Share

Tentangnya

Author: Kifa Ansu
last update Huling Na-update: 2021-05-03 06:19:27

Pernikahanku dan Sultan sudah berjalan lebih dari satu tahun, saat ini kami tinggal di Kota Batu. Dulunya kota ini termasuk bagian dari kota Malang tapi sejak tahun 2001 Kota Batu berdiri sendiri sebagai kota yang otonom. Sebuah kota kecil dengan pesona yang unik, orang sering menyebutnya sebagai kota wisata. Karena kota ini ada di daerah yang tinggi, dekat dengan pegunungan yang indah. Suhu daerah ini antara 12 sampai 19 derajat Celsius. Cukup dingin untuk ukuran negara tropis kan?

Setiap bagian kota Batu begitu berarti. Ada banyak tempat wisata murah. Meski baru satu tahun, aku merasa inilah kota yang kuimpikan. Tidak seperti Jakarta atau kota lain yang bising dan terlalu padat, di sini tenang. Hanya ada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Batu, Bumiaji, dan Junrejo. Selain itu ada lima kelurahan dan sembilan belas desa. 

Aku dan suami memilih untuk tinggal di daerah Oro Oro Ombo. Sebuah rumah Cluster Emerald di Perumahan Villa Exotic Panderman Hill menjadi pilihaku dan Sultan. Rumah ini sebenarnya cocok untuk dijadikan vila. Sultan membelinya sebagai hadiah untukku. Dari sini aku bisa melihat Gunung Panderman, Gunung Arjuno, dan melihat pemandangan kota Batu sampai kota Malang.

Ada 26 kavling di perumahan ini semuanya rumah tipe 62 dengan dua lantai dan taman depan rumah. Aku menanam bunga matahari, anggrek, dan mawar. Sultan menambahnya dengan pohon mangga agar kami punya buah-buahan yang bisa dipetik langsung dari pohonnya. Meski jumlah tetangga bisa dihitung dengan jari, tapi keamanan di sini terjamin.

Rumahku nomor 26 yang bersebelahan dengan rumah no 25. Hanya ada dua rumah yang sebaris di sini, jalanannya hampir berbentuk huruf Y. Tetanggaku sepasang kakek dan nenek, yang laki-laki pensiunan dari sebuah perusahan multinasional di Malang. Akung Indra dan Uti Teti, begitulah orang-orang di sini memanggil mereka. Sepasang orang tua itu tinggal sambil merawat cucunya yang masih kecil namun sudah yatim. Ibunya bekerja di Malang di sebuah rumah sakit swasta dan hanya pulang sesekali.

“Monggo Mas Sultan, mau ikut ke masjid?” sapa Akung Indra lalu meninggalkan pekerjaannya memangkas rumput di halaman karena mendengar suara azan.

Sultan diam saja. Hanya tersenyum lalu kembali menatap ponselnya. Dahiku mengerut. Kata bapak Sultan ini ikut ikut kelompok kajian, tapi kenapa dia jarang salat berjamaah?

“Kamu gak ke masjid Mas? Sayang loh pahalanya 27derajat.”

“Aku tuh udah janjian mau prospek. Yang ini dia bakal ikut gede asuransinya.”

Aku menghela nafas. 

Posisi rumah kami memang berada di lingkungan kurang ramai. Sesekali hanya berkumpul di masjid dekat perumahan untuk mengikuti kajian rutin abgi ibu-ibu. Untukpara lelaki biasanya ada kajian setiap minggu malam. Sultan tidak pernah mau ikut. Menurutnya kajian itu membosankan. Sekumpulan kakek-kakek yang belajar mengaji atau membahas kitab dengan mengundang seorang ahli.

Suamiku itu jarang berkumpul dengan tetangga. Ia sibuk dengan pekerjaannya mencari prospek, orang yang mau ikut asuransi. Terkadang ia pulang malam hari atau bahkan menginap di Malang untuk pelatihan. Sabtu dan Minggu, dia lebih suka karoke atau fitnes. Jika tidak ada kegiatan apapu dia lebih memilih tidur di rumah. Memang banyak orang yang mengenalnya lantaran sebagian orang di perumahan ini sudah menjadi nasabah asuransinya.

