Share

3

Pak Suryo mengendarai mobil dengan santai.

Memilih pulang ke apartemen adalah pilihan terbaik untuk saat ini dari pada nanti telinganya panas karena omelan mamanya akibat tidak mendengarkan titah sang ratu. Namun telefon mamanya pagi tadi berhasil membuat David mengurungkan niat. Laki-laki itu akhirnya memilih putar balik dan pulang ke rumah orang tuanya. Karena jika tidak perempuan paruh baya itu akan mengomel tanpa henti hingga ber jam-jam tanpa bosan.

Sejujurnya masalah mereka masih sama, kapan David akan membawa calon istrinya ke rumah. Oh hallo, dia hanya pria dewasa dan belum tua. 28 tahun dan berstatus taken tidak bisa di bilang bujang lapuk bukan.

Bukan kenapa-kenapa, hanya saja David belum siap mengenalkan pacarnya pada keluarga besar mereka. Entah bagaimana, ia hanya belum memiliki kemantapan hati.

Ponsel yang berdering menganggu lamunan David, ya hari ini laki-laki itu memilih menggunakan sopir karena badannya memang lelah setelah kemarin melakukan peninjauan proyek yang memakan waktu lama. Ia tidak ingin hanya karena kecapekan tidak bisa fokus menyetir dan bisa berakibat fatal.

"Halo?"

"Kamu dimana aku jemput di kantor udah gak ada," kesal Riana.

"Baru pulang," jawab David singkat.

"Pulang kemana?"

"Ke rumah mama."

"Kenapa gak bilang sih, aku udah jauh-jauh jemput kamu. Eh ternyata malah pulang duluan."

"Aku lupa," jawab David.

"Kebiasaan banget, kalau begini bilang dong sayang. Yaudah, kamu nanti langsung istirahat aja. Titip salam buat mama kamu ya. Love you."

"Ya."

Riana wanita baik-baik, perempuan yang berprofesi sebagai dokter itu memang terkenal dengan sikap lemah lembutnya. Tapi entah bagaimana David belum juga memiliki keberanian untuk membawa hubungan mereka pada jenjang yang lebih serius.

Bukan masalah finansial jika dilihat dari pekerjaan mereka sebagai seorang dokter dan CEO muda tentu mereka memiliki tabungan berlebih.

"Sudah sampai pak."

David menganggukkan kepalanya pelan, laki-laki itu langsung keluar saat melihat sang mama baru saja membuka pintu rumah dengan bibir tersenyum lebar.

"Baru inget punya rumah ya pria tua?"

David yang mendengar sang mama menggoda hanya bisa pasrah dan menghembuskan nafas berat, mamanya memang sangat pandai dan lihai dalam hal sindir-menyindir.

"Ma, David capek. Baru aja pulang udah dapet sindiran."

David berbicara memelas, berharap mamanya itu akan mengerti dan berhenti menggodanya. Atau jika tidak dia akan menyesal pulang ke rumah.

"Lhoh mama berbicara fakta lho mas. Udah berapa lama kamu gak pulang? Mama rasanya gak punya anak sulung."

David tahu mamanya merasa kesepian, papanya yang masih sibuk berbisnis dan adiknya yang masih mengenyam pendidikan di luar kota di tambah dia yang memilih tinggal sendiri dengan alasan jauhnya jarak dari rumah ke kantor jika di tempuh dari rumah benar-benar membuat sang mama merasa sendiri di rumah.

Laki-laki itu memeluk mamanya dari samping, merasa bersalah sekaligus bingung harus bagaimana. Ia memilih diam, jika sang mama sudah mengeluarkan jurus andalannya.

"Makanya kamu cepat nikah dong. Kasih mama cucu yang banyak biar mama gak kesepian lagi. Jangan sampai jadi perjaka tua."

Amit amit. David membatin.

"Mama yang sabar ya, David juga lagi seleksi calon mantu kok buat mama."

"Halah, kemarin-kemarin mama kenalin anak teman arisan mama kamu selalu nolak. Pake cari alesan nyari sendiri."

David meringis pelan, maman nya ini memang juara jika masalah berdebat. Dari pada durhaka dan di kutuk ia memilih diam dan mendengarkan omelan sang mama yang tidak akan ada habisnya.

*****

"Anak Lo udah tidur?"

"Udah baru aja, tumben malem-malem ke sini. Ada perlu apa?"

Sonya, sahabat Laras itu menghembuskan nafas berat. Niat hati ke rumah sahabat untuk numpang tidur, tapi jika pertanyaan Laras tadi tidak ia jawab ia yakin sahabatnya itu tidak mengijinkannya menginap di sini.

