Share

Hijrah di Bawah Tuntunan Gadis Malam yang Kusewa
Hijrah di Bawah Tuntunan Gadis Malam yang Kusewa
Author: Pena_Zahra

1. Nikahi Aku, Om!

"Di mana barangnya?" tanya Alfaro pada tante Merry.

Beberapa waktu lalu, tante Merry mengabarkan padanya, bahwa ada barang baru yang begitu menarik, sehingga malam ini ia datang menemuinya di tempat biasa.

"Ada di kamar biasa, sudah siap." Tante Merry menjawab dengan senyuman penuh makna.

"Berapa maharnya?"

"100 jeti," jawab tante Merry membuat Al terkesiap.

"Mahal amat? Biasanya nggak ada separuh dari itu. Benefitnya apa?" Al memprotes, bukan ia tak mampu membayar, kekayaannya bahkan tak akan habis dimakan tujuh turunan, hanya saja ia tak ingin dirugikan dengan membayar suatu hal yang tidak setimpal dengan apa yang akan didapatkannya.

Tante Merry tersenyum miring, "Gua pastikan lu akan seneng ma ni barang, Bos. Kali ini barangnya eksklusif, bukan cuma sekedar masih segel, tapi bener-bener belum ada orang lain yang menyentuhnya. Bos orang pertama yang akan menikmatinya.'' Tante Merry menjelaskan benefit yang akan didapatkan pelanggan VIPnya itu dengan membayar seratus juta.

Penjelasan Tante Merry sukses membuat Al semakin penasaran dan bersemangat. Diambilnya sebuah cek yang sudah ia siapkan di sakunya, kemudian menuliskan sebuah nominal yang tante Merry minta di sana.

"Lunas," ujar Al sembari menyodorkan selembar kertas seharga 100 juta pada tente Merry, membuat wanita paruh baya itu tersenyum mengembang.

"Thanks, Bos. Have fun, ya." Tante Merry berlalu meninggalkan Al di depan kamar tempat ia biasa menghabiskan malam. Meninggalkan kepulan asap yang aromanya menyengat menyeruak mengusik indra penciuman Al.

Dialah Alfaro Putra Al Fahri, seorang yatim piatu, pewaris tunggal Hartawan Al Fahri dan Rossalina Estemat yang sudah berpulang ke hadirat Tuhannya sejak ia masih berumur dua tahun.

Alfaro tumbuh menjadi sosok lelaki yang cerdas dan tampan, namun berkepribadian dingin dan kaku, mungkin karena ia tumbuh tanpa belaian kasih sayang kedua orang tuanya.

Lelaki yang kini telah berusia 35 tahun itu memutuskan untuk tidak menikah, karena baginya, pernikahan hanya akan membatasi dirinya. Sehingga ia memutuskan untuk menjadikan Bar milik tante Merry sebagai tempat pelariannya kala birahi tengah menguasai diri.

Namun walau ia penikmat s!x bebas, seleranya terhadap wanita terbilang cukup tinggi, tak sembarang wanita ia gauli, Al selalu berpesan pada tante Merry, agar ia dijadikan orang pertama yang dihubunginya saat ada barang baru yang masih segel, ia rela membayar berapapun nominal yang Merry sebutkan, asal wanita yang ditawarkan padanya masih memiliki selaput d*ra yang belum terkoyak.

Seperti malam ini, tanpa ragu ia merogoh sakunya, mengeluarkan uang sejumlah 100 juta demi menebus seorang gadis yang telah Merry siapkan di dalam biliknya.

Dibukanya perlahan pintu kamar tersebut, dan pemandangan pertama yang ditangkapnya adalah seorang wanita yang tengah duduk di tepi ranjang dengan posisi memunggungi pintu, wanita itu berpakaian lengkap, dari atas kepala hingga kakinya, semuanya tertutup sempurna oleh busana yang dikenakannya.

"Si-al," um-p*t Al kesal kemudian kembali menutup pintu dengan kasar, gegas ia berjalan meninggalkan kamar tersebut dan mencari keberadaan tante Merry dengan penuh emosi.

