Share

HL ~ 06

Zekha kembali dengan membawa sebuah selimut dan juga guling ditangannya. Ia meletakkan guling tersebut di bagian tengah tempat tidurnya. Setelahnya Zekha berbaring mengenakan selimut yang tadi dibawanya.

“Kamu, jangan melewati batas ini,” titahnya, ia langsung tidur memunggungi Jason.

Pikiran Zekha masih memikirkan pekerjaannya, ia masih berpikir bagaimana Jason menemukan beberapa kesalahan yang ia lewatkan.

‘Apa aku tanya saja dia yah?’ pikir Zekha. ‘Ah tidak, saat ini keadaan aku dan dia sangat canggung, apalagi tadi sempat sedikit memanas karena kehadiran Jesica,’ tolaknya lagi, ia gengsi untuk menanyakan hal itu pada suami kontraknya itu.

Ucapan yang dilontarkan oleh Zekha tak diindahkannya oleh pria itu, Jason maju dan memeluk tubuh Zekha dari belakang dengan erat. Jason mencium wangi rambut istri dinginnya itu, sejenak darahnya berdesir mengalir dengan hebat. Jantungnya berdegup, napasnya tak beraturan.

“Aku tahu kau ingin aku tidur sambil memelukmu sepeti ini kan? Di luar hujan dan sangat dingin, akan menjadi hangat jika aku memelukmu,” bisik Jason seketika membuat Zekha meremang.

Zekha sedikit mendorong suaminya itu. “Apa yang kau lakukan, aku tidak sedang menginginkanmu memelukku, aku hanya sedang berpikir bagaimana kau bisa menemukan masalah dalam pekerjaanku, padahal aku sudah memeriksanya berulang kali,” pekik Zekha sedikit menolak pelukan Jason.

Jason membalik tubuh Zekha. “Biarkan malam ini aku tidur dengan memelukmu, esok pagi aku akan memberitahunya padamu,” ucap Jason yang sudah memeluk erat istrinya itu.

“Baiklah, aku melakukan hal ini hanya demi pekerjaanku, bukan untuk menikmati pelukanmu, apalagi dada bidangmu,” akhirnya Zekha menyerah, ia tanpa sadar membenamkan wajahnya yang merona pada dada bidang Jason, pria itu tersenyum geli, dalam hatinya ia berseru bahagia karena dapat menaklukkan gunung es yang selama dua tahun ini tinggal bersama dengannya.

‘Dasar gunung es, ucapan dan hatinya sangat berbeda.’

*

Pagi hari, Zekha sudah bangun lebih awal, ia lari pagi dan pulangnya membawa dua porsi bubur ayam yang dibelinya saat hendak pulang. Setelah mandi dan bersiap, ia membuatkan secangkir kopi hitam yang biasa diminum oleh Jason.

“Aku belum bisa masak karena belum ada peralatan memasak. Esok weekend aku akan belanja keperluan dapur, beberapa hari makan yang ada saja dulu,” ucapnya seraya menyuguhkan bubur ayam yang ia beli tadi pada Jason.

“Aku akan meminta Rangga mengisi peralatan dapur siang nanti,” ucap Jason, tapi Zekha hanya terdiam tak menanggapi perkataan Jason, wanita itu makan dengan wajah yang masih memiliki beban pikiran.

Jason melihat wajah Zekha, entah apa yang sedang dipikirkan istri dinginnya itu, wajahnya terlihat gusar. Apakah Zekha masih memikirkan laporan yang semalam, begitu pertanyaan Jason dalam hatinya.

“Terima kasih, untuk laporan...” Jason memberitahu tentang laporan Zekha yang ada beberapa kesalahan.

“Baiklah, aku sudah mengerti. Aku berangkat dulu, akan ada rapat pagi ini.” Zekha yang sudah selesai makan meraih tasnya, dan pergi meninggalkan Jason begitu saja, tanpa kecupan perpisahan seperti pasangan normal lainnya yang sering ia lihat, atau seperti Ayah dan Ibunya yang selalu mesra.

“Haish, kapan pernikahan ini akan berjalan normal,” gumam Jason meneruskan makannya, ia tak ingin menyisakan makanan yang telah dibeli oleh Zekha untuknya.

*

Siang hari dikantor Zekha, jam makan siang Jeny mendatangi kantor menantunya itu. Ia membawakan makan siang untuk menantunya.

