Share

Hidup di Dua Hati
Hidup di Dua Hati
Penulis: Maheera

Menggerebek

Hasna menghirup udara dengan rakus. Tangan wanita itu mencengkeram setir mobil sangat kuat, hingga buku-buku jarinya memutih. Dada wanita berkulit sawo matang itu turun naik menahan amarah yang bergumul di dada. Lagi, dia mendapatkan bukti perselingkuhan sang suami.

Awalnya,  Hasna hanya menganggap perilaku Azka yang suka menggoda karyawan kontrak di dekat kantor pria itu bekerja, sebagai gosip belaka. Dia tidak pernah menanggapi karena sikap pria tersebut tak berubah padanya. Namun, gosip itu berubah menjadi fakta, saat seseorang mengirimkan foto-foto kemesraan Azka dengan beberapa wanita. Hati wanita yang telah menikah selama satu tahun itu, retak seketika. Kepercayaan yang dia berikan seratus persen dikhianati oleh pria tersebut.

Hasna masih mencoba bersabar. Sebagai seorang istri, dia tak mau lancang kepada suaminya. Dia menanyakan masalah tersebut dan membicarakan dengan kepala dingin. Awalnya Azka membantah, tetapi setelah bukti-bukti ditunjukkan kepadanya, pria yang lebih muda dua tahun dari Hasna itu memucat.Azka langsung meminta maaf mengatakan sekadar iseng saja dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.

Namun, janji tinggal janji. Setelah pengkhianatan pertama, lalu kedua, Hasna kepayahan menata hati untuk kembali percaya kepada sang suami, kini bukti baru kembali dikirimkan ke teleponnya, lengkap dengan lokasi dan nomor kamar hotel. Hasna tak mengira Azka sebejat itu, membagi tubuhnya dengan wanita lain. Seketika rasa mual mengaduk perut wanita berambut panjang tersebut. membayangkan tangan, bibir, dan tubuh Azka, menyentuhnya setelah berzina dengan wanita lain.

Dering telepon mengalihkan Atensi Hasna. Nama Refan tampil sebagai pemanggil di layar. Segera wanita itu meraih telepon dan keluar dari mobil. Dia memanjangkan leher mencari keberadaan sang pria. Tak lama sosok Refan mendekat dengan cepat bersama empat orang petugas kepolisian berpakaian biasa.

"Sudah lama nunggu?" tanya Refan sedikit cemas dengan wajah Hasna yang memucat.

Hasna menggeleng pelan. "Baru aja. Ayo kita lakukan sekarang."

Refan menghadang langkah Hasna. Wajah wanita itu memerah menahan amarah. Dia sudah tak sabar ingin memergoki kelakuan bejat sang suami.

"Kamu yakin enggak pa-pa? Kamu bisa tunggu di lobi, biar kami yang menggerebek."

Lagi-lagi Hasna menggeleng. "Enggak, aku ingin lihat wajah Azka saat digerebek. Aku ingin lihat gimana cara dia mengelak kali ini."

Hasna berjalan kembali melewati tubuh Refan yang menghalangi jalannya. Langkah wanita itu cepat, seolah-olah takut kehilangan buruannya. Refan dan keempat polisi mengekori Hasna. Setelah melapor kepada manajer hotel, Hasna, Refan, manajer hotel, dan keempat anggota polisi itu, naik ke lantai lima. Tempat di mana pasangan mesum itu diperkirakan berada.

Hasna mati-matian menahan geramnya. Hotel tempat Azka berzina, termasuk bintang lima. Harga sewa permalam saja, bisa mencapai satu juta rupiah. Sampai hati pria itu membuang uang demi syahwatnya sebanyak itu, sementara dia jarang diberi nafkah. Malah lebih sering Hasna memberi uang kepada Azka dengan alasan investasi.

'Investasi peluh!' Hasna memaki dalam hati. Jika memperturutkan amarah, dia mungkin sudah mengamuk sejak tadi. Akan tetapi, dia sadar, dia terlalu terhormat mengotori tangan untuk menghajar dua orang tak berharga itu.

Denting suara lift,  menyadarkan Hasna kembali. Semua orang tadi berjalan menuju kamar nomor 5780. Manajer hotel mengetuk pintu hotel. Wanita itu menunggu dengan dada berdegup kencang, nyaris saja meledak jika dia tak beristigfar sejak tadi. Tak lama, pintu kamar perlahan terbuka, menampilkan tubuh atletis Azka dalam balutan handuk sepinggang. Mata pria itu memelotot melihat banyak orang di depan kamar, tetapi yang lebih membuatnya pucat pasi, wajah datar Hasna yang menatapnya tajam, seakan hendak menguliti pria itu hidup-hidup.

