Hujan masih saja betah menyirami bumi. Langit seolah-olah tak pernah kehabisan stok menumpahkan kandungan air dari rahimnya. Mungkin bagi sebagian orang hujan mendatangkan masalah, tetapi untuk yang lain, hujan adalah berkah. Pun Hasna, hujan adalah cara dia menikmati keindahan alam. Pernah sengaja membiarkan tubuhnya basah, berada di bawah hujan bisa menangis tanpa diketahui oleh siapa pun. Seperti hari ini, setelah pengakuan Kenan tentang pernikahan sirinya dengan Naya, Hasna tak tahu bagaimana bentuk hatinya. Mungkin sudah hancur lebam tak berbentuk lagi dalam sana, tetapi dia mencoba tegar, tak ingin memperlihatkan kerapuhannya di hadapan Kenan dan Naya. Dia yakin ini yang diinginkan gadis itu. Hasna semakin menyadari, Naya gadis yang sangat licik dan berbahaya. Menggunakan kesempatan saat Mak rusli meninggal untuk menekan suaminya. Meski Kenan berkata menikah Naya hanya demi kemanusiaan, tetap saja ada luka bersarang di hati Hasna. Dia tidak mengira pria yang dia beri cap setia,
"Apa kabar?"Hasna tersenyum dan menyambut uluran tangan Azka dengan canggung. "Baik."Azka menggangguk, ikut tersenyum. Dia tak mengira Hasna yang menangani promosi usaha barunya."Silakan duduk." Azka berjalan menuju kursinya, setelah Hasna bergerak duduk di depannya. Ada gelombang aneh, tapi menyenangkan merambat ke dada Azka, melihat Hasna berada tepat di hadapan. Wanita itu masih terlihat memesona. Auranya pun memancarkan kepercayaan diri yang sangat kuat."Aku enggak ngira kalau kamu photografernya," ujar Azka memulai pembicaraan."Aku juga enggak ngira kamu yang punya kafe." Hasna membalas singkat.Azka mengangkat bahunya ringan, dia tersenyum menatap Hasna dengan lembut. "Aku juga enggak ngira usahaku bisa berkembang kayak gini. Semua ketidaksengajaan aja." Sadar mengucapkan kalimat yang sama berkali-kali, keduanya kembali melempar senyum canggung."Kamu masih kerja di BUMN, kan?"Pria itu menggeleng. "Aku dipecat," ujar Azka ringan."Kenapa?" tanya Hasna dengan raut terkejut
Kenal mengendarai mobil dengan pikiran kacau. Senyum Hasna dan interaksi dengan mantan suaminya, terus terbayang-bayang di pelupuk mata sang pria. Dia bertanya-tanya, sejak kapan mereka bertemu lagi? Setahunya hubungan keduanya tidak baik setelah perceraian, tetapi dari yang dia lihat tadi, mereka seperti tidak ada masalah. Bahkan terkesan cukup dekat. Apalagi saat melihat cara mantan suami Hasna itu memandang si wanita, sebagai seorang pria, dia tahu tatapan itu. Ada panas yang merambat cepat ke dada, membuat jantungnya berdetak lebih kencang. Dia harus mencari tahu, apa maksud pria itu mendekati Hasna. Tentang Naya, dia sudah berkonsultasi dengan psikiater yang direkomendasikan temannya. Menghadapi kondisi seorang yang terobsesi, dia harus bersikap tegas. Ternyata, rasa kasihan dan bersalahnya malah membuat situasi menjadi runyam. Dia harus menyakinkan Naya, bahwa apa yang dia lakukan tak lebih sekadar kemanusiaan saja. Dituntut kesabaran untuk menyakinkan apa yang dikira cinta han
Kenan sangat kesal. Hari ini dia kembali mencari Hasna ke studio foto, tetapi lagi-lagi wanita itu tidak ada di sana. Dan yang membuat pria itu meradang adalah, salah seorang karyawan Hasna mengatakan bahwa istrinya itu sedang ada proyek di kota Surabaya. Bagaimana bisa Hasna pergi tanpa pamit padanya? Prilaku istrinya belakangan ini memang seringkali membuat kesal. Wanita itu seakan-akan menantang untuk terus berkonfrontasi. Mereka jarang bicara, bahkan untuk sarapan di meja yang sama pun tidak pernah dilakukan lagi. Sejak kehadiran Naya, keadaan rumah tangga mereka bagai api dalam sekam.Saat salah seorang karyawan Hasna menjelaskan tentang proyek apa yang sedang ditangani istrinya di Surabaya, Kenan segera mencari tahu di instagram. Dia membuka akunnya yang sudah berlumut. Kenan memang tak terlalu aktif di media sosialnya akhir-akhir ini. Pikiran yang kacau membuatnya menyerahkan promosi di sosial media kepada bagian pemasaran. Itu pun khusus instagram outlet ayam gepreknya.Dahi
