Share

6. Aku Memilihmu

Setelah Gina dan Cristina sepakat untuk menegakkan diagnosis mereka, mereka langsung berkeliling RS untuk mencari dr. Santoso dan melaporkan kajiannya. Di lantai tiga terlihat dr. Santoso bergegas memasuki lift. Tanpa membuang waktu Gina dan Cristina mengejarnya.

“Oh. Oh, dr.. Santoso, tunggu sebentar.” Dengan sangat percaya diri Cristina bicara. Gina hanya diam saja berdiri di sebelah Cristina. “Kalina berkompetisi di kontes kecantikan.” Pintu lift hampir menutup. Cristina menahan dengan tangannya demi mendengar pendapat dr. Santoso.

“Aku tahu itu, tapi kita harus tetap menyelamatkan hidupnya.” dr. Santoso tampak tidak terlalu tertarik dengan diagnosis kedua anak magangnya.

“Dia tidak ada riwayat sakit kepala, tidak ada sakit leher, CT scannya nya bersih. Tidak ada bukti kedokteran dia terkena *aneurysm, tapi bagaimana jika dia memang terkena aneurysm?” Cristina sangat bersemangat untuk mendapatkan posisi asisten operasi yang dr. Santoso janjikan.

“Tidak ada indikatornya,” jawab dr. Santoso singkat.

“Dia keseleo pada saat berlatih…” lanjut Cristina.

Segera dr. Santoso memuji Cristina. “Aku hargai kau mencoba untuk membantu…” 

“Saat dia keseleo, dia jatuh.” Cristina berusaha keras memaksa dr. Santoso memahami pendapatnya. Akan tetapi tetap dianggap masih bukan diagnosis yang kuat, membuat dr. Santoso sedikit kesal pada mereka.

“Itu bukan masalah besar, bahkan jika kepalanya terbentur. Dia bangun, mendinginkan kakinya, dan semuanya baik-baik saja.”

Gina yang sedari tadi diam saja akhirnya bicara. “Resiko jatuhnya sangat kecil, dokternya tidak terpikir untuk memperhatikan itu ketika aku melihat riwayat penyakitnya, tapi dia memang jatuh. Kau tahu kan bahwa jatuh juga bisa menyebabkan aneurysm?” Sebelum pintu lift benar benar tertutup Gina menuntaskan kesimpulan yang dia buat dengan Cristina.

“Satu dalam sejuta. Jadwal operasi telah diumumkan," cetus dr. Santoso yang tampak buru-buru menangani Kalina.

Bell berbunyi...pintu lift tertutup. Cristina dan Gina menghela nafas panjang karena mereka telah gagal meyakinkan dr. Santoso. Tapi tak berapa lama kemudian pintu lift terbuka kembali. dr. Santoso akhirnya berkenan memakai diagnosis mereka. “Ayo….” Ajak dr. Santoso.

“Kemana?” Gina dan Cristina menjawab bersamaan.

“Untuk mengetahui bahwa Kalina termasuk dalam satu dalam sejuta,” jawab dr. Santoso sambil tersenyum. Gina dan Cristina ikut tersenyum lebar dan pergi bersama dr. Santoso ke dalam lift menuju kamar Kalina. Saat itu juga segera Kalina dibawa untuk pemeriksaan angiogram. dr. Santoso ditemani Cristina dan Gina melihat sebuah jawaban di layar monitor. Dia menghela nafas. “Ya ampun ... itu dia ... sangat kecil, tapi memang ada. Itu *subarachnoid hemorrhage. Dia berdarah sampai ke otaknya. Dia bisa saja menjalani seluruh hidupnya tanpa tahu ini adalah masalahnya. Sekali ketukan di tempat yang tepat…”

“Dan meletus….” lanjut Cristina.

  1. Santoso merasa senang dan bangga pada Gina dan Cristina. “Sekarang aku bisa menyembuhkannya. Kalian berdua kerja bagus. Aku sebenarnya masih ingin disini, tapi aku harus memberitahukan orang tua Kalina bahwa dia harus di operasi. Dokumen Riwayat Kalina, tolong.” dr. Santoso meminta semua berkas pemeriksaannya pada petugas yang berjaga pada saat itu.

Tanpa basa basi Cristina langsung menagih janji dr. Santoso pada mereka di ruangan meeting. “dr.. Santoso, kau bilang kau akan memilih seseorang untuk ikut operasi jika kita bisa membantu?” tanya Cristina dengan percaya diri.

