"Di mana barangnya?" tanya Alfaro pada tante Merry.
Beberapa waktu lalu, tante Merry mengabarkan padanya, bahwa ada barang baru yang begitu menarik, sehingga malam ini ia datang menemuinya di tempat biasa."Ada di kamar biasa, sudah siap." Tante Merry menjawab dengan senyuman penuh makna."Berapa maharnya?""100 jeti," jawab tante Merry membuat Al terkesiap."Mahal amat? Biasanya nggak ada separuh dari itu. Benefitnya apa?" Al memprotes, bukan ia tak mampu membayar, kekayaannya bahkan tak akan habis dimakan tujuh turunan, hanya saja ia tak ingin dirugikan dengan membayar suatu hal yang tidak setimpal dengan apa yang akan didapatkannya.Tante Merry tersenyum miring, "Gua pastikan lu akan seneng ma ni barang, Bos. Kali ini barangnya eksklusif, bukan cuma sekedar masih segel, tapi bener-bener belum ada orang lain yang menyentuhnya. Bos orang pertama yang akan menikmatinya.'' Tante Merry menjelaskan benefit yang akan didapatkan pelanggan VIPnya itu dengan membayar seratus juta.Penjelasan Tante Merry sukses membuat Al semakin penasaran dan bersemangat. Diambilnya sebuah cek yang sudah ia siapkan di sakunya, kemudian menuliskan sebuah nominal yang tante Merry minta di sana."Lunas," ujar Al sembari menyodorkan selembar kertas seharga 100 juta pada tente Merry, membuat wanita paruh baya itu tersenyum mengembang."Thanks, Bos. Have fun, ya." Tante Merry berlalu meninggalkan Al di depan kamar tempat ia biasa menghabiskan malam. Meninggalkan kepulan asap yang aromanya menyengat menyeruak mengusik indra penciuman Al.Dialah Alfaro Putra Al Fahri, seorang yatim piatu, pewaris tunggal Hartawan Al Fahri dan Rossalina Estemat yang sudah berpulang ke hadirat Tuhannya sejak ia masih berumur dua tahun.Alfaro tumbuh menjadi sosok lelaki yang cerdas dan tampan, namun berkepribadian dingin dan kaku, mungkin karena ia tumbuh tanpa belaian kasih sayang kedua orang tuanya.Lelaki yang kini telah berusia 35 tahun itu memutuskan untuk tidak menikah, karena baginya, pernikahan hanya akan membatasi dirinya. Sehingga ia memutuskan untuk menjadikan Bar milik tante Merry sebagai tempat pelariannya kala birahi tengah menguasai diri.Namun walau ia penikmat s!x bebas, seleranya terhadap wanita terbilang cukup tinggi, tak sembarang wanita ia gauli, Al selalu berpesan pada tante Merry, agar ia dijadikan orang pertama yang dihubunginya saat ada barang baru yang masih segel, ia rela membayar berapapun nominal yang Merry sebutkan, asal wanita yang ditawarkan padanya masih memiliki selaput d*ra yang belum terkoyak.Seperti malam ini, tanpa ragu ia merogoh sakunya, mengeluarkan uang sejumlah 100 juta demi menebus seorang gadis yang telah Merry siapkan di dalam biliknya.Dibukanya perlahan pintu kamar tersebut, dan pemandangan pertama yang ditangkapnya adalah seorang wanita yang tengah duduk di tepi ranjang dengan posisi memunggungi pintu, wanita itu berpakaian lengkap, dari atas kepala hingga kakinya, semuanya tertutup sempurna oleh busana yang dikenakannya."Si-al," um-p*t Al kesal kemudian kembali menutup pintu dengan kasar, gegas ia berjalan meninggalkan kamar tersebut dan mencari keberadaan tante Merry dengan penuh emosi."Lho? Kok udahan? Tumben cepet, Bos?" Tante Merry berlagak heran melihat keberadaan Alfaro di hadapannya. Karena biasanya, paling sebentar lelaki itu akan menghabiskan waktu selama dua jam di dalam kamarnya."Lu bilang barangnya eksklusive, eksklusive apaan? Buntelan karung begitu lu tawarin ke gua," protes