Share

1

Laras melirik jam yang menempel di tangan kirinya, jarum pendek sudah menunjuk angka lima. Bergegas, ibu dua anak itu meraih tas yang berisi keperluan sang putri dan berjalan keluar dari ruang kerjanya. 

Bekerja di kedai sendiri memang memiliki kelonggaran waktu bagi Laras, kedai merangkap toko kue yang ia rintis bersama sahabatnya Sonya sejak tiga tahun yang lalu. 

Saat tiba di tangga senyum Laras terkembang sempurna, ibu muda itu meraih uluran tangan sang putri yang juga menyambutnya antusias.

"Uhh anak mama, nunggu lama ya sayang."

"Mama. pulang," rengek Sasa.

"Iya ini mama, pulang yuk udah sore."

Setelah berpamitan kepada para karyawan Laras berjalan menuju mobilnya, pulang di saat bersamaan jam-jam pulang kantor begini memang macet tapi beruntung anaknya bukan bocah yang rewel.

Setiba di depan rumah, ibu dua anak itu segera turun dari mobil. Membuka pintu sebelah untuk mengendong sang putri, rumahnya gelap karena memang saat ini sudah memasuki waktu magrib.

"Tunggu di sini ya, mama siapin makan malam dulu."

Laras mendudukan putrinya di depan televisi yang baru saja ia nyalakan, menayangkan kartun dua bocah berkepala botak. 

Dia tidak perlu khawatir, karena putrinya lebih tertarik pada layar yang menampilkan warna dan suara itu dari pada berjelajah di sepanjang ruang. 

Falisha Wiryawan, bocah cantik yang menemani hari-hari Laras yang dulunya sepi menjadi penuh warna sejak kehadirannya. 

Buah cinta, ah bukan, baginya Sasa hanya anaknya. Anak yang mati-matian ia perjuangkan di saat ayahnya sendiri berniat untuk melenyapkannya.

"Makan dulu yuk, mama udah masak sayur bening kesukaan Sasa."

Tau dengan ajakan sang mama, Sasa memekik antusias kakinya di hentak-hentakkan bergantian ke lantai dengan semangat membuat Laras berjalan tergesa menuju sang putri takut anaknya akan jatuh karena belum bisa menjaga keseimbangan.

"Jangan hentak-hentak sayang," seru Laras.

"Makan ma."

Sepertinya putrinya benar-benar lapar, menatap binar mata Sasa membuat Laras tersenyum bahagia. Anaknya ini mudah sekali lapar persis seperti dirinya. Padahal saat di mobil tadi bocah itu sudah menghabiskan beberapa keping roti dan lihatlah sekarang betapa antusiasnya sang putri saat dirinya mengajak makan malam.

"Nah, anteng ya. Mama siapin makanannya dulu."

Setelah mendudukan putrinya, Laras dengan cekatan menyiapkan makan malam mereka. Dengan Lauk sayur bayam dan tempe goreng, menu sederhana itu berhasil membuat perut Laras berdemo meminta di isi.

Bergantian Laras menyuapkan makanan ke mulut putrinya dan dirinya sendiri, nasi untuk Sasa memang harus lembut karena anaknya itu tidak terlalu suka nasi pulen.

"Selesai. Sekarang duduk disini ya. Mama mau beresin meja makan dulu."

Mendudukkan putrinya di karpet berbulu, Laras mengambil beberapa mainan untuk teman bermain sang putri. 

Menjadi orang tua tunggal mengharuskan Laras untuk benar-benar pintar dalam membagi waktu. Tidak terlalu sulit sebenarnya karena putrinya memang anak yang cenderung pendiam saat sudah bertemu dengan mainan kesukaannya. 

Tapi jangan ditanya saat Sasa sedang aktif, bocah itu tidak akan bisa diam di mananapun gadis kecil itu berada. Keaktifan Sasa inilah yang membuat Laras tak henti mengembangkan senyum. 

Setiap hari tingkah sang putri, pertumbuhan sang putri adalah hal yang menjadi prioritas Laras untuk saat ini. Baginya, kebahagiaan dan tumbuh kembang Sasa adalah nomor satu.

"Main apa sayang?"

"Ngeng ngeng mama."

"Kakak udah belum mainnya? Tidur yuk. Mama ngantuk nih."

Sasa mengerjabkan kedua matanya lucu membuat Laras tak tahan untuk tak mencium kedua belah pipi gembil sang putri. Sasa yang mendapat serangan mendadak dari mamanya memekik terkejut namun tak urung kikikan geli berhasil gadis kecil itu keluarkan. 

"Sekarang kita terbang ke kasur. Wiuuu."

*****

Laras menatap wajah damai Sasa yang tertidur lelap, cantik adalah kata yang selalu ia rapalkan saat memandangi anaknya. Hidung Bangir, bibir tipis turunan darinya dengan bulu mata lentik dan rambut hitam lebat membuat siapapun menganggukkan kepala setuju dengan kecantikan sang putri. 

Saat-saat malam beginilah dia bisa santai beristirahat, Laras selalu sibuk untuk mempersiapkan masa depan putrinya. 

Tak ada jaminan untuk mereka selalu hidup enak dan tercukupi jika ia tidak bekerja, Laras rela banting tulang untuk kehidupan anaknya agar tercukupi. 

Terkadang rasa lelah tak bisa perempuan muda itu elak, lelah fisik juga lelah batin. Namun selagi masih ada Sasa di sampingnya, bagi Laras itu bukan suatu masalah yang besar. Sasa adalah kekuatannya, senyum gadis kecil itu adalah obat rasa lelahnya. Tak ada yang lebih membahagiakan selain senyum indah yang terpatri di bibir sang putri.

"Jadi anak sholehah ya sayang, maafkan mama belum bisa memberikan yang terbaik buat Sasa."

Laras mencium puncak kepala sang putri lembut, matanya selalu berkaca-kaca saat mengingat bagaimana ia dulu berjuang untuk Sasa. 

Perjuangan yang sangat berat di tengah kekalutan yang Laras rasakan, mendongak Laras tak mau air mata itu turun kembali. Sudah cukup dulu ia meratapi semuanya, tapi sekarang karena saat ini ia harus kuat untuk anaknya.

Menarik selimut ibu dua anak itu memilih untuk tidur mengistirahatkan tubuh lelahnya, menyusul sang putri yang lebih dulu memasuki alam mimpi. Ia cukup lelah setelah seharian ini bekerja, kedai mereka cukup banyak pelanggan yang datang dari pagi hingga sore tadi membuat Laras tak bisa hanya duduk diam di kursi ruangannya. Perempuan itu juga ikut turun tangan membantu para karyawan untuk melayani para pembeli yang datang.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Nunyelis
aku jg pusing dua anak tp cm sasa doang yg ada...........................
goodnovel comment avatar
Sepasang Sepatu ?
satu lagi siapa nama anaknya?
goodnovel comment avatar
yenyen
dua anak?satunya mana?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status