Segera setelah Ryan berkata seperti itu, Bu Rona, salah satu Guru Killer di Sekolah kami itu pun datang. Karena beliau mendengar laporan dari para siswa tentang adanya keributan di kamar mandi perempuan lantai 5.
"Apa ini!? Apa yang kalian semua sedang lakukan? Dan kamu, Ryan! Mengapa kamu ada di kamar mandi perempuan!?" Ucap Bu Rona melontarkan berbagai pertanyaan kepada kami.
Kami bertiga pun ikut ke ruang Guru sesuai yang diperintahkan oleh Bu Rona. Namun, Ryan diperbolehkan untuk pergi terlebih dahulu, karena ini adalah permasalahanku dengan Naomi.
"Kamu tidak apa... jika aku pergi??" Tanya Ryan yang tampak begitu khawatir kepadaku.
"Em. Tidak apa." Jawabku sambil mengangguk pelan, dan setelah perkataanku itu Ryan akhirnya pergi keluar sesuai perintah Bu Rona.
"Kalian berdua, duduk!" Perintah Bu Rona dengan nada tegas seperti biasanya.
Bu Rona duduk tegak sambil menyilangkan tangannya dan memasang wajah garang andalannya,
Hari ini, keesokan harinya setelah kejadian itu, aku diperbolehkan untuk tidak masuk sekolah. Bu Rona meminta izin ke Sekolah agar membiarkan aku dan Naomi untuk belajar dari rumah selama dua hari selanjutnya, sampai hari Sabtu nanti. Bu Rona menyarankan hal itu, supaya kami bisa menenangkan diri terlebih dahulu. Beliau tahu bahwa aku dan Naomi pastinya juga tidak akan fokus belajar, jika harus ke Sekolah dalam situasi seperti ini. Bu Guru Killer satu ini memang terkenal pengertian. Dibalik sosoknya yang tampak seperti pembunuh berdarah dingin, tapi hatinya begitu penuh kasih bagai malaikat. *** 09.35 Hari ini, hari Minggu. Aku pergi ke Pasar untuk menemani Ibu membeli berbagai kebutuhan di Toko Laundry dan juga berbelanja untuk kebutuhan bulanan. Kami berangkat ke Pasar sedari pagi hari, dan baru pulang ke rumah di saat hari mulai petang. *** 17.30 “
Setibanya aku di Sekolah, aku langsung bergegas masuk ke ka kamar mandi karena sudah kebelet sejak di dalam bus tadi. Aku akhirnya selesai dengan urusanku dan langsung keluar. Namun, seketika setelah membuka pintu, tubuhku langsung terdiam kaku karena melihat pantulan wajah seseorang yang ada di dalam cermin kamar mandi. Dia kaget, aku pun kaget. Kami berdua sama-sama hanya terdiam, saling menatap satu sama lain. Suasana menjadi begitu canggung dan sunyi. Perempuan yang ada dihadapanku ini adalah gadis yang begitu aku ingin temui sejak kemarin. Ya, gadis di hadapanku ini adalah Naomi. "Hmm... Haalo... " Jawab Naomi dengan senyuman yang terlihat canggung. Aku langsung menjawab sapaannya dengan sebuah pelukan hangat. Aku benar-benar bingung harus berkata apa kepadanya. Begitu banyak yang hal yang ingin aku bicarakan. Segera setelah aku memeluk Naomi, kami berdua langsung menangis tersedu-sedu sambil sesekali menatap wajah masing-masing, kemudian terseny
Ketika jam istirahat tiba, aku langsung bergegas untuk menghampiri Naomi di kelasnya. Namun sebelum aku masuk ke kelas Naomi, langkahku tiba-tiba terhenti. Dari balik jendela, aku melihat Naomi yang sedang duduk seorang diri di kelasnya. Gadis itu tampak begitu murung dan tidak terlihat bersemangat untuk merapikan alat tulis dan buku di mejanya. Seorang Naomi, gadis populer di Sekolah yang biasanya selalu dikelilingi oleh gadis-gadis cantik lainnya. Seorang gadis yang biasanya selalu menjadi pusat perhatian para siswa di Sekolah. Tapi, apa yang aku lihat sekarang?? Aku tidak menyangka bahwa peristiwa yang terjadi waktu itu dapat mengubah kehidupan Naomi seketika. Peristiwa yang sebenarnya sudah terungkap kebenarannya. Ya, sudah terbukti bahwa berita itu bohong dan Naomi tidak melakukan hal seperti yang digosipkan itu. Namun, mengapa orang-orang ini tetap bersikap seperti itu terhadap Naomi?? Mengapa mereka terlihat begitu membeci Naomi? Sekarang, seharusnya orang-orang inila