Al merasa dipermainkan.Tante Merry tertawa terbahak-bahak mendengar protesan pelanggan terbaiknya, sejujurnya ia sudah mengira bagaimana reaksi pria tampan berusia 35 tahun di hadapannya kala melihat barang yang ditawarkannya, tapi ia yakin, kali ini pelanggannya itu akan merasa puas."Nggak usah ketawa, Lu. Mana sini balikin duit gua," cerca Al masih diliputi emosi. Bayangannya yang akan segera menuntaskan hasrat tertahan di malam ini menjadi ambyar seketika."Sabar dulu, Bos. Lu lihat dulu barangnya baik-baik, jangan keburu emosi. Gua yakin lu baru lihatin punggung ma covernya doang, belum lihat dalemnya, kan? Coba deh, lu lihat sekali lagi, gua jamin dia selera lu banget." Tante Merry berusaha meyakinkan."Ogah, gua nggak selera ama yang begituan." Al menolak tanpa pertimbangan. Baginya tidak ada yang menarik dari wanita berjilbab, yang bisa dinikmati dari wanita adalah kemolekan tubuhnya, kalau tubuhnya saja ditutup rapat, apa yang bisa dia nikmati?"Ayo lah, Lu udah bertahun-tahun langganan di mari, Bos, dan selama itu Lu belum pernah kecewa, kan? Percaya deh ama gua." Tante Merry masih terus berusaha merayu Al, ia tak ingin seratus juta yang sudah berada di dalam genggamannya melayang begitu saja."Gini deh, Lu coba aja dulu, kalau Lu cocok Lu lanjut, tapi kalau engga, gua balikin duit Lu dua kali lipat, gimana?" Tak tanggung-tanggung, kali ini tante Merry memberikan tawaran yang begitu menggiurkan, entah mengapa, Ia begitu yakin pelanggan setianya itu akan merasa puas dengan penawarannya kali ini.Al tampak berpikir sejenak, "Oke, deal," sahutnya setelah mempertimbangkan tawaran Merry. Ia kemudian bergegas menuju kamar yang sudah disiapkan.Al membuka pintu perlahan, dan wanita itu masih di posisi yang sama, segala keributan di luar dan kedatanganya sampai dua kali ke ruangan ini tak membuatnya bergerak dari tempatnya barang satu senti."Ck, biasanya cewek-cewek yang gua sewa bakal nyambut gua dengan seribu pesonanya, tapi lihatlah dia, dia sangat jual mahal, bahkan sekedar menoleh menyadari kedatangan gua saja tidak." Alfaro berdecak kesal.Ia melangkah penuh percaya diri mendekati sosok yang sedang memunggunginya. Entah mengapa, sosok yang sedari tadi hanya terdiam mengacuhkan keberadaannya itu membuatnya semakin penasaran.Langkahnya terus maju, semakin mengikis jarak di antara ia dengan gadis itu. Kini Alfaro telah berada tepat di hadapannya, gadis itu tertunduk, enggan memandangnya.Diraih lah dagu gadis di hadapannya, kemudian mengangkatnya perlahan, menampakkan keindahan paras cantiknya, tetapi, gadis itu segera memberontak, dengan cepat ia mengalihkan pandangannya.Namun, paras cantiknya yang sekilas sempat terlihat berhasil membius Alfaro, pesona gadis yang ia taksir berusia sekitar dua puluhan itu berhasil membiusnya, ibarat buah, ia tengah berada di fase ranum-ranumnya, sangat menggoda selera.Wajahnya yang putih bening, matanya bulat lengkap dengan bulu mata yang lentik, hidung kecilnya yang runcing serta bibir mungilnya yang ranum menciptakan kesan estetik, benar-benar perpaduan yang sempurna dan indah untuk dipandang."Hei, kamu kenapa, Cantik? Santai aja, rilex ... Nggak usah grogi gitu." Alfaro berusaha menggoda gadis di hadapannya. Ia kembali berusaha mengangkat dagu gadis cantik itu, namun lagi-lagi, tangan cantiknya menepis dengan cepat."Jangan sentuh aku, Om," sungutnya seraya menatap tajam Alfaro. Bukannya menjauh, penolakan gadis itu justru membuatnya