Share

Bab 1. #missyoumom

Beberapa hari sebelumnya...

Matthias menjadi geram ketika sekretarisnya melaporkan padanya bahwa cuitan John telah menjadi trending topik bahkan akun resmi perusahannya ikut diberi tagar.

Sungguh memalukan. Hal tersebut secara tidak langsung mencoreng dirinya serta seluruh perusahaan Kohlberg.

Sore itu, Matthias bermaksud menegur keras adiknya yang sudah keterlaluan. Sesampainya di rumah, ia segera naik ke lantai dua, mengabaikan para asisten rumah tangga yang menundukkan kepala saat Matthias melewati mereka mulai dari pintu masuk, tangga kembar, lorong panjang hingga pengujung ruangan dengan pintu yang tertempel poster besar berinisial JJ. 

"John, tolong bersikaplah dewasa!" Dari nada suaranya seketika ia membuka pintu kamar JJ, Matthias nampak sangat jengkel mendapati tingkah John yang sedang asyik dengan komputernya dalam permainan daring bersama temannya setiap hari.

Matthias mendekatinya dan mencabut headset nirkabel adiknya. Tidak menyadari bahwa setiap tindakannya tersebut sebenarnya terekam oleh webcam adiknya.

"Anj*ng! Jangan ganggu gua lah!" Teriaknya tanpa pikir panjang dan merampas kembali headset tersebut dan memasangnya kembali. Melanjutkan permainan dengan mengetik sesuatu pada keyboard-nya untuk timnya.

Dengan santai Matthias mencabut kabel power yang tersambung pada komputer JJ, senyuman tipis nampak di wajahnya disertai lirikan mata pada adiknya seolah menyuarakan 'mampus' ketika ia melihat JJ mengernyitkan dahi dan membuka mulut.

"Bangs*t lah, mau lu apa sih?!" Erang JJ melepas headset dan menatap Matthias tajam. Bukan hanya merasa terganggu, namun posisinya sebagai salah satu pemain utama atau core dalam permainan tersebut pun tereliminasi.

"Mauku, kamu menghapus segala tulisan tidak berguna itu di Twister. Sekarang, banyak investor dapat melihat kebobrokanmu yang melekat pada nama baik perusahaan."

Matthias menatap mata John dengan ekspresi keras, datar, dan tegas sembari menunjukkan ponsel miliknya. Dengan posisi berdiri tegak bagaikan sikap seorang yang telah lama menjalani latihan militer, sebenarnya John tidak berani untuk melawannya secara fisik.

Akan tetapi John dalam posisi duduk, membanting tubuhnya ke kursi gaming bertuliskan 'JJGAMING' dan menghela nafas.

"Kalau gue ga mau, emang kenapa?"

Seolah menantang dengan jelas melalui sikap berengseknya, John sama sekali tidak peduli apabila kakaknya dalam keadaan kesal atau marah sekalipun. Karena ia merasa menjadi anak bungsu yang akan selalu disayang dan dibela ayahnya.

Itu semua karena John lahir setelah ibu mereka, Sissy Camelia Kohlberg meninggal akibat pendarahan hebat saat melahirkannya dan satu-satunya kalimat terakhir dari mendiang ibunya kepada Joseph, sang ayah dan Matthias ialah menjaga John sebaik-baiknya.

Usia Matthias saat itu sepuluh tahun, dengan berlinang air mata, Matthias juga berjanji.

"John, kakak mohon. Kamu tidak peduli sama sekali dengan kesehatan papa? Tidak cukupkah kamu diam saja di sosial media tanpa perlu mengungkit hal privacy dalam keluarga kita?"

Pernyataan Matthias diungkapkan dengan nada tenang mengingat rasa hormat akan kalimat terakhir yang diucapkan mendiang ibunya.

"Rating," John memutar kursi gaming miliknya, "hal yang menyangkut privacy seseorang itu sangat dibutuhkan masyarakat bodoh di luar sana."

Matthias mengernyitkan dahi karena baginya hal tersebut sama sekali tidak masuk akal, apa yang dikatakan adiknya tidak dapat ia cerna sama sekali.

"Maaf, rating? Dibutuhkan masyarakat?" Matthias berusaha memahami kalimat adiknya sambil melipat kedua tangannya di dada.

