Share

7. The Mother

[Jam ke-40]

Dalam keadaan terbius total. dr. Santoso mencukur rambut Kalina sebelum melakukan prosedur operasi. Gina berjalan perlahan mendekat dan berdiri tepat di sebelah Kalina. “Aku janji aku akan membuatnya keren,” kelakar dr. Santoso sambil terus mencukur rambut Kalina. “Jadi ratu kecantikan yang botak adalah hal terburuk tapi itu terjadi di dunia nyata.”

Gina tak mau lagi menahan unek-unek perihal alasan Daniel memilihnya, bukan memilih Cristina. “Apakah kau pilih aku untuk ikut operasi karena aku tidur denganmu?” tanya Gina.

“Ya….” jawab Daniel sambil tertawa. “Aku bercanda….” Mata Daniel melirik Gina yang terlihat mulai kesal.

Terus terang dia langsung menolaknya. “Aku tidak akan ikut operasi. Kau harus ajak Cristina. Dia sangat menginginkannya.”

Daniel menghela nafas. “Kau dokter Kalina. Dan di hari pertamamu, dengan sedikit latihan, kau sudah membantu menyelamatkan hidupnya. Kau berhak mengikuti kasusnya sampai selesai. Seharusnya kau tidak berpikir ini karena kita telah melakukan sex jadi kau beranggapan kau tidak berhak mendapatkan apa yang berhak kau dapatkan.” Daniel berhasil meyakinkan Gina bahwa dia memang pantas mendapatkan kesempatan tersebut.

***

Ruang tunggu pasien malam itu terlihat tidak terlalu banyak dipenuhi orang. Dari kejauhan Gaby bisa melihat keluarga Tn Hendrawan duduk menunggu kabar. Gloria memeluk Tania. Anak perempuannya yang paling kecil. Perlahan lahan Gaby mendekat, dan sesaat terdiam ketika Gloria langsung berdiri menghampiri Gaby. Berharap dia membawa kabar yang baik tentang operasi bypass jantung suaminya.

“Gloria, ada…” Entah kenapa Gaby merasa suaranya tercekat. “Ada komplikasi pada saat operasi. Jantung Tn Hendrawan rusak parah. Kami berusaha untuk melepaskan bypassnya, tapi...tidak ada yang bisa kami lakukan,” akhirnya Gaby berhasil mengabarkan kematian Tn Hendrawan pada keluarganya. Wajah Gloria mendadak memerah menahan kesedihan. Dia merangkul Tania semakin erat.

“Maksudmu? Dia…” gumam Gloria hampir tak terdengar.

“Suamimu meninggal. Dia meninggal. Gloria...saya minta maaf.” 

“Terima kasih….” ucap Gloria dengan linangan air mata yang sudah tak kuasa lagi dibendungnya. Gaby merasa benar benar bersalah. Tetapi Gloria tak memberikannya kesempatan untuk berbicara apa apa lagi. “Tolong...pergilah,” kata Gloria sambil terisak. Gaby meninggalkan Gloria dan anak anaknya dengan perasaan hancur. Dia langsung memutuskan untuk pergi ke lorong istirahat menenangkan diri.

Di lorong secara tak sengaja Gaby bertemu dengan Gina yang juga sedang duduk sendiri karena masih marahan dengan Cristina.  Akhirnya mereka berdua saling ngobrol mengungkapkan uneknya masing-masing. “Aku berharap aku ingin jadi chef atau instruktur ski atau guru TK,” cetus Gina lantas duduk tepat sebelah Gaby.

Gaby tersenyum lalu menimpali Gina. “Kau tahu, aku pasti akan jadi tukang pos yang handal. Aku bisa diandalkan. Orang tuaku bilang ke semua orang yang mereka temui bahwa anak mereka seorang dokter bedah, seolah itu adalah prestasi besar. Pahlawan atau sejenisnya. Andai saja mereka melihatku sekarang.” Gaby tertunduk, dia masih merasakan penyesalan yang mendalam atas kematian Tn Hendr.awan.

“Saat aku bilang ke ibuku aku ingin sekolah kedokteran, dia mencoba untuk mengubah keinginanku. Beliau bilang aku tidak punya keahlian sebagai dokter bedah, bahwa aku tidak akan pernah berhasil. Jadi saat aku lihat ini, pahlawan sepertinya terdengar sangat keren,” Gina tahu keresahan yang dirasakan Gaby. Dan dia mencoba untuk membuatnya sedikit tenang.

“Kita akan selamat dari ini, kan?” gumam Gaby. Gina mengangguk mengiyakan. Setelah yakin Gaby tenang, Gina pergi ke ruang informasi dan mendapati Alex sedang dimarahi dr. Richard habis habisan.

“Dia masih bernafas pendek,” bentak dr. Richard. “Kau sudah melakukan tes gas darah arteri atau scan dadanya?”

Alex gelagapan diberondong banyak pertanyaan yang tak dia kuasai jawabannya. “Oh, ya, pak, sudah.”

“Apa yang kau lihat?” 

“Aku punya banyak sekali pasien semalam,” Alex berusaha mengelak dari pertanyaan dr. Richard. dr. Richard selaku direktur RS dan penanggung jawab sangat marah atas tindakan Alex yang tidak bertanggung jawab. Dia langsung berteriak di depan para dokter dan perawat yang kebetulan sedang berada di ruang informasi dan data.

“Sebutkan penyebab umum demam pasca operasi,” tanya dr. Richard geram. Buru-buru Alex membuka catatan kecilnya.