semakin tertantang."Hei, asal kamu tahu, ya. Saya memang membayar kamu untuk disentuh," ucap Al lirih tepat di telinga gadis yang kerap disapa dengan sebutan Dina itu.Sejenak Dina menegang mendengar kalimat Al, namun segera ia berhasil menguasai dirinya."Sorry ya, Om. Yang Om bayar itu si Merry, bukan aku." Merasa tak gentar, Dina terus menampakkan perlawanannya."Oh, jadi kamu menginginkan bayaran khusus? Baiklah ...," Al menjeda kalimatnya, mengeluarkan sejumlah uang yang sudah ia siapkan di balik jasnya. Uang itu biasanya akan ia berikan pada gadis-gadis yang menemani malamnya sebagai bonus setelah mereka menyelesaikan tugasnya. Tapi kali ini, ia memberikannya pada Dina di muka."Ini, lima juta, cukup?" ujar Al sembari menyodorkan sejumlah uang tepat di depan wajah Dina, namun respon gadis itu membuatnya tercengang. Ia menepis uang tersebut, "bukan ini yang aku mau," ujarnya ketus."Baiklah, 10 juta?" Al menaikkan tawarannya."No!" Dina tetap menolak dengan tegas.Alfaro menghela nafasnya panjang,"Oke, Cantik, kalau begitu tulislah sendiri nominal yang kamu inginkan di sini." Al menyerahkan sebuah cek dan bulpoin ke hadapan Dina.Tapi lagi-lagi gadis itu menepisnya. "Aku tak menginginkan uangmu, Om!" serunya penuh keberanian."Cuiih, Nggak usah naif! bukankah keberadaanmu di sini sudah cukup menjelaskan bahwa kau menginginkan uangku?" sungut Al mulai emosi.Dina tersenyum sinis, "Anda tidak bisa menilaiku serendah itu, Om!'' jawabnya santai."Lalu apa maumu kalau bukan uang? Dasar gadis aneh," heran Al tak dapat memahami kemauan Dina."Apa Om begitu menginginkanku sehingga rela mengeluarkan sejumlah uang yang terbilang besar hanya untuk kenikmatan semalam?" Dina menghiraukan pertanyaan Al dan justru malah bertanya balik."Menurutmu? Nggak usah sok jual mahal, anak muda!" sungut Al."Kalau memang itu yang Om mau, Om bisa mendapatkannya dariku setiap malam secara gratis, tapi dengan satu syarat." Dina mencoba menyelamatkan kehormatannya dengan memberikan sebuah penawaran pada lelaki berhidung belang di hadapannya."Cepat sebutkan apa syarat itu!" ucap Al tak sabaran, baginya yang terpenting saat ini ia bisa segera menyalurkan hasratnya pada gadis yang pesonanya telah membuatnya seakan tengah berada dalam pengaruh sihir.Sejenak suasana menjadi hening, sebelum kemudian suara Dina memecah keheningan, "Nikahi aku!""Nikahi Aku!" gadis dengan nama lengkap Addina Amalia Zahra itu mengatakan syaratnya dengan lantang dan tegas, sontak membuat Al tertawa."Hahaha, menikah?""Iya." jawab Dina mantap."Itu hal yang mustahil saya lakukan!" mimik wajah Alfaro berubah menjadi dingin setelah tawanya menggema ke seluruh penjuru ruangan."Kalau Om tidak bersedia, maka aku juga tak akan membiarkan Om menyentuhku!" jawab Dina berusaha tetap tenang.Alfaro memandang gadis di hadapannya sekali lagi, sejenak ia merasa heran dengan dirinya sendiri, bagaimana mungkin hanya dengan memandang wajah cantiknya membuat aliran darahnya berdesir hebat? Padahal seluruh tubuh gadis itu masih terbalut oleh busana yang dikenakannya. Ia merasakan suatu hal yang berbeda dari biasanya."Sial, kenapa gua begitu menginginkannya?" batin Al merutuki, andai saja ia tak terjerat oleh pesona gadis di hadapannya itu, sudah barang pasti ia meninggalkannya pergi dengan kembali mengambil alih uang seratus jutanya di tante Merry."Sebutkan a
