Share

Pertemuan pertama

“Ardi tidak suka bersentuhan dengan lawan jenis,” ucap pak Surya karena melihat ekspresi Mita yang keheranan.

“Kenapa? Mita sudah mandi dan mencuci tangan ko,” tanya Mita sedikit cemberut.

“Maafkan saya nona, tapi kita bukan mukhrim sehingga tidak di perbolehkan untuk bersentuhan satu sama lain,” Ucap Ardi lembut. “Kalau begitu saya permisi dulu pak,” pamitnnya kemudian.

Mita hanya menatap aneh pada laki-laki berbadan tinggi tegap dengan bentuk wajah oval, hidung bangir, bibir sedikit tebal, berkulit putih, berpakain rapih serta aroma tubuh yang wangi.

“Ekhem. Dia tampan bukan?” goda pak Surya.

“Banget. Em, maksud Mita biasa aja.” Mita terlihat salah tingkah.

"Jika kau mau papah bisa memberikan nomor ponselnya." pak Suyra tertawa melihat ekspresi putrinya yang gelagapan dan salah tingkah.

Waktu bergulir tidak dapat di kendalikan. Setelah pertemuan pertamanya dengan Ardi, Mita semakin sering datang ke kantor papahnya dan perlahan tapi pasti ia mulai akrab dengn Ardi bahkan mereka sempat beberapa kali makan siang bersama. Di mata Mita Ardi adalah sosok laki-laki yang sempurna, tampan, pintar, lembut dan sangat sopan. Beberapa kali mereka ngobrol berdua namun pandangan Ardi selalu menunduk dan tidak berani beradu pandang.  Mita pun semakin di buat kagum setelah mengetahui ternyata Ardi berasal dari panti asuhan dan bekerja siang malam agar dapat membiayai kuliahnya, dan hebatnya lagi dalam segala keterbatasnnya Ardi berhasil lulus kuliah dengan predikat cumlaude.

Rasa kagum lambat laun berubah menjadi desir-desir halus yang tercipta di hati Mita, di mana ia selalu senyum-senyum sendiri manakala membayangkan wajah Ardi dan setiap kali mereka bertemu dada Mita selalu bergemuruh dan menciptakan perasaan aneh yang  tidak pernah Mita rasakan sebelumnya.

Hari itu entah kenapa perasaan Mita sangat gundah seakan memberikan isyarat jika akan terjadi hal yang tidak baik. Mita mencoba meredn rasa gundahnya dengan berolahraga dan mendengarkan musik hingga tiba-tiba ponselnya berbunyi dan terpangpang nama ‘Ardia” di layar. Dengan perasaan senang bercampur grogi Mita segera mengangkat panggilan telepon tersebut dengan senyum tersipu.

“Ha-halo.” Suara Mita sedikit gemetar karena salah tingkah.

“Non, Pak Surya barusan saat rapat tiba-tiba pingsan dan sekarang sedang di bawa menuju rumah sakit Medika.” Suara Ardi terdengar sangat panik.

Tanpa menjawab lagi Mita langsung mematikan sambungan telepon dan berlari menuju kamarnya untuk mengganti pakaian. 20 menit kemudian mobil Mita pun memasuki pelantaran parkir rumah sakit.

Dengan wajah panik dan airmata yang tidak bisa ditahan Mita berlari menuju ruangan UGD di mana papahnya sekarang berada, perasaannya campur aduk bahkan ia beberapa kali menabrak orang saat berlari namun ia tidak mengucapkan kata maaf dan terus saja berlari hingga akhirnya ia sampai di depan sebuah pintu besar bertuliskan UGD.

“Apa yang terjadi, kenapa papah tiba-tiba pingsan? aku harus melihat keadaan papah sekarang,” ucap Mita seraya memegang gagang pintu UGD berniat untuk masuk.

“Jangan non, tuan sedang di tangani para dokter, kita tunggu saja di sini.” Sebuah tangan kuat tiba-tiba menahan tangan Mita yang hendak membuka pintu UGD.

