Share

7

Mall adalah tempat yang mereka pilih untuk menghabiskan akhir pekan bersama. Laras mengandeng Sasa memasuki salah satu toko mainan bus tayo yang sejak masuk tadi ditunjuk-tunjuk sang anak. Sasa memang berbeda dengan bocah perempuan sebayanya lainnya. Jika anak perempuan lain bermain dengan boneka maka berbeda dengan Sasa yang lebih suka dengan mainan anak laki-laki. Seperti mainan yang baru saja mereka beli.

Laras sendiri terkadang binggung, apakah dulu ia salah saat mengidam. Ataukah memang selera anaknya yang aneh.

"Ituu ma, yang biru," minta Sasa.

Bocah kecil itu menunjuk tayo berwarna biru yang bertengger manis di etalase. Kakinya menghentak-hentak dengan bibir yang tidak berhenti merengek.

"Mbak tolong yang biru ini ya."

Setelah membayar Laras mengendong anaknya yang tengah memeluk boneka tayo besar keluar dari toko tersebut.

Dia akan ke restoran Jepang setelah tadi pagi Sonya menghubunginya dan membuat janji di sana.

"Udah lama?" Tanya Laras setelah mendudukan dirinya di depan sahabatnya.

"Baru aja," jawab Sonya.

"Ada yang perlu gue bicarain ras. Dan ini menyangkut lo sama Sasa."

Sonya menarik nafas panjang. Ada suatu hal yang menganggu fikirannya sejak 2 hari kemarin. Namun baru hari ini ia memiliki waktu luang setelah beberapa hari ini di sibukkan dengan acara keluarga.

"Gue kemarin ketemu papanya Sasa." 

Keterkejutan nampak di mata Laras, namun perempuan itu lebih cepat mengendalikan diri hingga Sonya tidak menyadarinya.

Darimana sahabatnya itu tau rupa David mengingat Sonya tidak pernah bertemu langsung dengan laki-laki itu. 

Hanya selembar foto yang dulu ia bawa dan tunjukkan pada sahabatnya itu, namun setelah bertahun-tahun berlalu bukankah David sudah lebih matang. Dan tentu saja wajahnya mengalami perubahan bukan.

"Dia gak tinggal di sini. Toh lu belum pernah ketemu dia sebelumnya," Jawabnya mencoba menenangkan diri. Laras tidak pernah berfikir hal ini akan terjadi sebelumnya.

"Gue gak rabun buat ngenalin seseorang ras. Dari mata, hidung dan alis mirip Sasa. Lagian gue masih inget wajahnya lewat foto yang Lo tunjukin dulu. Ingat."

"Untuk apa dia kesini," Gumam Laras menyelidik. 

Apakah laki-laki itu menguntitnya selama ini. Tapi tidak mungkin. Dia tau bagaimana egoisnya laki-laki itu.

"Yang baru gue tau, ternyata dia sepupu jauh Sena."

"Bagaimana kalian bisa ketemu?"

Tuduhnya penuh selidik. Tidak mungkin Sonya berani berbuat sejauh ini.

"Jangan berfikir buruk dulu. Kita gak sengaja ketemu waktu acara keluarga kemarin. Kebetulan David datang mewakili keluarga Sena yang gak bisa hadir."

Ya Laras ingat. 2 hari sahabatnya itu izin karena acara tunangan yang pasti dari pihak laki-laki juga mengajak serta keluarganya. 

Ia sedikit bersyukur karena tidak bisa hadir sebab ada urusan pribadi yang tidak bisa di tinggalkan.

"Gue gak berharap apapun lagi nte."

"Hidup gue udah bahagia dengan Sasa," lanjutnya lagi. 

Sungguh hal yang selama ini ia hindari adalah bertemu laki-laki brengsek itu. Rasa sakit itu masih membekas di hatinya. Tidak mudah untuk memaafkan sesuatu yang menyakitkan. Dan waktu 4 tahun tidak mampu menghapus semuanya.

"Gue gak nyuruh kalian bersama. Cuma, apa lo gak mikirin anak lo."

"Sasa selama ini baik-baik aja hidup berdua sama gue. Jadi gak ada alasan apapun yang perlu gue khawatirkan."

"Gimana jika suatu saat nanti David menemukan keberadaan kalian," tanya Sonya lagi. Dia hanya berusaha berfikir rasional.

"Kalaupun selama ini dia cari gue bukannya dia menemukan gue dari lama. Dia bukan dari keluarga sembarangan nte, apapun bisa dia lakukan kalau itu memang keinginan dia."

"Bukannya lo juga memiliki kemungkinan terburuk."

Sonya menghembuskan nafas sejenak saat Laras hanya terdiam. Berbicara masalah ini memang tidak pernah ada ujungnya. 

"Dengerin gue. Bagaimanapun kalian pernah bersama. Gak mungkin David dengan mudahnya lupain lo apalagi dulu kalian putus karena Lo hamil kan."