Belum sempat Azka berkata-kata, Refan lebih dulu menerobos masuk dengan menyalakan kamera yang tersambung langsung ke media sosial akun bodongnya. Seorang wanita yang awalnya santai duduk di atas ranjang, kelabakan menutupi tubuh polosnya. Hasna yang ikut menerobos masuk, tersenyum sinis meski hatinya berderak patah. Tak pernah terbayang sedikit pun, Azka mencuranginya seperti ini.

"Wah, luar biasa, segitu aja model selingkuhanmu?" Hasna bertanya dengan nada sinis. Dia geleng-geleng kepala saat melihat kedua pasangan mesum itu kelabakan mencari pakaian mereka yang entah tercecer di mana.

"Sayang, ini salah paham." Azka mencoba mencoba meraih tangan Hasna, tetapi wanita itu lebih sigap berlindung di belakang Refan, hingga sorot kamera mengarah langsung kepada Azka. Pria itu mengumpat dan menutupi wajahnya saat sadar kamera itu menyala. Suasana seketika menjadi riuh karena teriakan wanita selingkuhan Azka saat polisi memintanya mengenakan pakaian, lalu menggelandang keluar kamar. Wanita itu berteriak memanggil nama Azka, agar dilindungi. Namun, pria tersebut sedang sibuk melindungi dirinya sendiri dari sorot kamera.

Hasna menyentuh lengan Refan, sebagai isyarat cukup merekam. Dia menatap Azka dengan mata mengkilat marah.

"Sayang, please ... aku bisa jelaskan." Azka kembali mencoba mendekat.

Akan tetapi, Hasna kembali surut selangkah sembari memberi isyarat. "Jangan pernah menyentuhku dengan tangan najismu. Aku enggak mau berbagi kotoran denganmu." Sangat tegas ucapan Hasna, membuat Azka menatap dengan sorot menghiba

"Sayang, aku minta maaf. Aku khilaf."

Refan tertawa mendengar pembelaan Azka, membuat pria itu menikam Refan dengan matanya.

"Khilaf? Kamu tahu, khilaf itu hanya sekali. Yang kedua adalah pilihan dan yang ketiga adalah kebiasaan. Aku enggak mau memelihara pria yang punya kebiasaan berzina."

Hasna bermaksud keluar dari kamar, tetapi dihalangi Azka. "Jangan sombong Hasna, kamu enggak bisa hidup tanpaku," ujarnya dengan nada mengancam.

Hasna tertawa kecil. "Oh, ya? Kamu pikir kamu siapa? Enggak lebih seperti benalu yang numpang hidup sama aku." Wanita itu melewati tubuh Azka, "sampai jumpa di pengadilan."

"Aku enggak akan pernah menceraikanmu!" seru Azka, membuat langkah Hasna mati di ambang pintu.

Hasna berbalik, sambil tersenyum sinis. "Memang, kamu enggak akan pernah menceraikanku, tapi aku yang akan membuangmu, karena sampah tempatnya di pembuangan sampah, bukan di rumahku."

Ucapan Hasna terdengar sangat lembut, tetapi melesat bagai puluhan jarum beracun yang mematikan, menusuk tepat ke jantung Azka. Pria itu diam seribu bahasa, lidahnya seolah-olah kelu menyambung kata.

Melihat Azka tak segarang tadi, Hasna mencibir. Mana mungkin pria itu sudi keluar dari kehidupan nyaman yang dia berikan. Wanita itu berbalik, melanjutkan niatnya ke kantor polisi. Sementara itu, Refan mengikuti Hasna yang keluar dari kamar laknat itu, diiringi dua petugas polisi yang menggiring Azka ke kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Langkah wanita itu pasti, wajahnya mengisyaratkan tekad kuat untuk mengakhiri pernikahan itu. Tak berguna rasanya meneruskan ikatan yang telah ternoda. Kata maaf mungkin sangat mudah diucapkan, tetapi tak mampu mengobati hati yang terluka apalagi sakitnya berulang. Hasna tidak butuh pria pecundang sebagai imamnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Riska Yulianti
lanjut... seru nc
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status