“Apa hak mu melarangku? Aku ingin melihat keadaan papahku, aku tidak mau ia kenapa-kenapa.” Mita menepis kasar tangan Ardi dan setelah itu ia jatuh terduduk di lantai dan menangis dengan membenamkan wajahnya pada lutut.

Beberapa orang pegawai yang mengantar Pak Surya ke rumah sakit termasuk Ardi hanya biss menunduk dan tidak bisa melakukan apa-apa untuk menenangkan Mita.

Klek

Setelah 2 jam pintu ruangan UGD pun terbuka, Mita yang sedang duduk di kursi tunggu dengan tatapan kosong segera berdiri dan menghampiri dokter.

“Nona Mita dan Tuan Ardia di minta Pak Surya untuk masuk ke dalam.” Seorang suster berkata dari balik pintu.

Mita dan Ardi pun saling pandang lalu masuk beriringan. Begitu sampai di dalam ruangan terlihat Pak Suyra berbaring dengan banyak peralatan medis yang di pasang di tubuhnya. Mita pun langsung menangis histeris melihat kondisi papahnya itu. Ternyata Pak surya mengalami komplikasi pada organ jantung sehingga menyebabkan kondisinya langsung drop, ia dengan suara lemah meminta Ardi agar bersedia menikah dengan Mita karena ia merasa hidupnya tidak akan lama lagi dan ia akan merasa tenang jika sudah menyerahkan putri semata wayangnya pada seorang laki-laki baik dan bertanggung jawab seperti Ardi.

Ardi pun menyetujui permintaan Pak Surya. Dua hari kemudian Ardi dan Mita menikah di rumah sakit di saksikan beberapa orang kepercayaan Pak Surya, dokter serta suster yang merawatnya. Beberapa minggu setelah kondisi Pak Surya membaik pesta resepsi pun di gelar secara mewah di sebuah hotel elit berbintang lima.

Merasa kondisnya sudah tidak memungkinkan lagi untuk pergi kke kantor Pak surya akhirnya memberikan kuasa pada Ardi yang sekarang adalah menantunya untuk menggantikan jabatannnya sebagai ceo di perusahaan Surya Corp.

Setelah menikah perilaku Ardi tidak berubah sedikit pun, ia begitu memanjakan Mita hingga Mita pun memutuskan untuk fokus menjadi ibu rumah tangga dan melupakan impiannya menjadi seorang desainer internasional.

Tiga bulan setelah pernikahan Mita dan Ardi tepatnya saat Mita mengandung anak pertamanya Pak Surya menghembuskan nafas terakhir di sebuah rumah sakit di Singapore. Hari itu benar-benar menjadi hari terburuk dalam hidup Mita karena hal yang selama ini ia takutkan akhirnya benar-benar terjadi.

Kepergian papahnya membuat kondisi Mita menurun karena beberapa hari ia terus menangis dan menolak untuk makan hingga mengakibatkan pendaran kecil pada kandungannya. Beruntung Ardi bisa membujuknya untuk bangkit dari kesedihan dan fokus untuk menjadi ibu terbaik untuk anak-anak mereka kelak.

Sampai kelahiran anak pertama sikap Ardi masih sama seperti dulu, sopan, lembut dan penuh kasih sayang dan hal itu membuat Mita merasa sangat beruntung memiliki suami seperti Ardi. Semua urusan dan dokumen-dokumen penting termasuk semua aset Mita percayakan dan serahkan pada Ardi untuk mengelolanya, sekarang ia hanya benar-benar fokus menjadi istri dan menjadi ibu rumah tangga.

Tiga tahun kemudian anak ke dua mereka lahir dan Mita mulai merasakan perbedaan pada sikap Ardi, namun karena sibuk mengurus ke dua anaknya Mita pun mengesampingkan perasaannya. Hari demi hari sikap Ardi makin berubah, Ardi menjadi mudah marah dan tidak perhatian lagi pada Mita bahkan hampir setiap hari ia pulang larut malam. Perubahan sikapnya semakin parah setelah Mita melahirkan anak ke tiga mereka bebarapa bulan lalu.

***********************************

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status