“Ah, ya. Dari kepalamu, bukan dari buku. Jangan cari. Belajar. Harusnya ini sudah diluar kepala.” dr. Richard makin marah. “Sebutkan penyebab utama demam pasca operasi?” ulang dr. Richard.

“Ah... penyebab utama pasca…"

"Disini ada yang bisa menyebutkan penyebab utama demam pasca operasi?” Alex makin kacau dengan tekanan yang dr. Richard berikan.

Saat semua koass sibuk membuka catatannya, Gina serta merta menjawab pertanyaan dr. Richard yang memang sudah diluar kepalanya. “Angin, air, luka, berjalan, obat-obatan yang tidak sesuai. Kebanyakan karena angin, sesak atau infeksi paru-paru. Infeksi paru-paru sangat mudah diketahui, terutama saat kau terlalu sibuk untuk melakukan tes.”

“Menurutmu apa yang salah pada pasien 4-B?” tanya dr. Richard.

Gina menjawab pertanyaan dr. Richard dengan sangat yakin. “Aku rasa dia sudah pasti terkena penyakit gumpalan darah di paru-paru.”

“Bagaimana cara mendiagnosisnya?”

“Spiral CT, VIQ scan, beri oksigen dicampur dengan heparin dan konsultasi untuk dipasangkan *Inferior Vena Cava filter*.”

Richard melirik Alex dan langsung memberikannya perintah. “Lakukan persis seperti yang dia katakan, lalu bilang ke dokter spesialis mu bahwa aku ingin kau tidak menangani kasus ini lagi.” Pandangan dr. Richard langsung beralih pada Gina. “Aku langsung mengenalimu. Kau benar-benar mirip ibumu. Selamat datang ke permainan.” Gina hanya tersenyum bangga mendengar pujian dr. Richard.

***

Waktu menunjukan pukul 7 malam. Operasi Kalina akan segera dilaksanakan. dr. Santoso telah bersiap di RO bersama perawat dan dr. Anastesi. Gina menyusul lantas segera bergabung dengan mereka. Dia sedikit gugup. Ini adalah pengalaman pertama nya melakukan operasi langsung pada pasien. “Baiklah, semuanya. Malam yang indah untuk menyelamatkan hidup seseorang. Mari kita bersenang-senang,” ucap dr. Santoso sebelum memulai operasi.

[Diary Gina] Aku tidak bisa menemukan satupun alasan kenapa aku ingin menjadi dokter bedah ... tapi aku bisa temukan 1.000 alasan kenapa aku harus berhenti. Mereka sengaja membuatnya sulit. Ada kehidupan di tangan kami. Akan ada waktu dimana ini semua lebih dari sekedar permainan ... dan tinggal pilih apakah kau akan maju terus atau berbalik dan tinggalkan semua ini. Aku bisa saja berhenti, tapi ada satu hal yang ku sukai pada saat memainkannya.

[Jam ke-48]

Operasi Kalina berjalan dengan baik. Sebelum pulang mengakhiri sif pertama nya, Gina duduk disebuah kursi yang biasa dipakai untuk para perawat beristirahat. Terlihat Cristina keluar dari ruang podium dokter magang lalu menghampiri Gina. “Operasi tadi berjalan baik.”

“Ya,” jawab Gina singkat.

“Kita tidak perlu melakukan hal ini...saling diam dan…Kau harus tidur. Kau terlihat kacau sekali,” Cristina mengomentari penampilan Gina.

“Aku terlihat lebih baik darimu,” ujar Gina sambil tersenyum.

“Itu tidak mungkin.”

Gina menghela nafas. Daniel muncul memeriksa beberapa catatan diatas meja perawat. “Tadi itu keren sekali,” komentar Gina.

“Hmm….”

“Kau berlatih dengan mayat, kau observasi dan kau pikir kau tahu apa yang kau rasakan saat berdiri di meja itu, tapi...tadi itu sangat memabukkan. Aku tidak tahu kenapa orang-orang malah mengkonsumsi narkoba.”

“Ya. Aku harus, ah, pergi untuk melakukan operasi lain.” Daniel berpamitan pada Gina.

“Ya silahkan saja. Sampai bertemu lagi.”

“Sampai bertemu.”

[Diary Gina] Jadi ... aku berhasil melalui shift pertamaku. Kami semua berhasil. Dokter magang lain semuanya orang baik. Kau akan menyukai mereka .... menurutku. Aku tidak tahu, mungkin. Aku menyukai mereka.

Sepulang bekerja, Gina langsung menemui ibunya di tempat perawatan. Mencurahkan semua pengalamannya hari itu. “Oh, dan aku berubah pikiran ... aku tidak akan menjual rumahnya, aku akan menjaganya, aku harus mencari beberapa teman serumah, tapi ini adalah rumah, Mami tahu?” ucap Gina.

“Apakah kau dokter?” Ibunya memandang Gina kebingungan.

Dengan sabar Gina menjawab. “Bukan ... aku bukan doktermu, tapi aku memang dokter.”

“Siapa namamu?”

“Ini aku, Mam ... Gina.” Tangan Gina menggenggam tangan ibunya.

“Baiklah. Sepertinya dulu aku seorang dokter?”

Gina tersenyum lalu menjawab. “Kau memang seorang dokter, Mam. Kau seorang dokter bedah," jauh dalam lubuk hatinya Gina berjanji bahwa dia akan menemukan obat untuk ibunya.

Bersambung...

Catatan:

*Aneurysm:  terkena pelebaran pembuluh darah.

*Subarachnoid hemorrhage:  pendarahan otak mendadak.

Title: The Mother (Brandi Carlile)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status