"Jangan panggil saya Om!""Lalu?""Suka-suka kamu asal jangan Om," jawab Al asal."Eum, kalau gitu aku panggil siapa ya ...?" gumam Dina sembari mengetuk-ngetukkan telunjuknya di dagu. "Gimana kalau ... Oppa?" tanya gadis penggemar drakor itu berbinar. Ia jadi senyum-senyum sendiri membayangkan kedekatannya dengan Om-om di hadapannya akan seromantis drama Oppa-Oppa Korea yang biasa ditontonnya."Opa? Memangnya kau kira saya setua itu?" tanya Al dengan nada tinggi."Lho, kok tua sih, Om?" heran Dina."Opa gandengannya Oma, kan?" ucap Al polos mengundang tawa Dina. Dina tertawa sampai terpingkal-pingkal di depan lelaki dewasa yang hanya melihatnya dengan pandangan penuh tanya."Kamu menertawai saya?" tanya Al dengan pandangan menyalang."Aduh, maaf ya, Om. Habisnya Om lucu sih.'' Dina berusaha menghentikan tawanya, sedangkan Al hanya menggeleng-gelengkan kepala. " Bocah sableng," gumamnya menggerutu."Oppa itu panggilan untuk lelaki yang lebih tua dalam bahasa korea, Om. Tapi biasanya
"Jadi kita mau langsung pulang atau gimana, Pak?" tanya Sopir pribadi Al setelah melihat tuannya selesai dengan aktifitas teleponnya. Sedari tadi ia sibuk menghubungi banyak orang untuk membantunya mempersiapkan acara pernikahan esok."Sebentar." Al meminta tenggang waktu untuk menjawab."Din," panggil Al membuyarkan lamunan Dina yang sedari tadi hanya terdiam memikirkan ucapan tante Merry tentang Al yang membeli dirinya seharga Bar miliknya.Ia menerka-nerka, berapakah harga Bar terbesar se-Surabaya itu jika dirupiahkan? Sanggupkah ia mengembalikan jumlah itu pada Al?"Ya, Om?" sahut Dina yang belum sepenuhnya sadar.Al menoleh dengan pandangan menyalang."Ah, maksudnya, Oppa Al," lanjutnya dengan senyuman bersalah."Nggak ada panggilan yang lebih enak didengar apa?" protes Al."Aku masih memikirkannya, Oppa, memangnya ada apa?" jawab Dina."Di mana kamu tinggal sebelumnya?" Al bertanya tanpa basa-basi."Kenapa Oppa tanya begitu? Oppa mau kembalikan aku ke tempat asalku?" tanya Dina
Shodaqallahul'adziim ...Dina segera mengakhiri bacaan Al Qur'annya saat mendapati suaminya telah datang dari mengantar Oma. "Aa' sudah datang?" tanyanya sembari berdiri mendekat ke arah Al. Dina segera meraih tangan Al dan menciumnya saat ia telah berada di hadapan suaminya.Perlakuan Dina membuat Al menegang, ia tak menyangka bahwa gadis yang dinikahinya atas dasar simbosis mutualisme itu akan bersikap begitu manis padanya."Kamu nggak perlu melakukan itu pada saya, Din," ucap Al sembari menarik pelan punggung tangan yang baru saja dikecup penuh hormat oleh istrinya."Memangnya kenapa?''"Karena kamu tahu sendiri apa alasan saya menikahi kamu, jadi nggak perlu terlalu bersikap seperti suami istri pada umumnya," jawab Al dingin.Dina tersenyum, "Apapun alasan Aa' menikahi aku, tetap kenyataannya saat ini Aa' adalah suami aku. Aku tetap harus memperlakukan Aa' sebagaimana mestinya, karena ini merupakan kesempatan untuk aku mendapatkan pahala dalam pernikahanku," jelas Dina membuat A
"Cantik," puji Al dengan pandangan dan senyuman penuh makna."Astaggaaaahh, bisa copot ini jantung kalau dibiarin gini terus," batin Dina tak mampu lagi menahan gejolak di hatinya."Bentar A'," ucap Dina membuat fokus Al buyar."Kenapa, Din?""Dina deg-degan A'," ucap Dina sembari menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Membuat Al menahan tawa melihat tingkah polos istrinya."Gadis ini masih sangat polos dan lugu, sebenarnya apa yang terjadi padanya, mengapa ia bisa berada di tempat tante Merry?" batin Al mulai bertanya-tanya."Lucu ya, kamu," ucap Al sembari mengacak rambut Dina asal. Pandangannya yang sempat menggelap kini berubah menghangat. Dina dengan segala kepolosannya justru mewarnai malam yang sangat dinantikannya.Biasanya, ia hanya melewati malam dengan peluh kenikmatan, menuntaskan hasratnya dengan ketergesa-gesaan, sekedar untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya, tanpa merasakan adanya suatu yang dapat menyentuh hatinya.Tapi malam ini, berkali-kali ia merasakan desiran asing
