati, mang Sarta, dipegangin sama mama.” “Makanya pasang lift di rumah,” ucap Danish asal yang membuat sang ibu mendelik tajam. “Hehe, bercand
PUBG Mobile level 69, SULTAN M4 The Fools level 5, M4 Lizard level 3, Beryl little pony level 2, memiliki materials 4 yang tinggal di-upgrade, set Mystic, Legend, Gacha dll, helm dan tas banyak, skin UAZ, Dacia Golden, log in twitter, email lengkap, transaksi cash on delivery di Jagakarsa.Danish mengetuk-ngetuk meja belajarnya dengan telunjuk, menimbang-nimbang apakah dia harus keluar rumah untuk membeli akun itu atau tidak, karena lokasi penjualnya di dekat sekolah, harusnya dia tidak perlu terlalu khawatir. Tapi mengingat kondisi kesehatan yang belum sepenuhnya pulih, Danish mulai memutar otak—kalau memang bisa disebut otak, dan mencari cara lain. Transaksi seperti ini sangat rentan penipuan, itu sebabnya baik penjual maupun pembeli lebih baik berhati-hati dan melakukan pembayaran secara tunai ketimbang online kalau bisa.“Yan, di mana?” Danish sudah
Ikrar bersiul sepanjang jalan, Sayna tidak tahu anak itu kenapa dan juga tidak berniat untuk menanyakannya. Lebih baik bertanya soal kejanggalan ini pada Danish setelah mereka bertemu nanti, karena Danish lebih bisa dipercaya ketimbang adik laki-lakinya.Mereka bertolak ke rumah Danish pukul 7, usai makan malam agar tidak terlalu lama di luar rumah, sebab paling lambat jam 9 Sayna sudah harus kembali. Dan sepanjang perjalanan itu pikirannya melayang-layang, apakah Danish memberi Ikrar pelajaran? Apa Ikrar diancam? Atau justru... disogok?Diancam sih mana mungkin, Danish kan sangat manis dan menggemaskan. Kalau disogok, dengan apa dia menyogok bocah tengil ini? Apa mereka bahkan sudah bertemu diam-diam di belakangnya?“Rumah Bang Danish bagus ya, Teh? Nanti kalau Teteh sama dia nikah beli rumah kayak gini juga, soalnya rumah ibu buat aku sama istri aku nanti.”Sayna langsung meringis begitu turun dari sepeda motor dan sampai di depan rumah Dani