"Lho? Kok udahan? Tumben cepet, Bos?" Tante Merry berlagak heran melihat keberadaan Alfaro di hadapannya. Karena biasanya, paling sebentar lelaki itu akan menghabiskan waktu selama dua jam di dalam kamarnya.

"Lu bilang barangnya eksklusive, eksklusive apaan? Buntelan karung begitu lu tawarin ke gua," protes Al merasa dipermainkan.

Tante Merry tertawa terbahak-bahak mendengar protesan pelanggan terbaiknya, sejujurnya ia sudah mengira bagaimana reaksi pria tampan berusia 35 tahun di hadapannya kala melihat barang yang ditawarkannya, tapi ia yakin, kali ini pelanggannya itu akan merasa puas.

"Nggak usah ketawa, Lu. Mana sini balikin duit gua," cerca Al masih diliputi emosi. Bayangannya yang akan segera menuntaskan hasrat tertahan di malam ini menjadi ambyar seketika.

"Sabar dulu, Bos. Lu lihat dulu barangnya baik-baik, jangan keburu emosi. Gua yakin lu baru lihatin punggung ma covernya doang, belum lihat dalemnya, kan? Coba deh, lu lihat sekali lagi, gua jamin dia selera lu banget." Tante Merry berusaha meyakinkan.

"Ogah, gua nggak selera ama yang begituan." Al menolak tanpa pertimbangan. Baginya tidak ada yang menarik dari wanita berjilbab, yang bisa dinikmati dari wanita adalah kemolekan tubuhnya, kalau tubuhnya saja ditutup rapat, apa yang bisa dia nikmati?

"Ayo lah, Lu udah bertahun-tahun langganan di mari, Bos, dan selama itu Lu belum pernah kecewa, kan? Percaya deh ama gua." Tante Merry masih terus berusaha merayu Al, ia tak ingin seratus juta yang sudah berada di dalam genggamannya melayang begitu saja.

"Gini deh, Lu coba aja dulu, kalau Lu cocok Lu lanjut, tapi kalau engga, gua balikin duit Lu dua kali lipat, gimana?" Tak tanggung-tanggung, kali ini tante Merry memberikan tawaran yang begitu menggiurkan, entah mengapa, Ia begitu yakin pelanggan setianya itu akan merasa puas dengan penawarannya kali ini.

Al tampak berpikir sejenak, "Oke, deal," sahutnya setelah mempertimbangkan tawaran Merry. Ia kemudian bergegas menuju kamar yang sudah disiapkan.

Al membuka pintu perlahan, dan wanita itu masih di posisi yang sama, segala keributan di luar dan kedatanganya sampai dua kali ke ruangan ini tak membuatnya bergerak dari tempatnya barang satu senti.

"Ck, biasanya cewek-cewek yang gua sewa bakal nyambut gua dengan seribu pesonanya, tapi lihatlah dia, dia sangat jual mahal, bahkan sekedar menoleh menyadari kedatangan gua saja tidak." Alfaro berdecak kesal.

Ia melangkah penuh percaya diri mendekati sosok yang sedang memunggunginya. Entah mengapa, sosok yang sedari tadi hanya terdiam mengacuhkan keberadaannya itu membuatnya semakin penasaran.

Langkahnya terus maju, semakin mengikis jarak di antara ia dengan gadis itu. Kini Alfaro telah berada tepat di hadapannya, gadis itu tertunduk, enggan memandangnya.

Diraih lah dagu gadis di hadapannya, kemudian mengangkatnya perlahan, menampakkan keindahan paras cantiknya, tetapi, gadis itu segera memberontak, dengan cepat ia mengalihkan pandangannya.

Namun, paras cantiknya yang sekilas sempat terlihat berhasil membius Alfaro, pesona gadis yang ia taksir berusia sekitar dua puluhan itu berhasil membiusnya, ibarat buah, ia tengah berada di fase ranum-ranumnya, sangat menggoda selera.

