Ify dan Sivia turun dari gocar tepat di depan pintu utama Tunjungan Plaza. Cuaca masih sangat panas meski sudah pukul tiga sore. Tak ingin membuang waktu, keduanya dengan cepat masuk ke dalam mall dan menghela napas lega saat rasa sejuk merasuk kulit. "Mau beli apaan buat kado?" tanya Ify setelah beberapa saat mereka berjalan."Belum kepikiran juga, lo ada saran?""Baju? Tas?"Sivia menggeleng. "Udah terlalu banyak.""Make up?" Sivia kembali menggeleng. "Masih banyak juga."Ify menghela napas, keduanya berhenti sejenak di depan sebuah counter minuman."Beli minum dulu, gue haus."Keduanya membeli minum, lantas duduk sejenak di kursi, berpikir sejenak tentang barang yang ingin mereka beli, karena terlalu melelahkan jika terus berjalan tanpa tujuan di mall sebesar ini."Jadi, lo belum ada gambaran sama sekali tentang hadiah yang mau lo beli?""Sebenernya, udah sih! Tapi masih bingung.""Emang mau beli apa?""Cook set?" Sivia berkata setengah bertanya. "Akhir-akhir ini nyokap lagi hob
Duduk bersila di ranjang dengan ponsel yang ada di depannya, Ify berkali-kali menghela napas panjang. Tangannya dengan cepat mengambil ponsel saat terdengar bunyi notifikasi, lalu menghela napas kecewa setelah melihatnya. "Gue ngapain, sih?" rutuknya. Ify kemudian membaringkan diri, membiarkan ponselnya dalam keadaan terkunci di kaki ranjang. Matanya menerawang menatap langit-lagit, mencoba mendistrak pikiran yang sejak tadi gentayangan di otaknya.Sudah pukul sepuluh malam. Memang lebih baik dirinya tidur karena besok masih shift pagi.Ify memejamkan mata. Menghitung domba berharap ia segera tertidur seperti biasa, tapi sial sekali matanya tak bisa diajak bekerja sama. Ting!Mata Ify kembali terbuka lebar. Tubuhnya tanpa diperintah refleks bangkit dan mengambil ponsel, membuka kunci lalu melihat pesan masuk.P. Lintang Headchef : Ify, saya besok ijin cuti mendadak karena nenek saya meninggal. Saya sudah ijin cuti ke Pak Bagas dan diapprove. Tapi Bu Dea tidak bisa menggantikan po
Rio mengumpat pelan. Malam sudah sangat larut dan dia baru saja menyudahi acara makan malam. Rio pikir, undangan makan malam dari Menteri Perindustrian itu hanyalah makan malam biasa sebagai perayaan atas berhasilnya kerjasama di antara mereka. Rio tak pernah menyangka, jika tua bangka itu akan membawa putrinya. Rio tak bodoh, hal seperti ini seringkali ia alami. Banyak para pejabat yang menginginkan dirinya untuk putri mereka, terkadang menggunakan sedikit ancaman yang sayangnya tak mempan untuk Rio. Ia pantang melakukan sesuatu yang tak ia inginkan. Namun kehadiran Clara, putri dari Pak Heru benar-benar di luar rencananya. Awalnya, hanya ada dirinya dan Pak Heru di ruang privat salah satu restoran terkenal. Membahas tentang bisnis yang membuat Rio hampir lupa waktu. Saat bersiap untuk pamit, tiba-tiba saja seorang perempuan yang kemudian ia tahu adalah anak dari Pak Heru masuk ke dalam ruangan. Perasaan Rio semakin kacau saat Pak Heru justru pulang lebih dahulu dan menitipkan ana
Tangan Rio masih gemetar. Meski dokter sudah menjelaskan jika Ify hanya kelelahan dan kekurangan cairan, bahkan bisa sadar tak lama lagi, tapi rasa takut masih menjalar di hatinya. "Kamu pembawa sial, tau nggak?""Semua orang yang ada di dekatmu bakalan sial.""Anak sial, orangtua kamu mati gara-gara kamu.""Gara-gara kamu, anak saya mati. Harusnya saya tidak ijinkan anak saya menjalin hubungan sama kamu.""Pak Rio, bapak tidak apa-apa?" Rio terbangun dari lamunan dan menatap Sivia yang tengah melihatnya dengan raut khawatir."Saya tidak apa-apa," ucapnya mencoba untuk tak bergetar. Kedua tangannya mengepal erat di samping tubuh."Ify nggak akan kenapa-kenapa kok, Pak! Memang gitu anaknya sering lupa minum. Apalagi hari ini dia gantiin posisi Pak Lintang, jadi kecapean." jelas Sivia.Rio hanya mengangguk. Penjelasan Sivia sama sekali tak membantunya."Bapak pucet banget, apa nggak lebih baik bapak pulang buat istirahat? Kan nggak lucu kalau Ify siuman tapi gantian bapak yang pingsan
