Hari ini Avin menginjak usia Empat bulan. Balita itu semakin aktif dengan pipi yang semakin montok. Kulitnya yang putih bersih menurun dari papanya, hanya bibir yang menjiplak sempurna milik Laras. Avin tertawa girang saat sang papa menciumi pipi balita itu bergantian. Laras yang memperhatikan turut tertawa melihat putranya segirang ini. Bahagia tampak menghiasi raut perempuan itu. "Teh, Minum dulu sini." Laras melambaikan tangan memanggil Yaya yang berlarian kesana kemari. Bocah itu tampak bahagia berada di taman luas seperti ini. Tentu saja karena Yaya menyukai alam bebas. "Mama, capek. Mau teh aja, yang kemalin Yaya beli sama kakak," pinta bocah itu sembari mengusap keringat yang menuruni pelipis. Laras yang gemas menarik putrinya mendekat dan mengelap keringat itu dengan tissue yang tadi sengaja dibawa dari rumah. "Gimana? Seger?" tanya Laras menatap putrinya geli. Pasalnya bocah itu minum dengan tergesa membuat Laras yang mengamati sejak tadi merasakan takut putrinya akan t
Flash BackSejenak Laras terdiam kaku tanpa sanggup melakukan apapun. Perempuan itu mendudukkan diri di kursi kerja dengan tubuh yang tiba-tiba melemas dan kedua tangan menutup wajah sepenuhnya.Laras tak mampu berfikir, otaknya tiba-tiba kosong bahkan hanya air mata yang mengalir tanpa suara."Ras, ada apa?"Sonya yang baru tiba mendekati sabahabatnya dengan gusar, melihat Laras yang tadi baik-baik saja dan sekarang menangis membuat Sonya khawatir. Sonya kembali karena menyadari ponselnya yang tertinggal. Namun perempuan hamil itu dibuat shock melihat keadaan Laras. Bahu Laras bergetar dengan tangan yang bertumpu pada meja."Ayo," ujar Sonya sembari menuntun sahabatnya untuk duduk di sofa ruang kerja mereka.Perempuan yang tengah hamil itu memeluk tubuh Laras disertai usapan lembut, Sonya tak akan bertanya lagi sebelum Laras benar-benar bisa menguasai diri. Setelah tenang Laras menceritakan semuanya pada Sonya, bahkan perempuan itu juga berte
"Kenapa senyum-senyum sendiri pa."Suara Laras yang menginterupsi membuat David panik, buru-buru laki-laki itu menyembunyikan buku diary yang sedang dipegangnya."O--ohh, itu ma ..," jawab David terbata, binggung hendak menjawab apa."Itu apa?."Laras yang curiga mengernyitkan kening samar, mata perempuan itu awas melihat tangan suaminya yang disembunyikan dibelakang tubuh. Cepat Laras mengintip. Perempuan itu memanyunkan bibir saat tahu apa yang sedang suaminya pegang saat ini."Ihh, kok dipegang sih? Pasti mas senyum-senyum karena baca diary ku ya. Kenapa gak izin dulu, itu namanya mencuri," omel Laras kesal.David yang ketahuan dan merasa bersalah hanya menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Jujur saja ia merasa tak enak pada sang istri."Mas penasaran sayang. Tadi nemu di bawah tumpukan baju pas tadi mau cari baju," Jawab David tak berbohong."Tapi kenapa dibaca, mas tau kan aku malu," ujar Laras dengan menunduk."Kenap
Wanita cantik bertubuh mungil itu duduk sendirian di kursi taman dengan gelisah, sedari tadi matanya menelisik ke penjuru taman berharap orang yang sedari tadi ia tunggu segera tiba. Sudah sejak tiga puluh menit yang lalu ia duduk disini dengan segala perasaan gamang dan cemas yang bergumul di dada membuat Laras semakin di landa rasa takut. "Maaf sayang tadi mas masih ada meeting." Suara bariton yang tak asing ditelinga membuat Laras mengangkat wajah, wanita itu menatap David yang saat ini tengah menampilkan senyum hangat seperti biasa. "Gapapa. Mas, ada yang ingin aku bicarakan." Laras menatap David takut-takut membuat laki laki yang kini tengah berdiri di depan perempuan itu mengerutkan kening binggung namun tak urung mengangguk mengiyakan. "Ya, katakan." "Aku hamil." To the point Laras berucap dengan satu tarikan nafas, suaranya yang bergetar berusaha perempuan itu redam sebisa mungkin. Sedang David, laki-laki itu menatap sa