***

Seharian ini aku hanya berkutat dengan ponsel pintar di tangan. Membolak-balik foto pernikahanku dengan Sultan. Sudah setahun kami menikah, ia baik padaku terutama karena saat ini aku sedang mengandung. Lelaki itu tak pernah membiarkanku mengerjakan pekerjaan rumah. Memasak, mencuci baju, dan membersihkan kolam dia yang melakukannya. Aku hanya menyapu dan mengepel lantai saja. Hebatnya lagi, Sultan yaris tak pernah mengeluh. Belum lagi setiap pulang kerja ia selalu membawa makanan untukku. Istri mana yang tidak senang dengan suami seperti ini?

Suatu hari aku pernah melihatnya sibuk dengan gawai yang tak pernah lepas dari tangan. Ternyata dia sedang chattingan dengan mantan pacarnya saat kuliah dulu.

“Masih kepo aja sama mantan,” kataku ketus.

“Ya udah sih biasa aja. Cuma tanya kabar doang. Katanya dia udah lahiran. Anaknya perempuan.”

“Terus…emang penting ya?”

“Gak usah berlebihanlah. Biasa aja,” katanya sembari berlalu sambil menutup pintu hingga terdengar suara berdentum. 

Apa dia marah? Harusnya kan aku yang marah. Wanita mana yang tidak kesal melihat suaminya terlalu ingin tahu keadaan perempuan lain? 

Sejak saat itu tampak jelas bahwa Sultan orang yang keras. Aku masih kurang mengerti bagaimana sifatnya. Waktu perkenalan sebelum menikah kurang lebih tiga bulan. Itupun hanya sebatas membahas pernikahan. Wajar kan jika aku belum memahaminya? Memang, ia menuliskan karakternya secara lengkap dalam biodata perkenalan saat proses ta’aruf. Segala keburukan dan kebaikannya. Namun, menghadapinya secara langsung membuatku membulatkan mata. Ada yang aneh dengan pria ini. 

Kutatap wajahnya dalam foto pernikahan kami lekat-lekat, seraya mencoba membaca tatapan mata dan senyumannya. Teringat kata-kata sahabatku dulu, “tatapannya itu, mata yang ingin menguasai.” Sepasang netra yang menyiratkan keegoisan dan keinginan untuk dianggap lebih tinggi.

Aku memang tidak terlalu mengindahkan kata-kata temanku itu. Kupikir seorang lelaki pastilah egois dan ingin menguasai. Sebab begitulah adanya mereka dibentuk oleh Sang Pencipta. Bagiku tidak masalah, lama-kelamaan pasti bisa menyesuaikan diri dengan sikap seperti itu. Terbukti kan? Hingga kini, aku bisa terus menahan keinginan dan mengalah untuknya. Bukankah itu konsep berumah tangga? Saling mengalah dan mendahulukan sebagai bukti kasih sayang. 

***

Terdengar suara motor mendekat. 

Ah itu dia, Sultan sudah pulang. Aku akan bertanya padanya, siapa yang ia hubungi secara diam-diam selama ini. Apapun jawaban yang akan dia lontarkan nanti akan kuterima. Hatiku sudah bersiap-siap untuk mendengar hal buruk.

Dengan langkah gontai kubuka pintu. Terlihat wajah Sultan tersenyum manis. Tubuhnya basah, wajahnya nampak pucat karena kedinginan. Aku menyalami seraya mencium punggung tangannya. Ia membalas mencium perutku yang nampak semakin runcing.

Melihat keadaannya, kuurungkan niatku. Kasihan, ia berjuang keras mencari nafkah demi aku dan calon bayi kami. Sultan menuju kamar mengambil handuk. Ia segera berganti baju agar tak terasa dingin. Lalu  berjalan menuju dapur, mengambil gelas dan menyedu teh. Aku terpaku di tengah ruangan melihatnya berjalan bolak-balik. 

Sultan menuju meja makan lalu duduk menyeruput teh dari gelas. Tangannya membuka tudung saji di meja lalu menutupnya lagi. Ia selalu begitu, jika suka dengan makanan yang kumasak ia akan mulai makan, kalau tidak suka ia akan memasak telur dadar sendiri atau apa saja yang bisa dimasak. Dulu pernah ia meledek masakanku. Katanya tidak enak dan rasanya aneh. Lalu aku marah dan tidak bicara sepatah kata pun padanya hingga seharian penuh. Sejak saat itu ia tak pernah berkomentar nyelekit lagi.

Alisnya berkerut, “Kamu belum makan Kay? Kok nasinya utuh begini?” katanya sembari mengaduk-aduk nasi lalu menuangkannya ke dalam piring. 

