Aku bisa bernapas lega saat ibu dan bapak nampak pulang dengan Mas Lutfi."Haduhh, capeknya." Mertuaku berkeluh kesah."Ibu sama bapak tadi ke mana? nyasar?" tanyaku sambil duduk bersama mereka."Iya bisa dikatakan nyasar, tapi Alhamdulillah cepet ketemu sama Lutfi, kalau engga tulang lutut kita udah patah kali ya, Bu." Kedua orang tua itu tertawa."Aku 'kan udah bilang jangan jauh-jauh," sahut Mas Lutfi."Ya maaf, abis kita keenakan lihat rumah-rumah bagus," ujar bapak sambil meneguk air minum.Keesokan harinya, ibu dan bapak pergi lagi hendak menginap di rumah Laila, kali ini oleh-oleh yang dibawa mereka tak banyak.Usai Mas Lutfi ke pabrik, aku pergi ke rumah salah satu tetangga, dia mengundang kami makan-makan di rumahnya, katanya suaminya baru naik jabatan, selain syukuran sekaligus ajang silaturahmi ibu-ibu komplek sini.Tentu saja Kirana juga ada di sana, dan aku pun berpapasan dengannya."Gimana sekarang keadaannya Mbak Kirana?" tanya Bu Rahma alias yang punya rumah."Sekaran
"Aku emang ga punya bukti, tapi aku punya saksi." Untung otakku pintar, tak mau kalah perdebatan."Woww, gila ya kamu Kirana, ternyata pelakor!" sahut Bu silmi memaki."Aku juga punya saksi kalau aku ini bukan pelakor." Kirana tak mau kalah, licik juga dia ternyata."Ah sudah ya, ibu-ibu kita ke sini 'kan mau silaturahmi juga makan-makan. Sudah ya mending kita berdamai, ya Mbak Kirana? Mbak Risti?" sahut Bu Rahma yang punya rumah.Aku mencebik saja, ngapain berdamai dengan orang begitu, besok-besok pasti bakal nyinyir lagi, percuma."Iya bener, kamu juga Kirana jangan bilang Mbak Risti itu mandul, sebagai perempuan pasti sakit rasanya." Bu Anita memberi nasihat."Orang itu kenyataan kok, dokter yang ngomong bukan aku." Kirana bicara lagi.Lama-lama jengah juga dengan mulut ember Kirana, gegas aku merogoh sesuatu di tas, kebetulan poto hasil USG kemarin masih tersimpan di dalam tas."Aku ga mandul ya ibu-ibu. Nih buktinya." Aku memperlihatkan cetakan hasil USG di depan ibu-ibu.Bu Sis
"Ah jangan becanda, Mas. Dipikir hotel di Singapura itu murah, belum tiket pesawat. Sudahlah kita liburan ke pantai Sawarna saja," usulku.Pantai Sawarna adalah pantai yang terletak di desa Sawarna, kecamatan Bayah, kabupaten Lebak, provinsi Banten.Pantai itu kini sedang naik daun di kalangan wisatawan domestik dan mancanegara, Sawarna memiliki daya tarik karena banyak aneka ragam wisata."Ah Mas udah pernah ke sana, Yang," jawab Mas Lutfi sambil rebahan di sofa.Iya juga sih, karena aku pun pernah ke sana dulu saat awal nikah bersama Mas Hanif."Kalau ke pantai Geopark Ciletuh gimana, Mas?" tanyaku lagi.Bukan tak mau liburan ke luar negri, tapi aku kasian dengan suami, karena sekarang pasti dia lagi butuh uang banyak untung mengembangkan cabang pabrik barunya.Soal ejekan Kirana aku tak masalah, panas sih iya tapi kalau iri tidak, jalan-jalan juga percuma kalau pas pulang duit kita habis karenanya."Apalagi pantai Geopark, Mas juga udah pernah, Yang," jawab Mas Lutfi lagi."Ya suda
"Alaah bisa aja Aa ini, gimana kalau dikenalkan dengan anak-anak tetanggaku ya, nama mereka bahkan lebih susah." Lasmi menyahut."Kalau dibawa ke kampung gimana coba, pasti orang-orang akan memanggilnya Klir. Kaya merek shampo," sahut Mas Lutfi, kami pun terbahak lagi."Sebentar lagi Aa juga bakal punya anak 'kan, kasih dia nama yang keren juga," ujar Lasmi."Pastinya aku kasih nama keren dan mudah diucapkan, ga kaya nama anakmu, udah kaya anak bule aja, bapaknya sih bule lah ibunya, bulepotan." Kami terbahak lagi bersamaan.Puas mengobrol Lasmi pun menunjukkan kamar untuk kami tinggali beberapa hari ini, setelah itu ia mengajak makan.Makanan yang disajikan Lasmi banyak sekali ada makanan khas Singapura ada juga makanan khas nusantara."Kamu itu kaya yang mau hajatan aja, Las, masak segini banyak," sahut Mas Lutfi memandang takjub makanan di meja."Oh itu tidak masalah, kami sengaja persiapkan ini untuk kalian," sahut Lucas suaminya Lasmi, ternyata dia bisa bahasa Indonesia, hanya sa