"Oh, jadi gitu alasannya. Kalau bekas Aa' sendiri bagaimana?'' tanya Dina to the point membuat Al memandangnya penuh makna." Tergantung." Al menjawab setelah berpikir beberapa saat."Tergantung apa, A'?""Tergantung apa kata nanti, bakal ketagihan atau nggak," jawab Al asal. Dina tersipu mendengar jawaban suaminya."Dina berharap Aa' selalu ketagihan," ungkapnya malu-malu, yang hanya dibalas dengan pandangan lekat oleh Al."A' boleh aku tanya satu hal lagi?" "Boleh.""Apa benar Aa' membeliku dari tante Merry?""Ya," jawab Al singkat."Kenapa Aa' lakukan itu?" tanya Dina penasaran."Lantas saya harus bagaimana? Saya tidak bisa membawa kamu begitu saja dari tempat itu. Ibarat kata kalau si Merry itu pedagang, maka kamu adalah barang dagangannya. Mana mungkin saya bisa membawa barang dagangannya cuma-cuma?" jelas Al panjang.Dina tertegun, karena apa yang suaminya katakan memanglah benar dan masuk akal. Tapi, ia tak menyangka bahwa suaminya harus membayar semahal itu untuk membawanya
"Ke rumah sakit? Mau ngapain A'?""Saya mau ajak kamu ke dokter kandungan," jawab Al singkat.Dina menahan tawa, "Ngapain ke dokter kandungan A'? Kan aku nggak hamil? nggak mungkin, kan, A' bikin se3malem paginya langsung jadi, emang adonan donat?" lawak Dina di sertai tawanya merasa aneh dengan suaminya."Kita ke dokter kandungan mau konsultasi KB untuk kamu.'' Al menyampaikan rencananya dengan lugas, membuat Dina seketika menghentikan tawanya."KB, A'? Aa' ingin aku KB?" tanya Dina tak memahami maksud keinginan suaminya."Iya.""Tapi kenapa A'? Aa' pengen kita pacaran dulu ya?'' goda Dina dengan gaya riang khasnya."Saya tidak ingin punya anak!" jawab Al datar."Deg!"Bagai disayat belati, mendengar itu Dina hanya terdiam, tak lagi berucap sepatah katapun. Rasanya begitu sakit mendengar ucapan suaminya yang tak ingin memiliki anak darinya."Ya sudah, kamu siap-siap, saya tunggu di depan," lanjut Al lagi yang tak menyadari perubahan sikap Dina."Iya A'." Al berlalu meninggalkan Dina
"Siapa lelaki itu? Kenapa Dina kelihatan happy banget ngobrol sama dia?" batinnya bertanya-tanya."Supri!" panggil Al pada sopir pribadinya dengan pandangan masih melekat pada istrinya yang tengah asyik bercengkrama dengan lelaki lain."Ya, Pak?""Kamu lihat lelaki yang bersama istri saya itu, perhatikan wajahnya baik-baik!" titah lelaki dengan mata elang itu penuh emosi."Sudah?""Sudah, Pak.""Setelah kamu antar saya ke kantor, segera kamu kembali ke sini. Saya ingin kamu pantau terus gerak-gerik Dina, siapa saja orang-orang yang dekat dengannya. Cari tahu siapa lelaki itu, lalu informasikan pada saya!" Al kembali memberi perintah pada Supri."Siap, Pak.""Jangan lupa ganti baju kamu, ya, jangan pakai baju sopir, karena Dina akan mengenali. Belilah kaos dan celana juga topi seperti yang kebanyakan mahasiswa itu kenakan, untuk penyamaran kamu selama penyelidikan,"Al memperingati lagi."Baik, Pak!''Kemudian Al tampak mengutak-atik ponsel di tanganya,"Sudah saya transfer 1 juta untuk