“Aku belum lapar, ngantuk nih mau tidur,” jawabku tanpa menatapnya. 

“Ya udah tidur aja,” katanya sambil mengangguk perlahan.

Biasanya saat aku tidur lebih dulu, ia akan menonton televisi hingga larut malam sambil menelpon seseorang. Awalnya aku mengira itu saudara atau teman kerjanya. Tapi, lama-lama jadi mencurigakan. Mungkinkah teman kerja setiap hari menelpon hingga tengah malam?

Prasangkaku kian menjadi-jadi. Tak terlihat ia melaksanakan kewajiban beribadah. Jika aku tidak mengingatkannya, maka ia tidak shalat. Itu pengamatanku. Jika seorang tidak melaksanakannya, maka sudah dipastikan ia melakukan perbuatan keji dan munkar. Baik salah satu atau keduanya. Sebab tiada yang mencegahnya. Sudah jelas dalam Al Qur’an ibadaha lima waktulah yang utama. Tiangnya Islam, tanpa itu maka bukan Islam. 

Rasa sesak menghimpit sanubari, meremat-remat hingga aku sulit bernafas. Kabut gelap mulai menyelimuti rumah tanggaku. Terasa, ia nampak berbeda. Entah ia yang berubah atau aku yang memang sejak awal tidak pernah mengenalnya. 

Hal itu makin tersirat saat aku mengalami pendarahan ketika usia kandungan lima bulan. Dokter melarang kami melakukan hubungan intim hingga usia sembilan bulan, karena takut akan terjadi masalah. Aku bahkan sampai dirawat inap hingga satu minggu. Kini usia kandungan bertambah tua. Tubuh menjadi mudah lelah membuatku selalu tidur lebih dulu. Dan petaka pun berjalan menggantikan segala mimpi.

Hujan seakan bernyanyi. Senandung nestapa mengiris hati. Suara petir menjelma bagai musik derita. Duh Allah, inikah masanya? Saat di mana aku harus berjuang dengan susah payah. Saat-saat sulit seperti ini pasti kan terjadi. Tapi tak pernah terbayangkan akan mencekik begini. Hati mendadak menjadi sempit. Aku seperti mendengar suara sumbang keluh kesah yang mengajak untuk menyalahkan-Mu. 

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • His Dark Secrets   Hujan

    Mentari pagi bersinar cerah, musim semi memberi kehangatan di pagi hari menyapa hati yang dingin karena rindu. Udara segar berhembus mengisi paru-paru dengan energi baru. Sejak hari masih gelap, orang-orang sudah berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Munchen memang kota yang sibuk, penduduknya berjalan lebih cepat dua kali lipat dari pada orang-orang di kota Batu.Esok pernikahan Alvin dan Nirmala akan dilangsungkan. Ayana sedang menemani calon pengantin putri itu ke salon hari ini. Aku yang memaksa Nirmala. Dia harus melakukan perawatan terbaik agar besok terlihat cerah. Meski cantik Mala sama sekali tak paham tentang perawatan. Aku masih lebih baik darinya.Alvin berdiri menatap keramaian kota melalui balkon. Hanya dalam hitungan jam dia akan punya istri lagi. Dari sini kita bisa melihat halaman rumah Alvin yang amat luas. Konsep pernikahan ini nantinya pesta kebun. Panitia pesta sedang menghias berbagai sudut halaman dengan ornamen-ornamen ala aristokrat

  • His Dark Secrets   Sirotol Mustaqim

    Harusnya, hidup memberikan kebahagiaan setelah kita terkubur dalam luka. Nyatanya, takdir terlalu rumit untuk ditebak. Aku baru tahu, apa yang dialami Sultan setelah kembali dari menemui pembunuh Adnan. Sebuah cerita yang mengikis sanubari. Mataku tak sanggup menekan air yang tumpah sendiri mendengar kisah darinya.***“Rasakan pembalasanku Sultan. Anakmu mati sama seperti anak-anakku. Aku puas. Maaf, kau pasti kecewa.”Dodi tertawa di hadapan Sultan. Mereka hanya terpisah dengan meja kayu yang berwana cokelat tua. Mata Sultan menatap Dodi dengan kebencian. Giginya berbunyi gemerutuk menahan amarah. Setan apa yang ada di hadapannya ini?“Kau marah? Aku sudah minta tolong padamu. Tapi apa yang kau katakan. Atasi masalahku sendiri, begitu kan?”Tak tahan lagi. Tangan Sultan meninju wajah Dodi tepat mengenai pipi. Tak puas ia menambah pukulan pada dagu pria bertubuh tegap itu. Dodi terjengkang dari kursi. Petugas kepolisi

