"Kok gak diangkat, Mas?" tanya Hana sambil mencoba menggodaku.
"Biarin saja lah, nggak usah diangkat! Pasti bentar lagi dimatikan, setelah itu dia akan kirim pesan," jawabku kemudian.Tak lama kemudian, telfon dari Sari terputus. Dan ponselku berbunyi nada pesan masuk."Benar kan, yang Mas bilang. Entar aja aku bukanya. Sekarang kita lanjut makan lagi, ya!" Kemudian aku langsung mematikan ponselku takut diganggu Sari lagi."Kamu cantik banget Hana pakai baju itu," rayuku di sela-sela makan. Hana hanya melihatku sambil melempar senyum."Mas, tadi kok datangnya lama banget, apa tadi kerjaannya masih banyak? aku nunggunya dah lama banget tahu," katanya dengan manja."Enggak kok, aku tadi masih mampir ke apotek beliin Sari vitamin dan pil KB buat kamu. Kemaren saat ketemu terakhir kalinya, sebelum kamu keluar kota aku lihat pil KB kamu tinggal sedikit. Jadi, ini aku belikan sekalian saja. Biar kamu juga ada stok," kataku. Aku lupa kalau ada banyak orang hingga suaraku kurang terkontrol."Mas ini, jangan kencang-kencang dong ngomongnya, kan kalau kedengaran orang kan bisa malu mas," ucap dengan wajah merah tersipu.Setelah makan malam aku langsung ajak Hana jalan-jalan. Tak lupa aku mengajaknya masuk ke dalam sebuah toko dan membelikannya beberapa lembar pakaian haram kesukaannya.Sekarang waktu sudah semakin larut malam, aku bergegas mengajaknya pulang. Di tengah perjalanan badanku terasa meriang. Mungkin karena capek bekerja serta bantuin Sari mengerjakan pekerjaan rumah tangga.Akhirnya aku meminta tolong Hana untuk bergantian memboncengku. Karena aku takut terjadi hal-hal yang tak diinginkan.Saat di bonceng aku tak segan-segan untuk memeluknya dari belakang.Setelah sampai, aku melihat parkiran motor sangat sepi hanya ada dua motor milik Hana dan satunya lagi anak kos lain."Mas, gimana kalau malam ini kamu nginap saja di sini? Aku nggak tega kalau lihat kamu pulang dengan kondisi begini. Apalagi aku juga sudah kangen, sudah lima hari loh kita tidak bertemu. Masak kamu nggak kangen sama aku? Apalagi Sari masih palang merah pasti tidak bisa melay*ni kamu, tidur sini ya, Mas!""Gimana, ya Hana, aku itu nggak enak kalau keseringan ke sini. Apalagi kalau menginap begini. Sungkan sama tetangga kos yang lain."Selama ini aku setiap main di kos Hana tidak pernah sampai menginap paling pol siang sampai sore, itu pun kalau kondisi kosnya sedang sepi. Kalau ramai aku tidak berani berlama-lamaan di kos Hana. Jika Hana ingin bermalam denganku, aku selalu mengajaknya ke hotel. Namun, untuk malam ini aku lupa belum booking hotel. Karena disibukkan oleh pekerjaan."Nggak apa-apa lah Mas, jangan sungkan, kan cuman sesekali saja. Di lantai atas ini cuman ada aku saja kok, yang lain pada pulang kampung. Lagian kan besok kamu libur kerja," ucap Hana sambil terus saja bergelendotan manja kepadaku."Nanti aku pijitin deh, janji! Terus besok aku akan masakin makanan kesukaan kamu," ucapnya sambil terus saja merayuku."Dasar ya, kamu memang nakal Hana. Kamu itu lebih nakal dari yang aku bayangkan.""Ah, aku nakalnya cuma sama kamu aja kok, Mas. Aku nggak pernah sama yang lain. Dari dulu aku sangat mengidolakan kamu, Mas. Makanya saat pertama kali bertemu aku tak ingin melepaskan kamu," katanya sambil memelukku."Janji ya, cuman sama aku.""Iya, janji."Akhirnya aku pun setuju dengan tawaran Hana. Tak butuh lama kita pun langsung dimabuk asmara. Dia selalu berhasil menghipnotis aku, sampai tak sadar berapa kali aku sudah melakukan hal kotor ini.Saking senangnya aku bermalam dengan Hana, hingga kami pun sampai bangun kesiangan. Bahkan badanku yang tadinya meriang, langsung sehat begitu saja. Hana sangat piawai bermain denganku."Aduh, Hana kamu kok nggak bangunin aku sih?" tegurku."Aduh Mas, aku sendiri bangun kesiangan. Aku nggak tega juga kali, bangunin kamu! Badan kamu kan lagi meriang.""Mas, mandi sana dulu gih, udah bau kecutHana memang pintar menjamuku, bahkan istri sahku saja tidak ada apa-apanya. Aku