Home / Romansa / Hilang Untuk Ditemukan / Bab 3. #gracehill

Share

Bab 3. #gracehill

Author: Futopia
last update Last Updated: 2021-07-01 10:18:07

Desa Grace Hill, Sewarang. Javva Tengah.

400 km dari Akarta.

06:30 AM

Di mana hartamu berada, di situlah hatimu berada.

Itulah kalimat yang akan dibaca oleh siapa pun yang melintasi gerbang Bukit Anugerah. Daerah tersebut dibangun oleh seorang misionaris nasrani yang dibantu oleh para penduduk sekitar pada tahun 90-an, tertulis pada peta dengan sebutan Grace Hill.

Sejarah yang sebenarnya bukan ditujukan untuk penyebaran agama, akan tetapi Bukit Anugerah pernah mengalami musibah kebakaran dahsyat pada suatu malam, seluruh wilayah perbukitan yang dipenuhi pepohonan tinggi habis dilahap api yang berkobar hingga dini hari.

Pemadam kebakaran berlokasi sangat jauh dan penduduk sekitar tidak memiliki cukup daya untuk menanggulangi kebakaran hutan tersebut yang menyebar begitu cepat oleh karena iklim ekstrim.

Tidak sedikit jumlah korban luka maupun jiwa, akan tetapi ada sebuah keluarga dimana bayinya berhasil diselamatkan oleh Kasih Karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Seakan dijaga oleh malaikat Tuhan itu sendiri, api yang menyambar habis seluruh pemukiman warga menyisakan sebuah pondok di atas bukit dimana bayi tersebut berada. Bahkan api berkobar di pepohonan sekitarnya namun tidak merambat ke daerah rumah tersebut.

Tidak diketahui keberadaan kedua orang tua bayi itu setelah insiden melanda. Warga menduga mereka melarikan diri akibat rasa malu, menyelamatkan harta mereka terlebih dahulu dan melupakan bayi mereka yang menangis seorang diri.

Keluarga yang tinggal di rumah tersebut memang cukup asing dan memisahkan diri dari penduduk lokal.

Misionaris bernama Christopher L. Longfellow, akhirnya memutuskan untuk merawat bayi itu dan menamainya Grace Light Hill karena mendapati jenis kelaminnya perempuan dan ditemukan di dalam rumah di atas bukit.

Dua puluh tahun telah berlalu.

Kini gadis tersebut telah tumbuh dewasa, kuat, ceria, serta menjadi bunga desa.

Rumah di atas bukit pun telah menjadi ikon wisata, terbuka sebagai tempat ibadah, sekaligus tempat tinggal Grace sewaktu Bapa Chris pergi untuk melayani para jemaat di kota lain.

Ukuran tubuh Grace yang mungil seringkali disangka anak kecil berusia dua belas tahun, padahal usianya sudah lebih dari dua puluh tahun. Namun hal tersebut tidaklah menjadi batu sandungan baginya, akan tetapi keuntungan tersendiri.

Karena setiap orang yang pada awalnya meremehkan Grace, menjadi takjub akan tatanan bahasa yang rapih serta pola pikir yang sudah matang.

Dari segi emosional maupun personal, Grace termasuk introvert yang mudah bergaul dengan siapa pun yang ia temui.

Tidak heran, banyak pemuda yang mengincar Grace namun undur diri tatkala berbicara padanya.

Grace hidup dengan biaya yang awalnya ditanggung Bapa Chris selaku orang tua asuhnya, sumbangsih masyarakat sekitar, hingga pada akhirnya Grace bertekad untuk membiayai hidupnya sendiri saat ia menginjak usia remaja.

Ia bahkan memiliki sebidang tanah, peternakan sederhana, serta kebun sayur kecil yang sah secara surat saat berusia lima belas tahun dari hasil tabungannya sendiri.

Saat ini ia sedang menekuni kuliah jurusan farmasi, bermodalkan tunjangan dari Bapa Chris dan sebagian dari hasil usahanya sendiri berjualan sayur, buah, dan komoditi lainnya secara berkeliling maupun daring. Grace menempuh sejauh kurang lebih 60 km setiap harinya pulang pergi untuk mengambil jadwal kuliah malam.