“Mamah mengapa repot-repot, aku bisa makan di kantin nanti,” ucap Zekha menyambut kedatangan mertuanya itu.

“Mamah tak repot, hanya ingin makan siang bareng kamu saja.” Jeny meletakkan kotak makanan yang ia bawa di meja dekat sofa, Zekha menghampiri mertuanya itu dan duduk di sampingnya.

“Makasih yah, Mah. Aku jadi tak enak pada Papah.” Zekha menyengir kuda, membayangkan Papah mertuanya yang cemburuan itu sedang merajuk karena istrinya makan siang bersama dengan menantunya.

“Biarkan saja Papahmu itu, dia sudah tua harus sering-sering mengalah pada yang muda. Sudah ayu makan, nanti keburu dingin,” ajak Jeny yang sudah selesai membuka kotak makan yang ia bawa, Zekha memakan masakan Mamah mertuanya itu dengan begitu lahap, rasanya sudah lama sekali ia tak makan siang masakan rumahan saat jam istirahat.

“Masakan Mamah memang selalu enak,” puji Zekha.

“Kalau enak, maka harus dihabiskan.”

“Pasti, akan aku habiskan. Jason pasti cemburu kalau tahu Mamah makan siang bersama denganku daripada dengannya.”

Zekha memang selalu bersikap lembut dan hangat pada Jeny, tapi ia akan bersikap dingin dan masa bodo pada suami kontraknya itu. Bukan sikapnya seperti itu, tapi semenjak ia menikah dengan Jason, Zekha hanya ingin memasang pembatas saja agar hatinya tak kebablasan memiliki perasaan yang tak seharusnya pada Jason.

“Zekha, mamah mau minta tolong. Jam istirahat kalau kamu ada waktu, tolong antarkan makan siang ke kantor Jason dan temani ia makan. Jason memiliki maag, dia sering mengabaikan jam makannya karena sangat sibuk dengan pekerjaannya, mamah takut kalau dia sakit. Sepertinya hanya kamu yang bisa membuatnya meninggalkan pekerjaannya sejenak, hanya sekedar untuk makan. Bawakan dia makanan dari kantin pun tak apa jika kamu tak sempat masak, yang penting sering-sering ajak dia makan siang, bisa kan?” pinta Jeny pada putri menantunya itu dengan memegang tangan Zekha, ia memang sangat menyayangi Zekha seperti putri kandungnya sendiri.

Zekha mengusap tangan Mamah mertuanya itu dan tersenyum lembut. “Mamah tenang saja, mulai esok aku akan mengantarkannya makanan dan kutemani anak dablek itu makan,” sahut Zekha dengan senyum lembutnya, meski dalam hati terasa berat karena harus selalu dekat dengan Jason, tapi ia tak bisa menolak permintaan Mamah mertuanya yang sangat menyayanginya itu.

Kedua orang tua Jason tak tahu kalau ia dan Jason menikah kontrak, dan pernikahan akan berakhir dalam waktu satu tahun lagi.

“Zekha memang paling mengerti mamah. Kalau begitu mamah pulang dulu yah.” Jeny bangkit setelah membereskan kotak makannya.

“Perlu kuminta Erlan mengantar Mamah pulang?” tanya Zekha.

“Tak perlu, mamah bisa pulang dengan menggunakan taksi,” tolak Jeny dengan halus.

“Enggak, Mah. Mamah tunggu sebentar, aku akan panggil Erlan untuk mengantar Mamah.” Zekha meraih teleponnya dan menghubungi sopir yang merangkap menjadi asistennya itu.

“Datang ke ruanganku sekarang,” titahnya dan telepon segera ia tutup.

Tak lama datang seorang pria muda yang tampan, dialah Erlan, sopir sekaligus asisten Zekha.

“Lan, antar Mamahku pulang yah,” titah Zekha.

“Baik, Nona.”

“Mamah hati-hati yah, jangan terlalu lelah. Weekend nanti aku akan mengunjungi Mamah,” ucap Zekha.

“Mamah tunggu, kalau begitu mamah pulang dulu.” Jeny pergi setelah saling berpelukan dan cium pipi kanan dan pipi kiri, mereka tak terlihat seperti menantu dan mertua, mereka lebih terlihat seperti Ibu dan putri kandungnya.

Hidden Love || Bintang Biru || GoodNovel

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status