menyesal kenapa nggak dari dulu dipertemukan dengan Hana."Mas, bangun dong, sudah siang nih, aku sudah buatin kamu sarapan," katanya dengan lembut sambil mendekatiku yang sedang bermalas-malasan. Tak lupa satu kecupan lembut Hana mendarat di pipiku."Rasanya, sekarang aku jadi malas pulang.""Ya sudah nanti nginep lagi di sini," pintanya lagi."Nggak ah, nanti kalau Sari curiga gimana? Bisa berabe nanti.""Iya, dah cepetan sana, mandi!"Setelah keinget nama Sari aku langsung berdiri dan pergi mandi, meski malas.Setelah selesai mandi, kita langsung sarapan bareng, dan setelah itu aku segera pulang. Di tengah-tengah perjalanan, aku baru ingat kalau aku belum memberikan pil KB yang semalam aku beli. Akhirnya aku pun putar balik kembali ke kos Hana.Aku terpaku saat akan menyebrang jalan yang tak jauh dari kos Hana. Aku melihat ada sebuah mobil berwarna putih terparkir di depan gerbang kos Hana. Beberapa saat kemudian, keluarlah Hana bersama seorang pria dari dalam. Kemudian mobil itu melaju entah pergi kemana. Terlihat Hana sangat akrab kepada pria itu, rasanya hatiku langsung seperti tercabik-cabik.Poh HanaPov HanaTerpaksa hari ini aku mau diajak menginap lagi di hotel ini menemani lelaki tua ini. Selain uang, aku tak ingin jika harga diriku di kosan menjadi jelek gara-gara ulahnya."Aku tunggu di depan ya, Sayang," katanya saat aku masih merapikan penampilanku. Aku hanya diam tak menjawab perkataannya."Jangan, lama-lama siap-siapnya!" katanya lagi sambil berlalu."Iya," jawabku singkat.Ku lihat ponselku masih saja sepi, sama sekali tidak ada pesan masuk dari lelaki yang biasa pergi denganku, salah satunya Nanang, lelaki yang masih aku cintai untuk saat ini.'Kamu sedang apa di sana sih, Nang? Tega sekali kamu tidak memberiku kabar. Apa ini karena ada Sari di sana hingga kamu lupa dengan kekasihmu ini?' batinku kesal.Ah sudahlah, ada baiknya juga jika dia tidak menghubungiku. Kalau begini kan aku bisa leluasa pergi kemanapun, tanpa ada bayang-bayang lelaki yang cemburuan itu.Pokoknya kalau aku sudah punya banyak uang dari lelaki tua ini, aku bakal pergi jauh hingga lelaki
Pov Pak RudiPov Pak RudiSetiap pergi bersamanya aku tak lupa mengajaknya belanja. Namanya juga perempuan paling suka diajak belanja apalagi kalau dikasih uang gepokan, semua masalah langsung hilang seketika.***"Ayo, dimakan makanannya, Mi!" Ku lihat kekasihku hanya diam saja, tak sedikit pun menyentuh makanan yang sudah lima menit berada di meja depannya."Aku suapin ya, Mi," kataku sambil ku pegang tangannya dengan lembut.Aku yakin dia masih saja kepikiran dengan tawaranku semalam. Dia pasti bingung karena harus memilih menantu yang tak tahu d*iriku itu atau memilih uang yang aku punya.Katanya dia tidak menaruh hati ke pada menantuku itu, bagiku itu suatu kebohongan besar. Saat ku intip di rumah sakit, sorot mata kekasihku itu tidak seperti jika dengan seorang lelaki lainnya. Jelas terlihat kalau dia menaruh hati ke pada Nanang.Aku ini orang dewasa yang sudah berumur mana mungkin dia bisa membo
Pov Hana"Kamu jangan gila, Pi! Kalau dibilang aku belum ya belum siap!" Aku kesal sekali mendengarkan perkataan lelaki ini."Sudahlah, Mi! Ini sudah malam, jangan, berisik!""Papi jangan aneh-aneh ya sama aku. Jika apa yang Papi bicarakan itu sampai terjadi, jangan harap Mami akan mau menemui Papi lagi," kataku yang tak memperdulikan perkataannya."Memangnya mau sampai kapan hubungan kita ini? Kamu itu harusnya seneng kalau ada laki-laki yang mau menghalalkan kamu, Mi. Walau cuman dengan nikah siri sudah cukup bagi papi, yang penting kita bisa sah sebagai suami istri walau hanya secara agama.""Meski nikah siri pun aku tidak mau, Pi!" Aku tetap menolak tawarannya. "Terserah! Ini sudah keputusan papi. Kalau Mami tidak mau, papi akan cari wanita yang lebih cantik dan lebih segalanya daripada Mami!""Terserah kalau itu mau Papi. Aku jamin tidak akan ada wanita yang lebih baik daripada mami," kataku setengah meninggi.