"Kamu yakin tidak ingin mengajukan beasiswa?" Tanya seorang ibu kepada Grace sembari ia membayar sekeranjang tomat segar yang dibawa Grace di pagi hari yang sejuk itu. Matahari masih belum sepenuhnya muncul.

"Aku sedang mengusahakannya, Bu Lola." Senyuman Grace yang manis selalu dapat menghibur siapa pun yang menjadi lawan bicaranya. "Akan tetapi aku masih perlu banyak belajar dulu. Kupikir, tidak akan mudah juga kalau hanya bermodalkan pengetahuanku yang terbatas ini."

Bu Lola tertawa kecil. "Grace, Grace. Kamu ini rendah hati sekali sih, Nak!" Sembari memeriksa sayur dan buah lain di sepeda kayuh yang dimodifikasi Grace menjadi 'sayur mayur keliling' yang terkenal murah dan berkualitas di desanya.

"Andai aku memiliki anak perempuan sepertimu, Nak~" Bu Lola mengambil wortel, memisahkannya dari beberapa sayuran lain yang sedang dipegangnya. "Anakku setiap hari taunya hanya rebahan, pacaran, rebahan, pacaran..."

Grace tertawa kecil sembari memperhatikan dan menghitung barang apa saja yang telah dipisahkan ibu tersebut dengan maksud ketika ditanya total pembeliannya nanti, ia dapat langsung memberikan angka yang tepat.

"Ngomong-ngomong kamu belum ada pacar, Grace?" Bisik Bu Lola tersebut seolah-olah ada orang lain yang mendengarkan pembicaraan mereka.

Grace yang sedang menjumlahkan total belanjaan Bu Lola tiba-tiba pecah konsentrasinya.

"Eh, Ah, totalnya, umm... Maaf, kenapa, Bu?" Jawab Grace terbata-bata.

"Belum ada cowok?" Bu Lola menekankan.

Grace berusaha menahan tawa mengingat bahwa Bu Lola ialah orang kesekian yang melontarkan pertanyaan tersebut pada dirinya.

"Belum memikirkan hal tersebut, Bu." Jawab Grace polos, "karena kuliah saja belum selesai, mengajukan beasiswa saja belum terlaksana."

"Ya kan bisa sambil jalan, Grace," timpal Bu Lola dengan semangat karena ingin segera menjodohkan Grace dengan seseorang. "Mau saya kenalkan?"

"Ah, terima kasih Bu. Tapi, aku benar-benar ingin fokus dulu dengan kuliah," senyum Grace segera merekah namun dalam hati kecilnya, ia berharap untuk menyudahi pembicaraan tersebut dan segera beranjak pergi. "Jadi, ada lagi yang ingin dibelanjakan, Bu?"

"Iya, sudah. Berapa ya, Grace?" Jawab Bu Lola sembari membuka dompetnya.

"Totalnya seratus ribu dan ibu dapat bonus kantong belanja dariku ya," balas Grace dengan mengeluarkan kantong belanja hijau ramah lingkungan yang ia rancang dan desain sendiri. "Pakai ini dapat mengurangi sampah plastik, Bu."

"Memang canggih benar anak muda satu ini," sambil tersenyum, Bu Lola menyerahkan lembaran seratus ribu dan selembar dua puluh ribu. "Nih, ibu tambahkan sedikit ya."

"Eh, jangan Bu!" Grace sungkan. "Ini gratis kok."

"Ah, anggap saja berkat lebih dari Tuhan, Nak." Bu Lola memaksa dengan lembut. "Jangan tolak rejeki, nanti Yang Maha Kuasa marah loh."

"Ya ampun, terima kasih banyak loh Bu~" Grace menerima dengan senang hati, memasukkan uang hasil jualannya ke dalam dompet kecil bertuliskan namanya.

Sebelum Bu Lola beranjak pergi, ia sempat memberikan sedikit wejangan pada Grace.

