Share

Tidak Diakui Menantu

Kret!

"Wa'alaikumsalam, ngapain kalian ke sini!" bentakan Umi Nelly tidak mampu membuat kedua mata Bianca menatap ke arah wanita sepuh yang berumur 65 tahun itu. Nyalinya seketika menciut, semangat yang sempat berkorbar runtuh perlahan.

"Kita cuma mau pamit, Umi," jawab Agung sembari membuang rokok yang ada di tangannya.

"Buat apa kalian pamit? Memangnya kamu nggak bilang sama Bianca, Gung. Sampai kapanpun Umi dan Abah nggak bakalan restuin pernikahan kalian. Dan kamu, saya tidak akan pernah mengakui kamu sebagai menantu. Menantu saya cuma satu, Maisaroh."

"Ta-tapi, U-umi ..."

"Nggak perlu nyebut nama, Maisaroh deh, Mi. Dulu Umi juga nggak ngerestui aku dengan Maisaroh, 'kan? Terus kenapa sekarang ngaku kalau menantu Umi cuma Maisaroh?" sahut Agung.

Kenyataannya memang dulu Umi ini tidak begitu suka dengan Maisaroh, sikapnya selalu dingin ketika bertemu. Sering membanting pintu ketika mendapati Maisaroh makan di larut malam. Entah kenapa sekarang dia mengatakan seperti itu, setelah tujuh belas tahun lamanya.

"Itu 'kan dulu, beda sama sekarang. Lebih baik kamu pergi dan bawa perempuan ini dari sini!" sahut Umi.

"Mending kalian pulang saja sana bikin tambah malu saya saja. Dan kamu Agung, sebelum kamu bercerai dari perempuan ini, jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ini. Paham kamu! Lebih baik kalian pergi!" Amarah Abah membuncah, dia baru saja keluar dari kamarnya, dan langsung mengerang pada Agung. Sorot matanya yang tajam harusnya membuat Agung takut, tapi kenyataannya tidak!

Tetangga yang ada di samping kiri, kanan, dan depan rumah Umi pun pada keluar, termasuk Bu Renti dan suaminya yang rumahnya persis di depan rumah orang tua Agung. Meskipun rumah di perkampungan tidak sedekat perumahan komplek seperti yang di kota, tetapi jikalau ada yang berbicara dengan nada tinggi pasti akan terdengar

"Abah dan Umi pikir aku ke sini keinginan sendiri? Tidak sama sekali, kalau nggak permintaan Bianca, aku pun enggan menginjakkan kaki di rumah ini," serang Agung.

"Maaf, Umi, Abah. Maaf kalau aku dan Mas Agung ada salah, kami --,"

"Udah! Kamu tidak perlu banyak cakap di sini. Pergi!" potong Abah tanpa memberi ruang Bianca untuk membela diri.

"Tanpa kalian usir, aku juga tidak sudi berlama-lama di sini!" serang Agung lagi, merasa tidak terima diperlakukan seperti orang lain oleh orang tuanya sendiri.

"Aku hanya ingin berpamit, Umi ... Abah ... ridhoi perjalanan kami, karena besok akan bertolak ke perantauan."

"Jangan sekali-kali kamu menyentuh tangan saya. Dan, tidak perlu meminta izin, karena kalian berdua bukan siapa-siapa bagi keluarga ini. Satu hal lagi, jika terjadi apa-apa dengan kamu atas perlakuan buruk Agung, jangan pernah sesali, karena kamu sendiri yang ingin masuk ke kandang buaya." Umi Nelly menyentak kasar tangan yang hendak di raih Bianca, bermaksud menyalami, malah berbanding terbalik. Pun Abah, langsung memindahkan tangannya ke belakang. Restu dari Umi dan Abah hanya tinggal harapan.

Bantingan pintu ketika Umi dan Abah sebelum masuk ke dalam rumah cukup dianggap salam perpisahan atas ketidaksukaan mereka pada sepasang pengantin baru ini. Mata Bianca mulai berkaca-kaca, yang akhirnya luruh juga tanpa henti.

"Sudah jangan menangis, Mas nggak mau lihat kamu sedih. Sekalipun tidak ada orang yang merestui pernikahan kita tidak apa, namanya takdir yang mempersatukan siapa yang bisa menolak," ujar Agung sembari mengusap kedua mata basah istrinya.

"Tapi, Mas ... bukan itu yang bikin aku lebih sedih. Kenapa Umi masih nyebut nama istri pertama kamu? Sedangkan kamu bilang Mbak Maisaroh itu banyak minusnya."

"Nggak tahu, Sayang. Udahlah, nggak usah diambil hati. Lagian sekarang Mas lebih pilih kamu. Kita akan bahagia kok nanti. Yuk, pulang!"

"Tapi, Mas --"

"Kenapa, lagi? Ayuk naik, itu tetangga pada liatin kita. Ntar di rumah kita cerita lagi, ya."

Tetangga yang menatap belum urung, mereka masih berdiri di ambang pintu rumah masing-masing. Menatap tidak suka pastinya, ya, jelas saia. Mana ada orang yang suka melihat pasangan yang tidak tahu diri, yang satu tidak sadar siapa lelaki yang dia terima pinangannya, dan yang satu lagi tidak sadar diri akan siapa dirinya.

***

Sesampainya di rumah Bianca, rumah berukuran kecil ini sudah dipenuhi banyak warga.

"Nah itu mereka," ucap salah seorang warga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status