Share

Diusir Warga

last update Last Updated: 2023-12-15 23:47:06

"Mas, itu kenapa pada ramai-ramai di depan rumah?" bisikku pada Mas Agung yang memperlambat jalan motornya. Entah berapa orang yang bersorak di depan rumahku. Sekilas Bianca melihat pintu terbuka lebar, tapi dirinya tak melihat Emak di antara kerumunan itu.

"Nggak tahu, Sayang."

"Pinggirin dulu motornya, Mas."

Setelah Agung memarkir motor sembarang tempat, mereka berjalan mendekat ke kerumunan warga. Belum sempat Bianca bertanya ada persoalan apa sampai ramai begini di depan rumahnya, seorang lelaki bertubuh kekar lagi tinggi langsung mengerang.

"Hei ... Bianca, enyaplah kamu dari kampung ini. Kami tidak sudi punya warga perebut suami orang tinggal di sini!" cecarnya.

"Jaga dikit omongan, Anda. Bianca tidak merebut saya dari siapapun. Kalian, kalau tidak tahu akar permasalahannya jangan asal nyablak aja," sahut Agung tak terima. Rahangnya mengeras menahan emosi ketika Bianca dijuluki perebut suami orang.

Bianca malah ketakutan. Bagaimana kalau warga menyeret kami berdua keliling kampung, lalu diviralkan, dan semua rekan kerja Bianca tahu.

"Halah ... Agung ... Agung ... ini bukannya permainan lama kau. Seluruh orang di desa ini sudah tahu siapa kau, Gung."

"Jangan kasih ampun, seret mereka ..."

"Usir!"

"Memalukan ..."

"Pelako® ..."

Mereka menyerang secara bergantian, Agung sudah mulai pasang badan berdiri di hadapan Bianca dengan membentangkan kedua tangannya.

"Kalian jangan anarkis, saya bisa laporkan kalau cara kalian seperti ini," teriak Agung.

"Mas, aku takut. Bagaimana ini, Mas?" ucap Bianca gugup sembari memegang erat baju kaos oblong yang dikenakan Mas Agung.

"Tenang, Sayang. Mas akan lindungi kamu," balasnya.

"Hei ... sepasang makhluk tidak tahu diri!" bentak lelaki tadi.

"Anda yang sopan dikit kalau ngomong!" sahut Agung tak terima.

"Huuuuuuu ...." Semua orang semakin bersorak. Sekilas Bianca pandangi sorot matanya mereka. Begitu nanar, amarah tertahan sepertinya. Apa yang musti mereka marah kan? Pernikahan ini terjadi atas dasar suka sama suka.

"Aku bukan perebut suami orang. Justru aku bertemu dengan Mas Agung dikondisi yang tepat saat itu. Di saat perkawinan dia dengan istri pertama di ambang perpisahan," ucap Bianca membatin.

"Sopan? Sama orang kalian musti sopan?" sahut perempuan dari belakang sana, Bianca tidak tahu siapa itu.

"Sudahlah, nggak usah basa-basi kitanya sama orang kayak mereka!" usul seseorang, bersuara lantang, lelaki, tapi tetap saja Bianca tidak mengenalinya.

"Seret ... seret ... seret ..."

"Bapak-bapak, ibu-ibu, saya mohon, jangan seret anak saya, saya mohon, Pak, Bu."

Seketika Bianca melihat Emak keluar dari kerumunan warga lalu membentang tangannya, sehingga warga yang tadi ingin menyerbuku terhentikan langkahnya,

"Semuanya, Saya mohon, jangan usir Bianca. Tolong, biarkan semalam ini dia di rumah. Saya mohon, saya pastikan besok Bianca tidak ada lagi di kampung ini, Pak, Bu," ujar Emak, lalu wanita yang melahirkan Bianca itu lalu bersujud di depan orang banyak. Bianca pandangi mereka satu per satu, raut sangar berubah iba.

"Mak Itun berdirilah, Mak. Harusnya Mak tidak perlu membela anak seperti Bianca," seorang ibu paruh baya, diterka umurnya tak jauh dari Agung meraih Emak, dia menuntun Emak agar bangun dari sujud.

"Saya tidak akan bangun, sampai kalian semua memenuhi permintaan saya." Terdengar samar apa yang diucapkan emak, karena posisi emak masih bersujud. Bianca menoleh ke belakang, rupanya Agung lebih memilih diam seribu bahasa.

"Mak, bangun! Jangan bikin malu aku!" bentak Bianca tak terima. Bianca yang tadinya berlindung di belakang Agung berjalan beberapa langkah.

Apa-apaan sikap Emak ini. Bianca merasa dirinya tidak sepenuhnya salah. Warga aja yang lebay, emaknya juga, bikin harga Bianca semakin tak berharga di mata mereka.