"Well, bro.... Makanya jangan kerja melulu di kantor, ketemu bajin*an elit dan kurang pergaulan di era digital seperti ini." John yang sedang memutar kursi kemudian berhenti dan menatap Matthias dengan tatapan mengejek.

"Setidaknya, apa yang kulakukan di kantor yang telah membuatmu dengan nyaman duduk di kursi itu, John." Matthias menghela nafas, menantikan penjelasan John. "Ok, you lost me, J. Just explain."

"Lu sibuk mencari relasi, koneksi, dan semua lu lakukan demi uang, right?" John memulai. "Begitupula dengan gue. Kata atau kalimat yang kontroversi merupakan currency yang dibutuhkan di dunia maya."

Sembari memperhatikan, Matthias sebenarnya merasa John memang memiliki daya tarik yang unik baginya. Kaum milenial memiliki caranya sendiri untuk mendapatkan investasi melalui simpati, terutama memang harus diakui bahwa John cukup jenius memanfaatkan peluang, hanya saja kekurangannya: ia angkuh dan sembrono.

"Ada yang mendapatkan fame yang berujung traffic, banyak orang menyukai cuitan, postingan, dan berbagai hal lainnya karena orang tersebut menghina dirinya sendiri, atau menghina orang lain di sosial media, Matt."

Berhenti sejenak, John bangkit dari kursinya dan menyalakan kembali komputer dengan mencolok kembali kabel yang dilepas Matthias sebelumnya. Komputer beserta seluruh perlengkapan mulai dari lampu, mouse, mousepad, sampai aksesoris warna-warni mulai memenuhi meja komputer John.

"Traffic means income, bro."

"Ok, aku sudah paham. Akan tetapi perlukah income tersebut diperoleh dengan cara rendahan seperti itu, John?" Matthias berjalan perlahan sambil memperhatikan adiknya. "Membawa martabat keluarga?"

"Martabat keluarga? Hah!" John melirik Matthias. "Apa yang keluarga ini hasilkan selain meninggalkan harta yang harus dihabiskan?!"

"Apa maksudmu, J?" Matthias mulai kembali terusik.

"Mama tiada karena papa sibuk kerja, kan?" Suara John terdengar sedikit lirih tapi ditutupinya dengan mengalihkan tatapannya ke monitor besar berbentuk kurva di hadapannya. "Untuk apa harta, jika mama ga bisa diselamatkan?"

"Ya aku mengerti kamu tumbuh tanpa mama, tapi—" Matthias menimpali, namun John tidak terima.

"LU TAU APA HAH?!" Tanpa menatap sedikitpun pada kakaknya, John hanya menatap logo JJGAMING buatannya di wallpaper monitor. Suasana di kamar John terasa berat dan hening, teguran yang seharusnya menjadi prioritas Matthias berubah menjadi rasa iba melihat kondisi adiknya.

Dalam hati Matthias, ia tersadar bahwa seluruh tindakan John memang berdasarkan rasa kesepiannya. John tidak pernah melihat secara langsung wajah mamanya, hanya foto besar yang terletak di tengah tangga kembar pada ruang utama rumah mereka.

Foto yang menjadi memento atau kenangan akan kehadirannya sebagai ibu yang telah melahirkannya—kemudian pergi meninggalkan mereka.

Ayah mereka 'melarutkan diri' dalam kesibukan mengurus 'gurita' perusahaan, menggalang dana dan pergi ke berbagai negara menandatangani kontrak kerja, sumbangan, atau memberikan dana hibah serta bantuan pada pemerintah hingga pada akhirnya ia harus rela menyerah dan terbaring di rumah karena kondisi fisiknya yang melemah.

Matthias berjalan menuju pintu, menghela nafas sejenak sambil berdeham.

"Baiklah, fine—" Matthias mengangkat kedua tangannya. "Lakukan sesukamu, Jo. Tapi coba renungkan, jika mama masih disini bersama kita; apa yang akan dikatakannya?"

Pintu kamar tertutup, John yang sedang terdiam meraih ponsel dan mengetuk layarnya dua kali.

Tidak terduga, background wallpaper John bukanlah seperti yang banyak dilakukan seseorang seusianya: wanita seksi, mobil sport, pemandangan wisata, lokasi terkenal lainnya, atau tulisan JJ yang sangat dibanggakannya.

Melainkan foto ibunya dengan editan yang bertuliskan #missyoumom di bagian bawahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status