"Nak Grace," Bu Lola memulai. "Ingat, rejeki jangan ditolak. Apalagi jika kamu bertemu jodoh ya, siapa tahu nanti di jalan kamu ketabrak jodohmu."

Grace tersenyum kecil, mengangguk.

"Eh, ibu ndak main-main loh," logat daerah Bu Lola terdengar. "Usiamu sudah cukup matang untuk memiliki pasangan. Walau kamu masih terlihat imut-imut begitu."

"Iya, Bu. Terima kasih atas doa dan perhatiannya ya, Bu." Grace membalas dengan perasaan senang bercampur bingung. Karena memang apa yang ia ungkapkan ialah kebenaran, saat ini fokusnya hanyalah kuliah dan berjualan.

Karena 'harta' Grace yang paling berharga ialah ilmunya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hilang Untuk Ditemukan   Bab 28. #sekolah

    Setelah memberikan jam tangan emas miliknya, John kecil melihat gadis tersebut seakan menerima sesuatu yang sama sekali baru kali pertama dilihatnya. Dengan penuh antusias Lisa memeriksa setiap detail dari jam tangan kecil tersebut."Namamu siapa?" Lisa bertanya sambil tetap terfokus memperhatikan detik jam yang berjalan tanpa terhenti, tidak seperti detik pada jam tangan biasa. "Kamu orang kaya ya?""Aku John," dengan nada datar, John menjawabnya. "Aku bukan orang kaya, kenapa kamu bertanya begitu? Karena jam tangan emas itu?""Bukan," Lisa menatapnya. "Kamu sekolah di sana."Lisa menunjuk ke arah gedung berwarna sedikit kemerahan karena pantulan cahaya matahari siang. Udara saat itu lumayan sejuk, langit berawan, namun kedua anak kecil tersebut masih berada di balik semak rimbun dan pohon besar yang meneduhi mereka."Oh, tapi siapa pun juga bisa sekolah di sana, tidak harus orang kaya," John tersenyum, akan tetapi ia lupa sejenak dengan siapa ia

  • Hilang Untuk Ditemukan   Bab 27. #teman

    "Kehidupan ini bagai papan catur, jika tidak memiliki strategi tentu akan kalah. Siapa tidak berkawan tentu takkan pernah menemukan jalan keluar."Kalimat bijak di atas tertulis pada buku yang pernah dibaca oleh John ketika ia duduk di bangku sekolah dasar, namun ia tidak merasakan memiliki seorang pun teman karena ia sangat dijaga ketat oleh bodyguard ketika berada di sekolah.Teman-teman seusianya tidak ada yang berani mendekati karena melihat beberapa pria berjas hitam, berbadan besar, dengan tatapan mata tajam selalu mengawasi dan mengikuti kemana pun John pergi.Bel berdering, menandakan sudah waktunya untuk masuk kembali ke kelas. Saat itu John dan ketiga pengawalnya sedang berada di taman, John duduk di ukiran batu yang menjadi tempat duduknya dan kotak makanan berada di meja batu berbentuk bundar."Tuan Muda," salah satu pengawal berkata pada John kecil yang sedang memandangi buku tebal yang berada di tangannya. "Apakah Tuan tida

  • Hilang Untuk Ditemukan   Bab 26. #jurang

    Grace merasa tertekan dengan kondisinya, baik fisik maupun mental. Terlebih setelah mengetahui bahwa dirinya berada di rumah sakit yang didirikan keluarga John, ia makin merasa berhutang. "GRACE!!!" Dari arah pintu, suara teriakan yang tidak asing bagi Grace bergema. Sheila, teman kuliahnya segera berlari menuju samping ranjang Grace, ia sempat meletakkan keranjang kecil buah di meja samping Grace dan menatapnya dengan penuh rasa iba. "Ya ampun, kamu kenapa bisa sampai begini, Grace?" Sheila, dengan rambut digerai dan dandanan yang nampak sedikit menonjol, menunjukkan wajah khawatir melihat keadaan Grace yang dibungkus rapi bagaikan mumi. "Yah, kecelakaan yang bodoh, Sheila," Grace menjawab sambil berusaha tetap tersenyum. "Aku lewat jalan pintas di bukit, eh malah jatuh ke jurang. Untungnya hanya beberapa meter." Sheila mengangguk dengan penuh antusias sementara Grace melirik ke arah buah-buahan yang masih rapi dibungkus plastik. "Ga