Kriiinggggg~ "Erinn!!" Panggil Naomi yang telah menungguku di depan pintu kelas. "Ehh! Iya sebentar.." Jawabku sambil memasukkan buku dan semua peralatan sekolahku ke dalam tas. “Ayo!” *** Aku dan Naomi tiba di salah satu Mal besar di tengah kota. Hari ini, kami berniat untuk datang ke acara fanmeeting Idola kami yang diadakan di dalam Mal ini. Ini pertama kalinya bagiku untuk datang ke acara seperti ini. Aku mampu datang ke sini berkat Naomi. Setelah dia tahu bahwa ternyata kami punya Idola yang sama, Naomi segera membelikan tiket untukku secara cuma-cuma. "Woaahhh akhirnya aku bisa melihatnya secara langsung!" Ucapku sambil tersenyum lebar menatap Idolaku yang berdiri tepat didepan mataku. "Dia benar-benar tampan!! Lebih dari yang aku bayangkan selama ini." Lanjutku sambil terus menatap Idolaku itu. "Akkhhh akhirnya aku bisa melihat tanda tangannya!!" Ucapku sambil melompat kegirangan kepada
"Apa ini? Permen.. Jelly?? Sejak kapan kamu suka makan makanan seperti ini??" Tanyaku yang heran kepada Ryan yang terlihat meletakkan satu kantong besar permen Jelly di mejanya "Eriinnn!" Panggil Naomi sambil berlari kecil menghampiriku. Dia datang sambil memeluk sebungkus permen Jelly besar yang sesekali dimakan olehnya. "Mau?" Tanya Naomi yang menawarkan permen Jelly yang dipegangnya itu kepadaku. “Haha kamu sepertinya sangat menyukai permen itu." Ucapku sambil agak tertawa karena melihat Naomi yang begitu menggemaskan, seperti anak kecil yang begitu lahap memakan permen kesukaannya. "Em." Jawab Naomi singkat sambil terus mengunyah permen itu. "Hmmm... Coba kamu tawari Ryan. Sepertinya, anak ini juga lagi suka permen Jee..." Ucapanku seketika terhenti, setelah mengetahui bahwa ternyata Ryan sudah tidak berada di sampingku. Anak itu menghilang. Aku langsung bingung dan bertanya-tanya. Kapan dan bag
“Aku pamit pulang ya, Erin.” Ucap Naomi kepadaku. “Iya, hati-hati ya...” Ujarku sambil menepuk bahu Naomi. “Sampai jumpa!”Ucap Naomi dan Ryan. Naomi dan Ryan pun mulai berjalan menjauh dari rumahku, dan seperti waktu itu Ryan juga mengantarkan Naomi pulang sampai ke rumahnya. Lalu, sama seperti waktu itu juga, Naomi masih juga merasa sungkan kepada Ryan karena menjadi repot untuk mengantarnya pulang sampai ke rumahnya. *** “Okay! Sudah sampai. Kalau begitu, aku pulang ya. Sampai jum…” “Ehh! Apakah kamu mau mampir dirumahku sebentar?” Tanya Naomi secara tiba-tiba kepada Ryan dengan nada suara yang terdengar canggung. “Hah??” Ujar Ryan memastikan apa yang didengarnya barusan. “Hmm... Aku hanya merasa tidak enak karena kamu terus mengantarku seperti ini. Kebetulan, Bibi juga memasak masakan yang cukup banyak untukku. Kamu belum makan malam, bukan?? Jadi... anggap saja, ini sebagai ungkapan t
[Di Kantin Sekolah]“Eh iya! Erin... kamu bakalan ikut acara pentas seni di hari Sabtu ini, bukan?” Tanya Naomi penasaran.“Hmm... pensi, ya?? Aku itu sebenarnya tidak suka datang ke acara seperti itu..” Jawabku namun terjeda seketika, setelah menyadari wajah Naomi yang menunjukkan rasa kecewa.“Aahh… Tapi kalau kamu mau ikut, aku juga akan ikut kok... dengan senang hati.” Lanjutku berusaha menyenangkan hati Naomi.“Eh serius!! Aah senangnya... Aku soalnya tidak mau melewatkan kesempatan ini. Kamu tahu, bukan?? Di pensi nanti bintang tamunya itu siapa..” Ucap Naomi dengan nada yang bersemangat sambil terus menerus membuat senyum lebar“Hey! Apa yang sedang kalian perbincangkan? Seru sekali sepertinya.” Ucap Ryan yang tiba-tiba datang, sambil sesekali meminum sebotol soda yang dipegangnya.“Ishh... Mau tahu aja...” Ucapku dengan nada mengejek.
"Erin? Dimana kamu sekarang?” Tanya Ryan yang meneleponku. "Aku? Di bus." Jawabku. "Di bus?? Kamu pulang!? Mengapa tiba-tiba sekali?" Tanya Ryan yang terkejut mengetahui bahwa aku sudah berada di perjalanan pulang. "Em, iya.. Maaf, tidak sempat pamit tadi. Aku tiba-tiba ada urusan mendadak. Jadi, aku sampai kelupaan untuk pamit kepada kalian berdua." Jawabku mencoba mencari alasan. “Oh, seperti itu... Baiklah, kalau begitu. Kamu hati-hati di jalan, ya.” Ucap Ryan yang terdengar pasrah dengan jawabanku. "Erin? Dia benar-benar sudah pulang!?" Tanya Naomi yang berdiri di sebelah Ryan. "Iya, anak itu sudah di bus sekarang." Jawab Ryan.sambil memasukkan ponselnya di kantong celananya. "Yah... Padahal, aku berniat untuk menikmati pesta kembang api malam ini bersama Erin." Ucap Naomi dengan ekspresi kecewa. "Ya, apa boleh buat... Sepertinya Erin benar-benar ada urusan yang penting sehingga dia pergi terburu-buru seperti itu."