"Ini memang gak mudah ras, tapi ingat. Apapun bisa terjadi. Dan kita gak akan tau apa yang akan lo temui nantinya," sambung Sonya lagi. 

Terkadang berbicara dengan Laras memang memerlukan penjabaran yang panjang. Sahabatnya itu hanya terlalu takut untuk memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi di masa depan.

Masalah lain adalah, Sasa. Bocah itu akan tumbuh semakin besar. Di usia yang semakin bertambah pula suatu saat nanti anak itu pasti mencari keberadaan ayah kandungnya. Akan menjadi Boomerang jika Laras tidak memikirkan itu dari sekarang.

*****

Sepulang dari mall Laras mendudukan dirinya di sofa setelah menidurkan anaknya di kamar. 

Pembicaraan dengan Sonya tadi benar-benar menganggu fikirannya. Kenapa ia tidak berfikir sampai ke sana.

Sonya benar, kemungkinan apapun itu bisa saja terjadi. Dan jika ketakutan yang membayanginya selama ini benar-benar terjadi Laras tidak tau harus berbuat apa.

David memang tidak menginginkan anak mereka. Ia tahu karena menghamili wanita di luar nikah memang perbuatan yang memalukan, apalagi mantan pacarnya itu bukan berasal dari keluarga sembarangan. Sudah pasti laki-laki itu menginginkan lenyapnya janin mereka.

Hal lain yang paling ia takutkan adalah jika suatu saat nanti Sasa bertemu dengan papanya. Ia hanya takut laki-laki itu berubah fikiran dan merebut anaknya seperti cerita-cerita di novel yang pernah ia baca.

Nggak, itu semua gak boleh terjadi. Laras bisa gila jika David benar-benar melakukan hal itu.

Sekian tahun ia berusaha melupakan semua hal yang menyangkut laki-laki itu, tapi kenapa sampai sekarang nama itu enggan enyah dari fikirannya.

Bukan karena rasa cinta. Tapi benci karena perbuatan David dulu. Terkadang Laras mengutuk dirinya di masa lalu. Kenapa dia tidak bisa menjaga diri. Kenapa semua ini harus terjadi padanya. Laras tidak menyesali hadirnya Sasa, dia hanya merasa hina dan bodoh.

****

"Lho mas kamu gak kerja?"

Diana bertanya saat melihat anaknya menuruni tangga dengan celana training dan sepatu olahraga.

"Ini hari libur ma. David keluar dulu ya."

Setelah mencium punggung tangan sang mama. David segera keluar rumah untuk lari-lari kecil memutari komplek. 

Sudah menjadi jadwal rutinnya melakukan olahraga ringan jika weekend seperti sekarang ini. 

Dulu sewaktu ia masih tinggal di Semarang untuk kuliah dan mengelola perusahaan di sana, David sering menghabiskan akhir pekan dengan lari-lari pagi bersama Laras. Setelah merasa capek mereka baru akan berhenti dan memakan bubur ayam di tempat langganan mereka berdua.

David ingat bagaimana Laras begitu lahap memakan makanan itu tanpa merasa canggung ataupun malu. Tingkah perempuan itu benar-benar murni tanpa di buat-buat. 

Mengingat semua itu membuat dirinya merasa bersalah sekaligus menyesal. Karena jujur saja ia masih mencintai Laras sampai sekarang walaupun ada Riana disisinya. Perempuan itu tidak tergantikan oleh siapapun.

Tak mudah melupakan perempuan polos dan lugu seperti Laras. Karena Laras lah ia berhenti bermain perempuan.

Ya, sejak SMA dia memang di kenal dengan julukan play boy. Bergonta-ganti pacar dan nongkrong adalah makanan sehari-harinya. Hal itulah yang mungkin membuat papanya tidak terlalu menyukainya.

Namun kelakuan buruknya itu berubah saat ia mengenal Laras, perempuan apa adanya dengan kecantikan alami. 

Laras benar-benar mampu mengubah hidupnya. Nasehat serta omelan perempuan itu berhasil mengubah hatinya untuk mau memperbaiki diri. Walaupun sulit nyatanya semua itu bisa dilakukan dengan konsisten. 

Namun sekarang semuanya berubah, karena perbuatan bodohnya dimasa lalu ia harus kehilangan Laras. Sampai sekarang pun dia tidak tau dimana keberadaan perempuan itu karena memang tidak ingin untuk mencari tahu. 

David belum berani menunjukkan dirinya mengingat bagaimana ia dulu dengan kejamnya menyuruh Laras melenyapkan anak mereka.

Terkadang David berfikir apakah Laras benar-benar menuruti ucapannya ataukah perempuan itu tetep mempertahankan kehamilannya. 

Sejujurnya David berharap Laras tetap mempertahankan anak mereka, katakanlah dia bejat dan brengsek. Karena dulu dia memang belum siap memiliki anak di usia muda.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status