Kenan menyugar rambutnya. Hampir saja pertahanannya jebol karena godaan Naya. Ternyata imannya tak sekuat yang dia pikirkan. Andai saja telepon pintarnya tak berdering, mungkin saat ini dia sudah mendaki kenikmatan yang kemudian akan mengantarkan pada neraka dunia. Sikap gadis tersebut tak bisa diprediksi, membuat Kenan harus bertindak segera. Dia sudah berpikir seharian ini, untuk mengembalikan kepada keluarga almarhum Ibu Naya. Seharusnya, memang merekalah yang bertanggung jawab atas gadis tersebut. Mengingat teleponnya, Kenan merogoh kantong celana bahan. Dia penasaran siapa yang menelepon tengah malam buta seperti ini. Terlihat nama Salwa sebagai pemanggil di layar. Dahi pria itu berkerut, apakah terjadi sesuatu pada adiknya? Ingin mendapat jawaban, dia memutuskan menelepon balik."Ada apa, Salwa?" Kenan bertanya setelah panggilan terhubung."Enggak ada pa-pa, Kak. Aku kebangun karna mimpi buruk, trus ingat Kakak. Jadi, aku telepon. Kakak baik-baik aja, kan?" Terdengar suara lemb
Hasna masih bertahan dalam mobil Refan. Setelah dua hari di Surabaya, rasanya malas sekali kembali ke rumah sendiri. Dia bahkan tinggal di studio foto selama dua hari. Bangunan yang berada di pusat kota Jakarta itu adalah rumah kedua baginya. Bila dikejar dead line atau sedang bermasalah, dia lebih suka tinggal di sana. Selain lantai dasar yang diperuntukkan untuk kantor, lantai dua disulapnya menjadi kamar pribadi yang sangat nyaman. Dengan kaca lebar dan besar menghadap jalan raya, Hasna bebas menikmati kerlip lampu-lampu kendaraan yang berlalu-lalang. Bagian atap kamarnya, sebagian dipasangi atap transparan, hingga saat tidur pun dia bebas mengamati langit malam.Hasna menatap dengan wajah murung rumah berlantai dua di hadapan. Dua pilar seperti raksasa menyangga bagian depan. Deretan bunga-bunga hias yang dulu menjadi favoritnya, kini tak lagi tersentuh. Gemericik dari air mancur kecil di samping rumah tak lagi mampu menyejukkan hati Hasna."Kamu enggak mau masuk?" tanya Refan den
Kenan tersentak saat sinar matahari menyentuh wajahnya tiba-tiba. Dia refleks menjadikan telapak tangan sebagai tameng, agar cahaya terang itu tidak menusuk retina. Setelah matanya menyesuaikan dengan cahaya di dalam kamar yang seketika benderang, dahinya berkerut melihat Naya berdiri di dekat jendela sambil tersenyum."Selamat pagi Uda. Ayo bangun, aku udah siapin sarapan yang spesial buat suamiku tersayang."Kenan menyibak selimut dengan kesal. Satu minggu setelah dia menjatuhkan talak kepada Hasna, bukannya merasa tenang, hidupnya semakin kacau. Dia mulai jarang ke kantor. Untuk urusan kelancaran usaha diserahkan ke orang-orang kepercayaannya."Uda, ditanya, kok, malah diam." Naya mendekat, sambil menyentuh lengan Kenan.Alih-alih Kenan menanggapi, dia menepis tangan Naya. "Dengar! Aku enggak suka kamu masuk kamar aku." Dia membuka pintu kamar. "Keluar!" titahnya dengan nada dingin.Naya tertawa sumbang, wajahnya yang semula ceria, memerah mendengar pengusiran Kenan. "Uda bercanda
Kenan tergopoh-gopoh menghampiri meja resepsionis rumah sakit. "Permisi, suster! Korban kecelakaan atas nama Naya Rusli di mana?" Wajahnya menyiratkan kecemasan yang luar biasa. Baru saja menutup pagar rumah, teleponnya berdering mengabarkan gadis itu mengalami kecelakaan. Parahnya, si gadis mengendarai mobil rental yang keadaannya rusak parah."Sebentar, Pak," ujar sang perawat seraya mengecek data pasien di komputer di hadapan. "Pasien atas nama Naya yang kecelakaan itu, ya, Pak?"Kenan mengangguk."Pasien ada di ruang IGD. Lewat di situ, Pak." Sang perawat menunjukkan arah ke mana Kenan harus berjalan.Pria itu mengucapkan terima kasih, lalu bergegas mengikuti petunjuk arah dari perawat tadi. Jantung pria itu bertalu-talu. Bagaimanapun, Naya tetaplah tanggung jawabnya. Jika terjadi sesuatu dengan gadis itu, tentu dia akan sangat merasa bersalah. Namun, yang jadi pertanyaan, untuk apa Naya merental mobil sementara gadis tersebut bisa menggunakan mobilnya?Langkah Kenan melambat meli