Share

Lelah

Dua jam berlalu Alvian akhirnya kembali tertidur, dengan hati-hati Mita menidurkannya pada box bayi, ia menengadah menatap jam dinding, ternyata sudah jam 2 pagi. Baru saja ia akan terlelap ketika anak ke duanya yaitu Alicia menangis dari kamar sebelah, setengah berlari Mita membuka pintu dan menggendong anak perempuan satu-satunya itu. Satu jam menina bobokan Alicia anak perempuan dengan badan montok dan kulit putih itu tertidur kembali, setelah semuanya tertidur Mita segera membaringkan tubuh karena kelopak matanya sudah tidak dapat lagi menahan kantuk.

Di ufuk timur sang surya sudah memancarkan sinarnya, semilir angin malam tergantikan dengan hangatnya belaian mentari, butir-butir embun pun perlahan menghilang termakan gagahnya sang penguasa siang.

Jika sebagian wanita di komplek perumahan elitnya menghabiskan pagi dengan berjemur sambil berolahraga, berbeda dengan Mita yang setiap pagi harus bergumul dengan segala aktifitas mulai dari memasak sarapan, menyiapkan keperluan suaminya ke kantor, menyiapkan anak-anaknya ke sekolah di tambah dengan mengurus si bungsu yang sedang rewel-rewelnya.

Sebenarnya Mita bisa saja membayar jasa baby sister untuk membantunya namun ia sudah bertekad untuk megurus anak-anaknya sendiri, Mita tidak ingin anak-anaknya kehilangan sosok seorang ibu karena ia tahu benar bagaimana rasanya di besarkan oleh seorang pengasuh.

“Pagi mas,” sapa Mita dengan senyum merekah pada suaminya yang terlihat sudah siap dengan setelan kantor dan duduk di meja makan.

Alih-alih menjawab atau memberikan kecupan pagi seperti saat mereka baru menikah, Ardi malah sibuk dengan ponselnya tanpa melirik sedikit pun pada Mita.

“Mam, kak Nathan ambil seleal Alice,” adu gadis mungil yang masih cadel itu

“Kakak cuma nyicip sedikit,” bela Nathan anak pertama Mita dan Ardi.

Mita hanya tersenyum melihat pertengkaran kecil antara ke dua anak kesayangannya itu. Dengan cekatan Mita segera menghidangkan segelas susu dan dua potong sandwich pada suaminya yang masih sibuk dengan layar ponsel.

“Mam, kemalin juga kak Nathan ambil pensil walna alice,” gadis kecil dengan mata bulat dan rambut ikal itupun kembali mengadu.

“Bukan ngambil dik, kakak pinjem sebentar aja ko.”

“Gak boeh.” Gadis mungil yang sudah siap dengan pakaian play grup itu sangat menggemaskan dengan bicaranya yang masil cadel dan belum terlalu jelas.

“Dasar pelit.” Nathan menarik salah satu kuncir Alice.

“Atit, kak Nathan andel(sakit, kak Nathan bandel).” Alice menangis.

“Nathan. Kamu nggak boleh gitu nak.” Mita coba melerai.

“Tapi Alice tukang ngadu,” teriak Nathan.

“Kak Nathan Jahat,” timpal Alice sambil menangis.

Brak

Ardi tiba-tiba menggebrak meja dengan keras hingga susu di depannya tumpah, Alice dan Nathan pun berlari ketakutan dan berhambur memeluk Mita .

“Tidak bisakah aku sarapan dengan tenang hah!” bentak Ardi dengan mata melotot dan wajah memerah.

“Iya maaf mas, aku akan buatkan susu baru untuk mas.” Mita segera membereskan bekas tumpahan susu tadi.

“Tidak usah aku sudah tidak selera, apalagi melihat penampilanmu sekarang nafsu makanku langsung hilang,” ucap Ardi dengan senyum mengejek lalu pergi meninggalkan meja makan.

 Tangan wanita yang lentik dan mulus itu bergetar saat membersihkan tumpahn susu di meja, tak terasa bulir-bulir air tumpah dari ke dua mata bulat dengan kantung mata yang terlihat mengelilinginya. Ada sesak menyeruak di dadanya.