"Lihat, Mak. Lihat anak yang kamu bela, dia saja tetap tidak mengakui sikapnya yang tidak bermoral itu," sahut seorang warga. Bianca tidak tahu, karena memang tidak kenal.

"Tapi saya mohon, Pak. Demi saya, tolong kabulkan permintaan saya tadi," tutur Emak Bianca.

"Sudahlah, Pak. Kasian Mak Itun. Besok kami akan datang ke sini lagi, kalau kami masih melihat mereka, kami tidak akan toleril lagi, Mak."

"Hei, Bu. Anda pikir saya akan bertahan di sini, di kampung ini, nggak sama sekali. Silakan kalian cek besok sendiri, nggak akan kalian temukan aku di kampung ini lagi," serang Bianca tak tahan, mereka semakin membuat amarah Bianca membuncah. Padahal di luar sana banyak kok yang kisahnya sepertinya, tapi aman-aman saja.

"Kita bubar saja, tidak perlu meladani perempuan yang tidak punya hati seperti ini. Mak Itun bangunlah!" ujar seorang ibu. Tak lama kemudian, halaman rumah Bianca yang tadinya penuh sesak, sekarang bak kuburan, sepi seketika.

Sekalipun mereka bersorak yang tidak-tidak pada Bianca, tapi dia tidak peduli masa bodoh dengan penilaian mereka tentang dirinya, karena pada dasarnya mereka tidak tahu cerita sebenarnya. Bianca pun juga enggan menjelaskan pada mereka, tidaklah penting!.

"Mak, masuk! Aku mau ngomong!" bentak Bianca.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hidupku Setelah Merebut Suami Orang    Ending

    Part 21Perut Bianca semakin besar, apalagi akan memasuki kandungan 7 bulan. Namun, seiringan dengan perut yang membesar, wajah Bianca pun tampak menjijikkan.Awalnya hanya muncul beberapa titik jerawat, kecil-kecil, lalu tanpa disadari jerawat yang muncul malah semakin besar dan berisi cairan putih."Ini jerawatnya makin hari makin banyak, teman-teman juga mulai geli jika berpapasan denganku," ucapnya saat mematut diri di depan cermin. Dia meraba wajahnya yang tak glowing dan cerah lagi."Apa karena aku berhenti memakai skincare selama hamil?" tanyanya berbisik.Saat bekerja, teman yang biasanya bertegur sapa, satu per satu menghindar. Apalagi saat menikmati makan siang."Heh kamu, jangan duduk di sini, sana pindah tempat, liat wajah kamu bikin kita j1j1k dan terasa mau muntah," usir salah satu karyawan yang tengah menyantap hidangan makan siangnya. Meja terlihat penuh, hanya satu kursi saja yang kosong. Dan, Bianca tak punya pilihan lain."Kalau nggak suka, cabut aja, pindah aja ke

  • Hidupku Setelah Merebut Suami Orang    Kayak Orang Berantem Saja!

    Rumah yang menjadi saksi bisu selama ini sudah tinggal kenangan. Rumah yang sudah dia huni selama 6 tahun, berakhir dengan cara seperti ini. Untung sebelum rencana mau pindah, Bianca sudah membayar DP rumah kontrakan terbaru yang rencananya akan dia tempati bersama Agung. Untung dia belum memberi tahu apa-apa soal rumah kontrakan baru itu pada Agung. Jadi dia akan aman, karena Agung tidak akan bisa menemuinya di kota Batam yang lumayan luas ini."Lebih baik aku pergi dengan cara seperti ini, daripada harus mendengar rayuan busuk kamu, Mas! Hidup saja dengan jalangmu yang baru. Aku tidak sudi menderita terlalu jauh dengan kamu. Biarlah sendiri daripada hidup dengan manusia berbentuk buaya tak punya hati seperti kamu," gumamnya.Bianca sengaja membawa seluruh barang miliknya termasuk milik Agung bukan untuk kenangan. Namun, supaya Agung tidak punya baju ganti lagi. Kalaupun ada pasti dia akan pusing membeli yang baru. Bianca juga tidak mempermasalahkan motor yang dibawa Agung motor seco