  • Hilang Untuk Ditemukan   Bab 25. #realita

    "Oke, ga ada masalah," John memberitahukan bahwa status Grace di kampus baik-baik saja karena mengalami kecelakaan. Ujian dapat ditunda dan akan dilaksanakan ujian ulang khusus dirinya di lain waktu setelah Grace pulih. "Kamu, bagaimana sih kamu bisa buat kampus itu 'ok' kalau aku kena musibah?" Grace bingung. "Karena biasanya mereka tidak mau dengar alasan apa pun." "Ga usah dipikirin," John menjawab dengan singkat. Kemudian ia keluar dari kamar tersebut, ingin mencari udara segar sembari melangkah pergi dan melihat ponselnya. "Gimana ga mikirin, biaya di sini mahal pastinya," Grace berbicara dalam hati, merenung, dan berpikir bahwa tabungannya akan habis mengganti semua biaya yang dibutuhkan. Tidak pernah terpikir olehnya bahwa semua biaya telah ditanggung John untuk perawatan medis, terapi, bahkan segala operasi yang dibutuhkan Grace. Universitas tempat Grace mengambil mata kuliah farmasi tersebut bahkan dibeli oleh John sebab ia i

  • Hilang Untuk Ditemukan   Bab 24. #mimpi

    Tirai jendela kamar ditarik, sinar matahari memukul wajah Grace dengan kehangatannya. Pagi itu ia merasakan beberapa hal yang cukup mengganjal. Pertama, siapa gerangan sosok wanita berpakaian putih yang membuka jendela tersebut?Lalu, dimana dirinya sekarang? Sesaat setelah membuka mata, ia bahkan tidak dapat merasakan kakinya. Tangan kirinya diangkat dan ia samar-samar melihat semacam selang yang menempel di punggung tangannya.Grace mengalami rasa perih di bagian tangan, kaki, dan tiba-tiba menjalar ke sekujur tubuhnya. Hal terakhir yang ia ingat ialah dirinya terjatuh ke jurang akibat mobil berwarna hijau yang menabrak bagian depan sepedanya di tikungan.Selain kehilangan kesempatan untuk ujian, Grace juga kehilangan kesadarannya hingga beberapa hari. Kenyataan tersebut membuat dirinya ingin menangis, marah, dan menyalahkan dirinya. Ia tidak terima dengan kondisinya sekarang yang terbaring tak berdaya."Wah, akhirnya Nona sadarkan diri juga!" Wanita be

  • Hilang Untuk Ditemukan   Bab 23. #fatal

    Seluk-beluk pegunungan, perbukitan, dan juga aneka jalan kecil telah diketahui Grace sejak ia kecil. Bahkan semuanya itu sudah ia hafal di luar kepala, sehingga tidak diragukan lagi walau dalam keadaan gelapnya malam sekalipun, ia yakin dirinya tidak akan tersesat. Jika ia melakukan perjalanan mendaki dengan sepedanya dan melintasi beberapa area perbukitan dan pepohonan, maka Grace akan tiba sepuluh menit lebih cepat dari jalan raya dengan jalan pintas yang ia lalui selama beberapa waktu. Grace bersenandung, ia merasakan kedamaian semenjak dirinya tidak terlibat dengan John, ia juga merasa lega bahwa videonya tidak lagi menjadi bahan perbincangan teman-teman kampusnya karena sudah di hapus oleh John atas permohonannya. Matahari belum sepenuhnya tenggelam, maka Grace berusaha mengayuh sepedanya dengan penuh antusias agar dapat menempuh setidaknya separuh perjalanan. Ia sempat melihat adanya bulan yang masih samar-samar terlihat menggantung di langit karena cua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status