  • His Dark Secrets   Masih Mencari

    “Ya Allah Mbak Kay, cepetan dikit dong!” Seru Ayana.Dia mulai kesal sejak tadi aku tidak juga selesai mengepak barang-barang yang akan kubawa ke Jerman. Gadis ini sewot sekali, padahal penerbangan masih dua jam lagi. Nampaknya ia terlalu antusias. Aku maklum, ini pertama kalinya kami terbang keluar negeri. Gratis pula. Semua akomodasi sudah dibayar oleh Alvin.“Masih lama kan berangkatnya. Santai aja kali.”“Ih, Mbak Kay kita kan mau belanja oleh-oleh untuk Nirmala. Dia udah enam bulan sekolah di negeri yang gak ada Susu KUD atau Ketan Legendaris.”Ya tentu saja. Jangankan Jerman, rumah ibu di Klaten juga tidak menjual pemanja lidah itu. Ayana bersungut-sungut karena aku nampak tak bersemangat. Akhirnya dia sendiri yang pergi ke alun-alun kota membeli segala oleh-oleh. Aku duduk diam menunggu kendaraan online. Harusnya ini menyenangkan, ini perjalanan yang diimpikan banyak orang. Dulu semangatku menggebu, ketika kabar

  • His Dark Secrets   Keputusan

    Sultan meraih tanganku, aku masih enggan menatapnya. Sejak masalah ini terungkap, aku sudah terlanjur memasang tameng untuk mengacuhkannya. Tapi kini, rasa itu berbalik. Aku merasa tak ingin kehilangan dirinya.“Lihat aku, sebelum kujatuhkan talak. Bolehkah aku memelukmu untuk terakhir kalinya?”Kepala ini terasa berat hanya sekadar untuk melihat wajahnya. Sungguh, aku tak tahu bagaimana ekspresinya saat ini. Tanpa mendengar persetujuan dariku ia tetap memelukku erat, sambil terguncang. Wajahnya ia tenggelamkan di bahuku yang membuatnya harus terbungkuk.Aku balas memeluknya, dengan air mata yang sama derasnya. Lama sekali kami saling melepaskan kerinduan. Terkadang rindu bukan hanya karena kita berjauhan, tapi saat kita selalu dekat namun jiwa kita yang saling menjauh.Dia menatapku lekat-lekat. Aku bisa melihat ada harapan, tapi tertahan karena keputusasaan yang lebih menyeruak. Tangannya menyentuh wajahku. Aku tak kuat mengeluarkan sepatah

  • His Dark Secrets   Pembalasan

    Selama ini, tidak ada orang yang bermasalah dengan orang lain. Setahuku, dia bersikap baik kepada siapa saja. Terlepas tentang pengkhianatannya terhadapku. Ungkapan tentang siapa Dodi, membuat jantungku tertusuk. Lukanya masih belum sembuh. Cerita ini memperparah sakitnya. Luka jiwa yang akan selalu melekat dalam ingatan.***“Tan, bisa gak lo ke sini? Gue butuh bantuan lo. Istri gue tahu tentang dunia itu. Dia marah banget Tan?”Sebuah suara menghubungi Sultan yang tengah sibuk mempersiapkan makanan bagi pengunjung restonya. Siang ini ramai benar. Semua kursi penuh, bahkan beberapa orang harus menunggu di luar pintu untuk bisa menempati kursi mana yang baru ditinggalkan pengunjung. Pembicaraan ini sepertinya serius, Sultan beringsut mundur ke dalam ruangan pribadinya.“Terus gue harus apa? Nemuin istri lo berlutut minta maaf. Buat apa?”“Setidaknya lo ke sini, istri gue kabur entah ke mana Tan. Gue bingung,” jaw