“Oh, ya, benar. Hm...Maaf, aku tidak bisa mengajak kalian berdua. Ruangan akan sangat sempit. Gina, sampai ketemu di ruangan operasi,” ucap dr. Santoso singkat lantas pergi meninggalkan Gina dan Cristina yang sama sama terkejut dengan keputusan dr. Santoso atas siapa yang akan menemaninya di ruang operasi. Jelas sekali Cristina langsung merasa kesal pada Gina.

“Bagus. Terima kasih,” cetus Cristina dengan nada marah dan begitu saja meninggalkan Gina.

“Cristina…” Gina memanggil Cristina karena merasa tidak enak hati padanya.

Cristina ngambek pada Gina. Satu satunya harapan dia masuk ke ruang operasi telah kandas dengan permintaan dr. Santoso yang menginginkan Gina menjadi asistennya. Di lorong istirahat, Izzie yang diberitahukan Cristina berusaha membujuknya agar tidak terlalu keras pada Gina. 

“Izzie…” bentak Cristina menyuruh sahabat untuk diam. Tapi Izzie tetap saja bicara.

“Mungkin Gina tidak bisa…”

“Izzie….” Sekali lagi Cristina tidak mau Izzie ikut campur. Gina muncul dan mendekati Cristina … kalau mau jujur sebenarnya dia sendiri tidak menginginkan dirinya terpilih untuk mendampingi dr. Santoso di ruang operasi.

“Aku akan bilang padanya aku berubah pikiran,” ucap Gina, berharap Cristina bisa memahami bahwa dia sama sekali tidak berniat merebut posisinya.

Cristina menjawab Gina dengan nada yang sinis. “Jangan berbuat baik untukku. Tidak apa-apa..”

“Cristina…” Izzie kembali mencoba menenangkannya.

“Kau melakukan hal yang kejam. Baiklah. Jangan datang padaku untuk pengampunan. Mau jadi hiu, jadilah hiu,” hardik Cristina tanpa ampun. Membuat Gina makin serba salah.

“Aku tidak…”

Cristina tak membiarkan Gina menyelesaikan ucapannya. “Oh, ya, kau memang begitu. Kau hanya merasa tidak enak di tempatmu yang hangat dan lengket bukan, mati saja kau. Aku tidak dipilih untuk ikut operasi karena aku tidak tidur dengan bosku, dan aku tidak masuk ke sekolah kedokteran karena aku punya ibu yang terkenal. Beberapa dari kami harus terima apa yang kami berhak dapatkan,” ucapan terakhir Cristina membuat Gina tersinggung. Dia langsung memutuskan menemui dr. Santoso secara pribadi dan membatalkan keikutsertaannya dalam proses operasi Kalina.

***

Di ruangan bedah, dr. Bram sedang menjalankan prosedur operasi bypass jantung pada Tn Hendr.awan. Kali ini Gaby hanya menunggunya di luar ruang operasi dengan santai. Gaby sangat percaya diri bahwa dr. Bram bisa menyelesaikan operasinya dan dia bisa memberi kabar gembira pada keluarganya. Tak berapa lama kemudian dr. Bram keluar dari ruang operasi. Sambil mencuci kedua tangannya selintas dia memandang Gaby yang sedang senyum senyum sendiri.

“Wow, cepat sekali,” ujar Gaby terlihat takjub dengan dr. Bram.

  1. Bram menjawab, “Jantungnya sudah sangat rusak untuk bypass. Aku harus membiarkannya pergi. Memang jarang terjadi, tapi memang ada. Hal terburuk dalam permainan.”

Keringat dingin langsung menetes di kening Gaby, dengan terbata bata dia bicara pada dr. Bram. “Tapi aku bilang ke istrinya…Aku bilang ke Gloria bahwa dia akan baik-baik saja. Aku berjanji padanya bahwa…”

“Kau apa?” bentak dr. Bram. “Mereka punya empat orang anak perempuan. Ini kasusku. Apakah kau pernah mendengarku memberikan janji? Satu-satunya yang bisa memberikan janji seperti itu hanya Tuhan, dan aku tidak pernah melihatnya memegang pisau bedah akhir-akhir ini. Kau jangan pernah berjanji ke keluarga pasien mengenai hasil operasi akan berjalan lancar!” Kemarahan benar benar terpancar di mata dr. Bram membuat Gaby makin tak bisa berkata kata.

“Aku a aku pikir…”

“Kau berjanji pada Ny Hendrawan? Kau juga yang harus memberitahunya bahwa dia menjanda.” Gaby langsung tertunduk lemas. Dia benar benar tidak tahu harus mengucapkan apa pada perempuan yang tadi pagi dia yakinkan.

Bersambung...

Catatan:

*Aneurysm : terkena pelebaran pembuluh darah.

*Subarachnoid hemorrhage : pendarahan otak mendadak.

Title: Aku memilihmu (Sandy Canester)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status