Wajahnya yang putih bening, matanya bulat lengkap dengan bulu mata yang lentik, hidung kecilnya yang runcing serta bibir mungilnya yang ranum menciptakan kesan estetik, benar-benar perpaduan yang sempurna dan indah untuk dipandang.

"Hei, kamu kenapa, Cantik? Santai aja, rilex ... Nggak usah grogi gitu." Alfaro berusaha menggoda gadis di hadapannya. Ia kembali berusaha mengangkat dagu gadis cantik itu, namun lagi-lagi, tangan cantiknya menepis dengan cepat.

"Jangan sentuh aku, Om," sungutnya seraya menatap tajam Alfaro. Bukannya menjauh, penolakan gadis itu justru membuatnya semakin tertantang.

"Hei, asal kamu tahu, ya. Saya memang membayar kamu untuk disentuh," ucap Al lirih tepat di telinga gadis yang kerap disapa dengan sebutan Dina itu.

Sejenak Dina menegang mendengar kalimat Al, namun segera ia berhasil menguasai dirinya.

"Sorry ya, Om. Yang Om bayar itu si Merry, bukan aku." Merasa tak gentar, Dina terus menampakkan perlawanannya.

"Oh, jadi kamu menginginkan bayaran khusus? Baiklah ...," Al menjeda kalimatnya, mengeluarkan sejumlah uang yang sudah ia siapkan di balik jasnya. Uang itu biasanya akan ia berikan pada gadis-gadis yang menemani malamnya sebagai bonus setelah mereka menyelesaikan tugasnya. Tapi kali ini, ia memberikannya pada Dina di muka.

"Ini, lima juta, cukup?" ujar Al sembari menyodorkan sejumlah uang tepat di depan wajah Dina, namun respon gadis itu membuatnya tercengang. Ia menepis uang tersebut, "bukan ini yang aku mau," ujarnya ketus.

"Baiklah, 10 juta?" Al menaikkan tawarannya.

"No!"

Dina tetap menolak dengan tegas.

Alfaro menghela nafasnya panjang,

"Oke, Cantik, kalau begitu tulislah sendiri nominal yang kamu inginkan di sini." Al menyerahkan sebuah cek dan bulpoin ke hadapan Dina.

Tapi lagi-lagi gadis itu menepisnya. "Aku tak menginginkan uangmu, Om!" serunya penuh keberanian.

"Cuiih, Nggak usah naif! bukankah keberadaanmu di sini sudah cukup menjelaskan bahwa kau menginginkan uangku?" sungut Al mulai emosi.

Dina tersenyum sinis, "Anda tidak bisa menilaiku serendah itu, Om!'' jawabnya santai.

"Lalu apa maumu kalau bukan uang? Dasar gadis aneh," heran Al tak dapat memahami kemauan Dina.

"Apa Om begitu menginginkanku sehingga rela mengeluarkan sejumlah uang yang terbilang besar hanya untuk kenikmatan semalam?" Dina menghiraukan pertanyaan Al dan justru malah bertanya balik.

"Menurutmu? Nggak usah sok jual mahal, anak muda!" sungut Al.

"Kalau memang itu yang Om mau, Om bisa mendapatkannya dariku setiap malam secara gratis, tapi dengan satu syarat." Dina mencoba menyelamatkan kehormatannya dengan memberikan sebuah penawaran pada lelaki berhidung belang di hadapannya.

"Cepat sebutkan apa syarat itu!" ucap Al tak sabaran, baginya yang terpenting saat ini ia bisa segera menyalurkan hasratnya pada gadis yang pesonanya telah membuatnya seakan tengah berada dalam pengaruh sihir.

Sejenak suasana menjadi hening, sebelum kemudian suara Dina memecah keheningan, "Nikahi aku!"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Gusti Sumiartini
...... nagus bingit ceritanya
goodnovel comment avatar
NEULIS NIZAM
bab pertama udah bikin penasar
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status