"Bunda berulah lagi. Capek gue cari alesan."

"Apa salahnya sih turutin apa kata bunda, dari pada di uber pertanyaan yang sama terus."

"Ras lu tau gue kan?"

Sonya memicingkan matan sebal, orang di depannya ini apakah tidak faham juga.

"Kalo Lo begini terus, gue yakin gak bakal ada yang nyangkut di hati. Lupain yang lalu nte, Lo butuh sosok baru."

"Enak ya ngomong, Lo sendiri gimana? Masih stuck sama mantan kan?"

Laras melempar bantal kesal, selain judes sahabatnya itu juga memiliki mulut yang pedas. Pantas saja sampai sekarang tidak ada laki-laki yang berani mendekat.

"Kita lagi bahas masalah Lo ya, jangan suka ngalihin pembicaraan deh."

"Tau lah gue capek butuh tidur. Besok kerja, gak ada waktu buat mikir begituan."

Sonya berdecak dengan mulut yang terus mengomel membuat Laras menggelengkan kepalanya maklum, mereka bersahabat sejak Laras pindah ke kota ini membangun usaha mereka Bersama-sama penuh perjuangan. Sonya dan keluarganya adalah orang-orang baik yang mau menampung dan mempercayainya saat orang lain membencinya. Laras berhutang banyak pada keluarga sahabatnya itu.

*****

"Nteee,... Jangannn," Sasa berseru jengkel.

Sonya yang masih tidak berhenti menggoda Sasa, membuat sang empu menjerit sebal dengan mata melotot. Bagi Sonya membuat keponakanya kesal adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Bocah itu bahkan terlihat sangat imut saat sedang marah.

"Nte jangan digoda nanti dia ngamuk."

Laras berusaha untuk membuat sahabatnya itu sadar, semakin tua tingkah Sonya semakin menjadi. Sudah setua itu tapi hobi sekali menggoda anak kecil. Ia jadi tidak bisa membayangkan bagaimana jika sahabatnya itu memiliki anak sendiri.

"Uluh-uluh cantiknya Tante marah ya sampe melotot begitu. Kedip sayang nanti kelilipan."

Tak habis akal Sonya semakin membuat gadis kecil itu kesal, dia tidak akan mempan hanya dengan di beri nasehat.

"Maaf ya cantik, Tante hanya bercanda tadi."

Sonya berbicara dengan bibir monyong mencium pipi Sasa gemas, sedang yang di cium memekik keras karena rasa geli.

"Udah yuk, keburu siang."

Laras menggendong Sasa setelah mengeluarkan titah sedang Sonya segera berdiri dari duduknya dan menuju keluar rumah untuk memanaskan mobil.

"Ras, Lo yakin gak perlu pake asisten rumah tangga?"

Laras menoleh menatap Sonya yang kini tengah fokus menyetir, jalanan pagi ini tidak sepadat pagi dan sore hari mengingat waktu sudah melewati jam-jam sibuk.

"Gue gak repot nte. Tenang aja, semua masih bisa ke handle kok.."

"Gue tau. Tapi gak kasian badan apa? Pagi sampe sore gak ada istirahatnya"

"Gak masalah kok, lagian gue libur seminggu dua kali. Kenyang di rumah."

Sonya hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Sebagai sahabat yang baik ia memikirkan seberapa sibuk sahabatnya itu, hal ini sudah sering mereka bahas sebelumnya dan jawaban yang ia terima tetap sama.

Ia kasihan melihat kesibukan Laras harus mengurus rumah, anak dan kedai mereka bersamaan. Tak bisa ia bayangkan betapa lelahnya Laras.

Setiba di kedai mereka keluar mobil bersamaan, tersenyum ramah menyapa para karyawan dan memberikan semangat pagi kepada mereka.

"Besok gue survey lokasi Ras. Lo jaga sendiri gapapa kan?"

"Santai aja. Lagian udah kebiasaan kan lo tinggal."

Laras mengerling menggoda membuat Sonya menarik sudut bibirnya ke atas jengah.

"Ponakan gue mana? Perasaan tadi sama lo."

"Ikut Sinta di belakang, katanya mau nangkep kupu.".

"Anak lo makin gede makin banyak tingkah ya, mana mukanya mirip bapaknya"

Laras memilih diam tidak menanggapi, tangannya sibuk dengan rekap penjualan bulan ini.

"Lo denger gue gak sih?"

"Denger. Terus gue harus nanggepin gimana. Orang anaknya."

"Ibu sama anak sama-sama suka bikin kesel."

Laras hanya menggeleng.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
kapan ya Laras ketemu David ??
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status