Pov HanaKu perhatikan dari tempat tidur, lelaki tua itu mengambil bajunya kemudian dia kenakan. Rasanya dia beneran ingin pergi dari hotel ini."Pi!" teriakku. Aku pun bergegas menyusulnya."Papi!" Lelaki tua itu tetap tak menjawab panggilanku bahkan terus saja meneruskan aktifitasnya."Jangan, marah gitu dong, Pi. Mami itu hanya kecapekan saja, banyak pekerjaan di kantor yang membuat pikiran mami jadi pusing. Maaf ya, jika perkataan mami membuat Papi marah," rayuku."Papi, kok diam saja, sih!" kataku sambil memeluk tubuhnya dari belakang.Bukannya dia membalas pelukanku, malah dia justru menghempaskan tanganku."Papi jangan marah sama mami, ya. Mami itu sebenarnya juga sayang sama Papi. Mami dengan dia tidak ada hubungan yang serius. Hanya hubungan saling membutuhkan saja tanpa ada cinta. Sama seperti yang mami lakukan dengan yang lainnya, tanpa ada rasa cinta sama sekali," kataku. Aku berani berbicara seperti itu kare
Pov Hana"Apa susahnya Mi jawab pertanyaan papi? Kalau Mami tidak kasih jawaban sekarang, yang ada papi tidak bisa tenang. Mami sudah tahu sendiri kan papi ini cinta mati sama Mami."Aku hanya terdiam menanggapi perkataannya."Ayolah, Mi. Memangnya yang masih dipikirin apa sih, Mi?" Dia sekarang terlihat lebih memaksa."Papi kan juga sudah punya segalanya. Punya perusahaan, punya uang banyak. Mami minta apapun pasti papi bakalan turuti. Minta mobil minta rumah pasti akan papi belikan.""Lihat, mata papi!"Tangannya melingkar ke pundakku dan menatapku dengan lekat."Papi ini sangat mencintai Mami. Nggak mau kalau ada lelaki lain menyentuh Mami selain papi. Di dunia ini hanya Mami yang papi cintai. Mami tahu sendiri kan, kalau istri papi itu selalu sibuk dengan usaha kuenya mana ada waktu untuk memperhatikan papi. Satu-satunya wanita yang selalu perhatian ya cuman Mami seorang," katanya lagi."Aku sih sebenarnya s
Pov Hana"Maaf, Ma. Aku harus ke luar kota sekarang. Soalnya ada pertemuan penting. Terus kabarin papa tentang perkembangannya. Nanti kalau papa longgar papa akan telepon Mama lagi ya.""Iya, Ma. Papa sedang nyetir ini.""Ya sudah ya, Ma." Kemudian sambungan telepon itu dia matikan."Maaf ya, Sayang. Ada sedikit gangguan.""Nggak apa-apa, kok," jawabku santai.Perjalanan untuk kami sampai di pusat pembelanjaan tidaklah lama, dan sekarang sudah sampai di tempat parkir.Tak lupa saat mah turun, dia selalu membukakan pintu untukku. Berasa seperti tuan putri saja aku dibuatnya."Papi kenapa repot-repot segala. Mami bisa buka sendiri.""Ah, tidak.apa-apalah, Mi. Sesekali kan boleh," jawabnya.Ku lihat dia memperhatikanku sangat detail hingga beberapa menit dia masih terpaku melihatku."Ada apa, Pi?" tanyaku heran."Mi, papi tadi nggak begitu memperhatikan penampilan Mami. Ya ampun,