“Mama jangan menagis.” Tangan kecil Nathan terulur memegang tangan ibunya.

Mita segera menyeka lelahan air mata di kedua pipinya lalu mengelus lembut kepala putra sulungnya itu, ”Cepat habiskan sarapannya, nanti kalian terlambat ke sekolah,” ucap Mita lembut.

Setelah anak pertama dan keduanya berangkat sekolah sekarang Mita sibuk mengurus anak bugsunya yang entah kenapa dari semenjak bangun tidur putranya itu terus saja rewel dan menangis. Bi Asih, wanita berusia 50 tahunan yang sudah bekerja dari sebelum Mita menikah dn masih tinggal dengan ayahnya segera mengambil Alvian dari gendongan Mita karena tahu jika saat ini suasana hati majikannya itu sedang tidak baik.

“Ibu istirahat saja biar den Alvian bibi yang mandikan.”

“Makasih bi, saya ingin mandi dulu kalo begitu.” Lirih Mita dan di jawab anggukan oleh bi Asih.

Baru saja masuk ke kamar dan hendak mandi tiba-tiba terdengar suara ponselnya berdering dari atas nakas, dengan malas Mita mengambil ponselnya dan terlihat nama Linda pada layar.

“Halo lin,”  ucap Mita setelah menekan gambar gagang terlepon berwarna biru pada layar ponselnya.

“Mit, siang ini kita harus ketemu, ada yang ingin gue bilang sama loe.”

“Ya udah tinggal bilang aja sekarang.”

“Nggak bisa di telepon, pokonya kita harus ketemuan. Nanti lokasinya gue share di WA.” Sambungan telepon pun dimatikan.

Wanita sejak dulu selalu menjadi yang di salahkan terutama dalam kehidupan pernikahan. Awal-awal menikah memang semuanya terasa begitu indah namun berjalannya waktu terjadi banyak perubahan apalagi setelah mempunyi anak.

Banyak suami yang menuntut banyak hal pada istrinya, tubuh istrinya harus selalu bagus, wajah harus tetap cantik, rumah harus rapi, masakan harus selalu terhidang, anak-anak harus baik dan pintar, tanpa para suami sadar jika istrinya hanya mempunyai dua tangan dan tidak dapat melakukan semua hal secara bersamaan seorang diri.

Menjadi seorang istri itu terkadang serba salah, bentuk tubuh dan wajah berubah setelah mempunyai anak di jadikan alasan para suami untuk berselingkuh ‘Salah sendiri tidak bisa menjaga penampilan hingga suami menjadi bosan dan mencari pelampiasan di luar’.

Rumah berantakan ‘Jadi istri kok malas sampai-sampai rumah tidak di rapihkan'.

Anak-anak mendapat nilai jelek atau nakal di sekolah ‘Ibunya tidak bisa mengajar dan mendidik anak’. Begitu banyak beban dalam pundak seorang wanita setelah menyandang gelar seorang istri bahkan tidak jarang pula mereka harus turut membantu suami untuk mencari nafkah.

Walau emansipasi wanita terus saja di gaungkan sampai saat ini namun kenyataan di lapangan tetap saja wanita selalu jadi objek teraniaya baik dari segi pikiran, mental dan tenaga. Mungkin hal ini yang menjadi latar belakang tercetusnya pribahas ‘Wanita akan menjadi ratu jika dipersatukan dengan laki-laki yang tepat, sebaliknya wanita hanya akan menjadi babu jika dipersatukan dengan laki-laki yang tidak tepat’.

Berendam dalam bathup dengan air hangat dan minyak aroma terapi menjadi pilihan Mita untuk sejenak melepas semua sesak dan penat dalam diri. sapuan ai hanyat yang membelai kulitnya terasa begitu nyaman bagai dekapan seorang ayah yang memberikan ketenangan pada anak-anaknya. Wangi aroma terapi yang menyeruak memenuhi ruangan seakan merefresh kembali pikiran Mita dan membuang semua aura negatif dari dalam tubuhnya. Di buai rasa nyaman perlahan bibir tipis Mita melukiskan seulas senyuman yang selama ini hilang, matanya pun terpejam merasakan setiap kenyamanan yang di ciptakan dari hal sederhana yang bagi sebagian orang terkesan sangat biasa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status