Laras melirik jam yang menempel di tangan kirinya, jarum pendek sudah menunjuk angka lima. Bergegas, ibu dua anak itu meraih tas yang berisi keperluan sang putri dan berjalan keluar dari ruang kerjanya. Bekerja di kedai sendiri memang memiliki kelonggaran waktu bagi Laras, kedai merangkap toko kue yang ia rintis bersama sahabatnya Sonya sejak tiga tahun yang lalu. Saat tiba di tangga senyum Laras terkembang sempurna, ibu muda itu meraih uluran tangan sang putri yang juga menyambutnya antusias. "Uhh anak mama, nunggu lama ya sayang." "Mama. pulang," rengek Sasa. "Iya ini mama, pulang yuk udah sore." Setelah berpamitan kepada para karyawan Laras berjalan menuju mobilnya, pulang di saat bersamaan jam-jam pulang kantor begini memang macet tapi beruntung anaknya bukan bocah yang rewel. Setiba di depan rumah, ibu dua anak itu segera turun dari mobil. Membuka pintu sebelah untuk mengendong sang putri, rumahnya gelap karena
David mengetuk bolpoin yang sedang di pegang keatas meja, wajahnya yang kusut menyiratkan rasa frustasi. Menyender pada kursi kerja, laki-laki matang itu memejamkan matanya sejenak saat rasa pening menghampiri.Mamanya benar-benar menguji kesabarannya, perempuan paruh baya itu tak pernah lelah menghampiri kantornya hanya untuk menanyakan kapan ia akan membawa pasangannya ke rumah untuk di kenalkan pada keluarga besar mereka.Tidak ada masalah sebenarnya toh ia juga sudah memiliki kekasih, tapi mimpi sialan yang sering menghampiri malamnya beberapa Minggu terkahir benar-benar membuat dirinya panas dingin.David mengedarkan pandangan pada lapangan luas yang dipenuhi rumput dan bunga putih, tidak ada siapapun disini selain dirinya. Ia berjalan pelan saat cahaya putih tiba-tiba menghalangi pandanganya, membuat laki-laki itu harus memejamkan mata sebentar. David berjalan hat-hati saat tiba-tiba seorang anak lelaki kecil men
Pak Suryo mengendarai mobil dengan santai.Memilih pulang ke apartemen adalah pilihan terbaik untuk saat ini dari pada nanti telinganya panas karena omelan mamanya akibat tidak mendengarkan titah sang ratu. Namun telefon mamanya pagi tadi berhasil membuat David mengurungkan niat. Laki-laki itu akhirnya memilih putar balik dan pulang ke rumah orang tuanya. Karena jika tidak perempuan paruh baya itu akan mengomel tanpa henti hingga ber jam-jam tanpa bosan.Sejujurnya masalah mereka masih sama, kapan David akan membawa calon istrinya ke rumah. Oh hallo, dia hanya pria dewasa dan belum tua. 28 tahun dan berstatus taken tidak bisa di bilang bujang lapuk bukan.Bukan kenapa-kenapa, hanya saja David belum siap mengenalkan pacarnya pada keluarga besar mereka. Entah bagaimana, ia hanya belum memiliki kemantapan hati.Ponsel yang berdering menganggu lamunan David, ya hari ini laki-laki itu memilih menggunakan sopir
Riana melambaikan tangannya saat menemukan David yang berjalan penuh wibawa memasuki restoran tempat mereka mengadakan janji makan siang."Aku kira kamu gak dateng mas? Aku telfon tapi hp kamu gak aktif?""Tadi masih di proyek, hp aku juga mati."Riana mengangguk tersenyum, memaklumi kebiasaan David yang memang sudah biasa terjadi saat laki-laki itu tengah sibuk dengan pekerjaan.Menjadi pewaris utama perusahaan sang ayah tak membuat David menjadi pemimpin yang manja dan semaunya sendiri, laki-laki itu selalu melakukan yang terbaik dan bekerja maksimal dalam pengerjaan proyek yang di emban.Tak heran di usianya yang masih muda David berhasil mengaet banyak investor dan menjadikan ia salah satu pengusaha muda yang sukses dan terkenal cerdas."Aku udah pesen makanan kesukaan kamu."David hanya mengangguk dengan senyum tipis."Emm.. mas, Senin depan kamu ada jadwal?"Riana bertanya dengan harap-harap cemas, taku