  • His Dark Secrets   Pertengkaran

    Malam kian larut. Tidak ada satu orang pun yang beranjak tidur. Wajah-wajah tegang berkumpul di ruang keluarga. Televisi menyala terang menampilkan acara penuh gurau. Tidak ada muatan pendidikan atau nasihat sama sekali. Hanya canda tawa yang tidak lucu.Duduk di sana ibu, ibu mertua, Bapak dan Bapak mertua. Mbak Widya masih di sini bersama suaminya berbincang entah apa. Rara tenggelam dengan musik jaz yang ia dengarkan sendiri. Aku duduk membaca novel karangan ibu. Tak lama terdengar suara pintu diketuk dan seseorang mengucapkan salam. Jam 11 malam, mungkin itu Sultan.Benar. Sultan masuk dengan lunglai. Matanya menatap lantai berwarna merah bata yang licin mengkilap. Semua orang mengamatinya dengan arti yang berbeda. Bapak mertuaku berdiri mendekatinya. Tangannya langsung menghantam pipi kanan Sultan. Bunyinya bak petir. Tak cukup sekali, ada empat kali tamparan bahkan akan terus berlanjut jika saja Mas Salman tidak segera melerai. Ibu dan ibu mertua masing-mas

  • His Dark Secrets   Fakta Baru

    “Adnan, ayo Nak! Cepet! Sarapan, terus pakai sepatu kita berangkat sekolah sebentar lagi!”Kubuka pintu kamar Adnan. Ia tidak ada, mungkin sudah turun ke bawah untuk makan. Aku terus menyebut nama Adnan sambil berlari-lari kecil menuruni anak tangga.“Adnan.”Semua orang di hadapan meja makan menoleh. Ibu, Bapak, ibu dan Bapak mertua, Rara, Mbak Widya, Mas Salman. Mereka menatapku dengan sendu. Jantungku seperti berhenti berdetak. Baru kusadari Adnan tidak mungkin ada di ruang makan, dapur, taman, atau sekolah. Aku jatuh terduduk menutup wajah dengan kedua tangan agar tak nampak air mata yang menetes.Suasana ruang makan hening, hanya terdengar sesekali bunyi air yang diteguk. Tak ada yang bisa makan dengan lahap. Kepergian Adnan yang terlampau tiba-tiba membuat ruang kosong dalam di jiwa. Masing-masing sibuk dengan pikiran dan hanya menatap makanan dengan hampa.“Kalau terus begini sepertinya Adnan akan menyiram

  • His Dark Secrets   Kehilangan

    “Adnan ketemu,” suara berat Alvin seperti cahaya yang membuyarkan kegelapan hari ini. Setelah berjam-jam akhirnya terdengar juga kabar yang lebih terang. Adnan ditemukan.“Di mana anakku,” tanya Sultan.“Di rumah sakit. Ayo!”Alvin mengajakku, tapi Sultan sedang menggenggam erat tanganku.“Aku ikut Mas Sultan aja.”“Ya sudah aku bawa mobil kamu. Kalian ikuti aku.”Apa yang sebenarnya telah terjadi? Adnan ada di rumah sakit, artinya dia mengalami hal buruk. Pikiranku kacau sekali. Bayangan-bayangan perkataan tadi pagi terngiang terus mengisi kepalaku bergantian. Perjalanan ke rumah sakit yang hanya sekitar satu jam terasa seperti bertahun-tahun. Ulu hatiku nyeri membayangkan wajah Adnan yang entah seperti apa sekarang.Sampai di rumah sakit Alvin berjalan cepat. Kami tiba di sebuah ruangan di mana seorang anak kecil tengah terbaring lemah. Kepalanya diperban. Seluruh tub

  • His Dark Secrets   Ke mana Adnan?

    Pagi ini Adnan sibuk dengan peralatan sekolah barunya. Tak terasa dia sudah memasuki Sekolah Dasar. Adnan tumbuh begitu cepat. Dia makin tampan, banyak tetangga yang mendadak suka berfoto dengan Adnan sembari memamerkannya di media sosial. Sejak masih TK, Adnan bahkan sering mendapat hadiah dari teman-teman bermainnya. Dia seperti selebriti kecil di sekolah barunya.“Ibu, Adnan sayang sama Ibu. Ibu Jangan sering nangis ya!”Alisku berkerut. Memang, selama ini Adnan sering melihatku menangis dalam do’a. Kadang tak terasa bulir-bulir perih menetes tanpa sebab. Adnanlah yang selalu ada dan menghibur hati yang sudah tidak berbentuk lagi. Putraku ini kini sudah berusia 7 tahun. Ia berpikir dewasa. Mungkin karena terlalu sering bercakap-cakap dengan Pak Haryono.“Adnan tidak suka melihat Ibu menangis?”“Menangis tidak apa-apa ibu. Kata Kakek menangis akan membuat hati seorang perempuan lega. Tapi, nanti Adnan tidak bisa lagi

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status