  • Hidupku Setelah Merebut Suami Orang    Mencurigakan Sekali

    Lantunan suara azan dari Masjid yang tak jauh dari kontrakan tak mampu membangunkan Agung yang masih berdengkur ditambah orokannya yang keras. Ya, wajarlah masih terlelap, tidak ada yang membangunkannya, belum lagi semalam dia pulang sudah pukul 04.00 subuh.Usai makan sate mereka malah berkeliling batu aji, padahal Anggia sudah janji dengan adik sepupunya, diingkari demi memenuhi permintaan Agung seperti anak kecil merengek. Kalau pulang ke rumah jam segitu jalanan pasti sepi, otomatis tak akan mencurigakan sekalipun Bianca berboncengan dengan Agung sampai ke halaman kontrakan.Bianca sengaja tidak mengunci pintu rumah, agar tidurnya yang payah tidak terganggu. Dan juga, pagi tadi sebelum berangkat memilih bungkam, apakah sudah bulat tekadnya untuk berpisah dengan laki-laki yang belum genap dua bulan menjadi suaminya itu?***Kawan sejawat Maisaroh juga datang menjenguk ke rumah sakit. Sekalipun hanya kepala sekolah yang di dampingi keluarga yang masuk, melihat bagaimana kondisi Mais

  • Hidupku Setelah Merebut Suami Orang    Maaf, ya!

    "Bi ... kita masuk aja dulu, yuk. Nanti pas istirahat siang ngobrol lagi. Kamu banyak istighfar, biar Allah selalu lindungin kamu. Apalagi sekarang kamu lagi hamil muda. Rentan banget itu, jangan sampai kamu kelewat stres, bisa berdampak buruk buat kesehatan dan si jabang bayi. Kasihan dia, dia nggak salah juga.""Iya, Fe. Pas istirahat aja lanjutin ngobrolnya, lagian aku mau nanyain sesuatu juga sama kamu. Tapi nanti ajalah.""Iya," sahut Fera, dia mengangguk paham serta mengusap-usap punggung Bianca. Fera paham apa yang dirasakan Bianca saat ini, dan sebisa mungkin dia berusaha menenangkan Bianca dengan caranya sendiri tanpa terlalu jauh masuk ke ranah privasi Bianca."Fe ... aku, minta maaf, ya, atas sikapku sama kamu beberapa hari belakangan ini.""Iya, aku nggak apa-apa. Kita masuk dulu, kamu fokus kerja dulu, ya. Nanti kita bahas, ya," tutur Fera agak berbisik."Mbak, mau masuk apa tidak ni. Kalau tidak, saya kunciin, nih," kode Pak Satpam. Memang tidak ada lagi karyawan lain ya

  • Hidupku Setelah Merebut Suami Orang    Kenapa Menangis?

    "Nggak tahu lah, aku malas ngomongin Bianca. Mending kita bahas yang lain aja."Anggia dan Agung asyik mengobrol sembari menghabiskan sepiring sate dan segelas teh obeng. Agung memang punya niat lain pada Anggia, seperti ingin memiliki, tapi Anggia bukan perempuan yang mudah masuk perangkap. Orang seperti Agung hanya sebagai guyonan semata baginya.***Di kondisi lain, tampak bertolak belakang yang terjadu. Bianca masih saja menangisi Agung, lelaki yang sama sekali tidak peduli dengan keadaannya, apalagi tengah hamil muda. Jangankan Bianca, Maisaroh yang tidak sadarkan diri saja, Agung tidak peduli. "Ya Allah, apa ini hukuman untukku. Apa ini hukuman karena aku mengambil milik orang lain dengan caraku sendiri. Menyakiti perempuan lain demi kebahagiaanku sendiri. Ya, awalnya aku merasa bahagia karena Mas Agung begitu pandai memanjakan aku dengan caranya. Hingga aku lupa siapa dia, tanpa pikir panjang akan akibat kedepannya," gumamnya di sela isak tangis yang mendera."Tapi aku tidak s

  • Hidupku Setelah Merebut Suami Orang    Kecelakaan? Jangan Sampai Pulang!

    "Dari jualan lah darimana lagi. Kamu kenapa sih, aku pulang malah marah-marah. Suami pulang itu disambut, disediain minum. Aku capek seharian jualan malah begini.""Jualan? Yakin kamu pergi jualan?" tanyaku tak percaya."Muak juga aku lama-lama. Dicurigain terus mau-nya apa, sih?""Aku nggak bakalan curiga kalau kamu-nya nggak gatel sama perempuan lain. Jangan salahin aku, kamu duluan yang mulai!"Dering ponsel Mas Agung berbunyi dia dengan cepat merogoh dari dalam saku celananya."Halo, Nti. Kenapa?"Nti? Siapa lagi itu? Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan lewat sambungan telepon."Apa? Mama kecelakaan? Kenapa bisa? Sama siapa?"Apa? Mbak Maisaroh kecelakaan? Tapi tunggu, kenapa anak-anak Mas Agung bisa tahu nomor dia yang baru? Apa jangan-jangan? Aku memilih dia mendengarkan dengan seksama."Haa? Sama Fandy? Terus?"Jadi Mbak Maisaroh kecelakaan sama Fandy? "Mas ... Mas ... loudspeaker-in," bisikku pada Mas Agung. Rasa penasaranku sudah tidak terbendung."Di ICU?""Halo, Pa. I

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status