Aku masih menatap layar ponsel dengan tangan yang melemah, Sabrina jadi janda? ini bisa jadi ancaman baru untuk kelangsungan rumah tangga kami.Bagaimana ini? haruskah kuhapus pesan Sabrina ini? tapi rasanya cukup kejam, kasihan Rafka. Tapi jika kuperlihatkan takut Mas Lutfi jatuh cinta lagi sama Sabrina?Kacau, padahal sedang enak-enaknya menikmati liburan, eh Sabrina malah mengirim pesan yang meresahkan.Aku jadi curiga tahu dari mana dia aku liburan ke Singapura? jangan-jangan dia selalu kepoin akun efbe-ku.Kalau begini aku harus lihat akun efbe suami, siapa tahu mereka sering berbalas pesan di belakangku. Dan ternyata?Tak ada satu pun pesan dari Sabrina, kemudian aku mengetik nama Sabrina di tombol pencarian, memang sih mereka berteman.Kulihat wall pribadi Mas Lutfi pun sepertinya sudah lama tak dibuka, terlihat dari status yang ia buat yaitu enam bulan yang lalu.Aku beralih ke hape sendiri dan langsung membuka aplikasi efbe, setelah dicari tenyata akun Sabrina sudah bertema
"Seru loh, Mas, naik yuk temenin aku." Aku merajuk ingin naik roller coaster Battlestar Galactica. Roller coaster dengan trek paling panjang, ribet, seru dan menjadi ikon USS. Banyak jalur melingkar dan titik jungkir balik yang bikin muka pengunjung seketika pucat.Sedangkan Mas Lutfi belum naik aja udah terlihat pucat, gimana kalau naik, bisa-bisa jadi mayat, hihi."Engga ah, Yang, Mas takut jantungan, mending kita nonton aja sama William, ia ga boy?" Mas Lutfi menggandeng bocah berkulit putih itu."Hahaha, Uncle takut ya naik itu." William mengejek."Bukan takut tapi Om malu, udah kita nonton aja ya." Mas Lutfi menjawab, dasar Cemen!Waktunya makan siang, usai salat Dzuhur Lasmi ngajak aku dan Mas Lutfi makan di sekitar studio."Las, kamu yakin makanan di sini halal?" tanya Mas Lutfi, benar juga apa katanya, kenapa aku main makan aja bukan tanya-tanya dulu, ah dasar!"Halal kok, A, mana mungkin kupilih makanan yang haram untuk kalian."Aku lega Lasmi jawab begitu, akhirnya kulanjut
"Tapi ini menyangkut anak kami, Teh. Teteh 'kan udah tahu soal Rafka. Tolong beri kami kesempatan bicara ya." Begitu katanya."A Ufi itu ayahnya Rafka, tolonglah Teteh jangan egois." Dia bicara lagi.Enak sekali dia bicara, tak memikirkan perasaanku seperti apa."Loudspeaker aja, Yang." Mas Lutfi menyahut.Aku pun menuruti perintahnya."Sabrina, mau ngomong apa ayo bicara saja, kalau bicara berdua aku ga bisa, kasihan istriku takut sakit hati," ucap Mas Lutfi.Hatiku terenyuh, segitunya ia menjaga perasaanku, kalau begini apa alasan aku cemburu? sudah jelas ia sayang padaku. "Begini, Fi. Rafka sakit DBD, dia dirawat di rumah sakit. Sementara kamu cuma ngasih tiga juta, Rafka ga punya BPJS, aku bingung, Fi. Kamu bisa 'kan tolong aku," pinta Sabrina.Nada bicaranya terdengar santai, malah aku yang emosi. Memang sih dia anak Mas Lutfi tapi dalam hati ada rasa tak rela saat suamiku ngasih uang padanya, gimana kalau perempuan itu ngada-ngada?"Ayahmu yang kaya raya itu 'kan ada? masa ngan
Keesokan harinya kami diajak jalan-jalan lagi sama Lasmi, tapi Mas Lutfi menolak katanya tak enak karena ditraktir terus sama keponakannya itu.Hari ini adalah hari terakhir kami di sini, rencananya besok akan pulang ke Indonesia karena pabrik Mas Lutfi akan mengeluarkan produk baru."Sebentar banget sih liburannya, baru tiga hari loh, diundur aja seminggu lagi," kata Lasmi saat aku memberitahukan besok akan pulang.William pun nampak sedih, karena sejak kami di sini bocah kecil itu selalu bermain dengan Mas Lutfi, mungkin ia merasa kehilangan kalau ditinggalkan."Ada urusan pekerjaan, Las. Nanti ya kami ke sini lagi," sahut Mas Lutfi."Iya sih sekarang 'kan Aa udah jadi bos ya, pasti sibuk dan banyak kerjaan." Lasmi nampak murung "Bagaimana kalau kalian pergi ke mall saja beli oleh-oleh buat saudara di Indonesia." Lucas suaminya Lasmi menyahut."Ah ide bagus itu, Honey. Gimana, A, kita belanja ya nanti siang."Kami saling lirik sebentar, tak enak sebenarnya ditraktir terus, sekarang