Pov Hana"Kenapa?" tanyanya keheranan setelah aku memperhatikan perut buncitnya."Oh, kamu memperhatikan perutku yang buncit ini, ya? Aku jadi terlihat gemukan ya, sekarang?" katanya tertawa kecil sambil mencolek pipiku.Aku hanya mengangguk-angguk saja menyetujui apa yang dia katakan."Pasti kalau makan sudah nggak terkontrol lagi, ya?" kataku sambil ku cubit perut gendutnya."Iya, lama tidak berjumpa dengan kamu sih, Sayang. Ya beginilah jadinya aku kurang terurus lagi. Papi janji setelah ini papi akan diet ketat.""Heleh," kataku sambil ku cebikkan bibirku."Apa sih, yang nggak demi Mami? Apapun yang Mami minta pasti akan papi lakukan," katanya sambil nyengir kuda.Aku sebenarnya nggak masalah sih kalau dia gemuk atau kurus, toh dia bukan pacar atau suamiku. Cuman, aku hanya khawatir kalau dia sampai jatuh sakit. Aku bakalan yang repot. Bisa-bisa aku kehilangan sumber penghasilanku. Apalagi dia adalah orang kaya kan lumayan juga uangnya."Nanti kita nginap di tempat biasa, ya," kat
Pov Author"Papa ini ke kamar mandinya lama sekali sih?" Bu Jingga nampak kesal."Namanya juga kebelet, Ma. Papa tadi sakit perut. Makanya lama di kamar mandinya," jawab lelaki yang mempunyai tahi lalat di bawah bibirnya."Jangan, cemberut gitu dong! Memangnya da apa sih, Ma?" Pak Rudi berusaha membujuk istrinya agar tidak lagi marah ke padanya."Papa ini sih lambat sekali. Harusnya cepetan kembali ke sini!" kata Bu Jingga sambil mengerucutkan mulutnya. Terlihat jelas perempuan setengah baya itu masih kesal dengan suaminya."Ada apa sih, Ma? Bicara dong sama papa. Bicaranya jangan setengah-setengah gitu, papa kan jadi bingung kalau begini.""Papa itu sih sudah bikin mama sebel.""Sudahlah, Ma. Jangan, manja begitu. Ini kita sedang di rumah sakit. Malau kalau sampai dilihatin besan kita. Ayo, cepetan bicara, agar semuanya jelas!" tutur pak Rudi."Tadi selingkuhannya si Nanang datang ke sini, Pa. Posisi Sari sedang terancam," kata bu Jingga yang terlihat sangat tidak suka dengan kehadira
Pov AuthorPak Norman dan Bu Nanda pergi menjauh karena muak melihat Hana dan Nanang. Mereka pergi melihat cucu kesayangannya dari balik pintu kaca ruang PICU. Mereka sangat khawatir dengan keadaan Putra.Pak Norman dan Bu Nanda sangat kecewa dengan Nanang. Mereka merasa tertipu oleh atas omongan Nanang sebelumnya. Nanang menuduh Sari yang sudah mengkhianatinya. Sedangkan kenyataannya yang sudah berkhianat adalah Nanang sendiri.Saat kedatangan Hana Pak Rudi langsung kaget. Dia merasa kenal dengan perempuan itu namun dia segera menjauh."Mau kemana, Mas?" tanya istrinya."Aku mau ke kamar mandi," jawabnya."Oh, ternyata wanita itu yang telah menghancurkan keluarga anakku." Melihat Hana mendatangi Nanang membuat Bu Jingga menjadi geram."Yang!" Kini Hana berjalan mendeket ke Nanang.Dengan segera Nanang menyahut tangan Hana dan mengajaknya pergi ke tempat yang agak sepi.Nanang geram karena kehadiran Hana. Hana tak merasa sungkan atau punya rasa bersalah tiba-tiba datang dan memperkenal