Sungguh, Ify sama sekali tak pernah mengira akan berada di posisi ini. Selama ini Jade Imperial tak menetapkan managerial layaknya restoran bintang lima. Dengan adanya dua tim untuk berganti shift, dua headchef dan empat chef utama, Jade Imperial berjalan dengan lancar. Meskipun sebagai chef mereka harus menguasai berbagai macam masakan. Mulai dari saucier, poissonnier, butcher, roast, vegetable, meat, cool-food, fry, pattisier, Ify dan Sivia dituntut untuk bisa menguasai itu semua. Beruntung untuk bagian Commis, Cook helper dan expediter ada sendiri, atau biasa mereka sebut sebagai 'asisten'.Senin pagi sebelum Jade Imperial buka, meeting dadakan membuat semua karyawan mengumpat. Lantaran mereka harus datang lebih pagi daripada biasanya. Termasuk Ify yang meskipun tinggal menyebrang, tapi karena tidurnya yang terlalu larut lantaran sleepcall dengan Rio membuatnya lumayan tergesa. Keluar dari kamar sambil menguncir rambut, menyaksikan sang adik yang sudah duduk manis dengan wajah cemb
"Ada yang mengganggu pikiranmu?"Ify tersentak, lantas tersenyum dengan canggung melihat Rio dan Atan yang melihatnya dengan heran."Mama kenapa?" tanya Atan setelah menelan makanan yang ada di mulut. "Tidak, aku tidak apa-apa," jawab Ify dengan senyum lebar. Mencoba untuk mendistraksi pikirannya dengan makanan yang ada di depannya.Tidak! Ify sudah tidak memikirkan tentang gosip tempo hari yang menimpanya. Hanya saja, sudah satu minggu sejak kejadian ia pingsan, dan Rio belum juga menjelaskan apa yang dulu ingin ia jelaskan. Bertanya sekarang pun bukan waktu yang pas, perbincangan mereka tidak seharusnya didengar oleh Atan. Bocah lucu itu sedang menikmati makanannya dengan bahagia. Mulutnya belepotan penuh saus katsu. "Atan makannya pelan-pelan, sayang!" Ify terkekeh sembari mencabut tisu dan mengusap sekitar mulut Atan. Atan nyengir. "Habisnya enak sih, Ma! Kalau aku bisa makan bekal buatan mama tiap hari pasti enak.""Atan mau dibikinin bekal?"Atan mengangguk dengan semangat."
"Untuk hadiah utama kasih aja liburan gratis satu minggu ke luar negeri."Gabriel melongo. Ia sama sekali tak mengerti dengan sikap bos besarnya akhir-akhir ini. Sebelumnya, ia tak terlibat sejauh ini untuk acara kecil yang ia adakan sebagai acara rutin Bfood. Ada banyak cabang perusahaan yang pastinya membuat laki-laki itu sibuk, sehingga ia hanya perlu menyiapkan proposal dan kegiatan sepenuhnya dihandle oleh Bfood. Rio hanya akan menerima laporan pertanggungjawaban saat kegiatan selesai.Namun tahun ini, Rio juga ingin berpartisipasi sebagai juri.Sebuah langkah yang membuat para dewan direksi pun berkomentar jika Rio melakukan suatu hal yang tak perlu. Namun, apa yang bisa mereka lakukan? BIAN GROUP adalah kerajaan bisnis yang 60% saham dipegang oleh Rio. Jadi, mereka bisa apa? Keputusan mutlak ada di tangan Rio.'Nona, mohon tidak masuk dulu, Pak Rio sedang ada tamu''Aku nggak peduli, cepat minggir!'Perdebatan keras yang terdengar membuat meeting antara Gabriel dan Rio tertunda
Ify menyadarkan tubuhnya di sofa. Setelah insiden tadi, Rio sudah lebih baik. Tak lagi gemetar dan kini sedang tertidur di paha Ify dengan nafas yang teratur. Ify tak tahu, apa yang menimpa laki-laki berkharisma ini sehingga begitu berantakan, tapi Ify tahu jika Rio tengah sakit. Maka tak ada yang bisa dilakukan Ify kecuali menawarkan bahu dan pelukan untuk Rio yang tengah terluka.Ify juga tak berani menanyakan apapun, hanya memberikan usapan pelan di kepala Rio hingga tertidur. Ify mencabut tisu dan mengelap keringat yang membasahi pelipis dan leher. Wajah rupawan itu terlihat sangat pucat. Sorot mata yang biasanya menatapnya dengan teduh tertutup dalam kelopak mata yang sesekali berkedut. Hidungnya yang mancung membuat Ify tergerak untuk menyentuhnya pelan.Sempurna.Adalah kata yang menggambarkan fisik Rio.Tapi bagaimana pun, tidak ada manusia yang sempurna, dan Ify sudah diperlihatkan bagaimana manusia yang terlihat sempurna itu kini tak berdaya.Ify tersentak saat tangannya yan