Marriage could be a heaven or hell. Aku mengira pernikahanku ini surga. Tapi dia punya rahasia gelap. Cinta, sentuhan, dan rahasia silih berganti. Aku berjuang susah payah untuk tetap tertawa. Sisi gelapnya membuatku kehabisan kata-kata. Ponsel yang selalu dikunci. Chatting diam-diam. Dan sikapnya yang terkesan pura-pura. Semua itu membuatku curiga. Apa yang dia sembunyikan? Siapa suamiku sebenarnya?
View MoreHari ini aku berniat menemuinya, meski dengan nafas yang sesak. Orang itu, entah siapa dia. Sudah berapa lama juga ada diantara aku dan suamiku? Ponsel pemimpin rumah tanggaku itu tergeletak di meja. Pemiliknya sedang membasuh diri. Ini kesempatanku.
Tanganku bergetar, mencari kontak nomor orang itu terburu-buru diponselya. Keringat dingin mulai membasahi dahi. Lihat apa yang bisa kulakukan nanti. Saat ini aku hanya ingin tahu sehebat apa dia. Kenapa dia bisa mengambil sebagian besar perhatian imamku? Ketemu! Tidak ada namanya, tapi sering sekali menelpon, ada ratusan pesan dari nomor yang sama. Pasti ini.
Astagfirullah.
Jari-jari basah karena peluh, bergerak lincah menyalin nomor itu ke ponselku. Dug.... Jantungku membuat gerakan tangan ini lebih lambat. "Save.” Beruntung aku berhasil menjebol smartphone yang diberi password itu. Pantas saja dia tak pernah mengizinkan benda itu disentuh siapaun. Jelas ada rahasia di dalamnya. Bodohnya lagi aku tak pernah bertanya alasannya. Hanya bertanya-tanya dalam hati.
“Ada apa, Yang?” tanya suamiku. Aku menggeleng cepat.
“Gak apa-apa. Ini ponselmu bunyi tadi.” Aku menyerahkan benda segi empat itu kepadanya. Dia menerima dengan santai.
Suamiku hendak pergi ke kantornya. Sepertinya ia tidak curiga ponselnya baru saja diotak-atik. Aku mengantarnya sampai ke pintu lalu menyalami tangannya. Dahi pria itu mengerut, merasakan hawa dingin dariku. Namun, ia bergeming dan berlalu setelah mengucap salam.
Tiba saatnya menelpon orang itu. Yah, sudah kutekan memanggil.
"Halo, selamat pagi, dengan siapa ini?"
Terdengar suara dari seberang sana, berat dan serak. Sepertinya suara ini tidak asing. Otakku mulai menggali ingatan yang terkubur. Ah sial! Tidak ingat. Kuputuskan untuk mematikannya saja. Keinginan untuk menemuinya pun hilang dari pikiran. Apa dia orang salah satu dari sahabat suamiku? Oh... ini membingungkan.
Tadinya kukira orang itu akan menjadi orang ketiga dalam kehidupan rumah tangga kami. Aku sudah berpikir suamiku akan tega mendua. Tapi... Suara itu? Ini semakin runyam. Akan lebih baik kalau menyelidikinya dahulu, aku yakin sekali ada yang tidak sesuai di sini. Gelap mulai menggelayut. Hari-hari terasa semakin suram. Mungkinkah ini awal dari masalah besar? Ah tidak, mudah-mudahan ini hanya cemburu saja.
Diluar begitu gelap, kemungkinan langit akan meneteskan air matanya. Air mata yang dinanti sebagain orang dan dihindari sebagian yang lain. Mataku juga mulai buram, sesuatu yang hangat menggenang di sana. Menetes perlahan, aku tidak tahu apa alasanku menangis.
Meski belum punya bukti apapun, tapi hati ini begitu peka. Telah terjadi sesuatu yang buruk selama ini. Bayangan keganjalan-keganjalan pun berkelebat dipelupuk mata. Bergantian saling mendesak seakan berebut ingin menyampaikan rangkaian cerita. Aku menyadari apa yang nampak sangat indah rupanya menyimpan cerita yang tersembunyi.
Di luar merah di dalam pahit, seperti itu….
****
Mentari pagi bersinar cerah, musim semi memberi kehangatan di pagi hari menyapa hati yang dingin karena rindu. Udara segar berhembus mengisi paru-paru dengan energi baru. Sejak hari masih gelap, orang-orang sudah berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Munchen memang kota yang sibuk, penduduknya berjalan lebih cepat dua kali lipat dari pada orang-orang di kota Batu.Esok pernikahan Alvin dan Nirmala akan dilangsungkan. Ayana sedang menemani calon pengantin putri itu ke salon hari ini. Aku yang memaksa Nirmala. Dia harus melakukan perawatan terbaik agar besok terlihat cerah. Meski cantik Mala sama sekali tak paham tentang perawatan. Aku masih lebih baik darinya.Alvin berdiri menatap keramaian kota melalui balkon. Hanya dalam hitungan jam dia akan punya istri lagi. Dari sini kita bisa melihat halaman rumah Alvin yang amat luas. Konsep pernikahan ini nantinya pesta kebun. Panitia pesta sedang menghias berbagai sudut halaman dengan ornamen-ornamen ala aristokrat
Harusnya, hidup memberikan kebahagiaan setelah kita terkubur dalam luka. Nyatanya, takdir terlalu rumit untuk ditebak. Aku baru tahu, apa yang dialami Sultan setelah kembali dari menemui pembunuh Adnan. Sebuah cerita yang mengikis sanubari. Mataku tak sanggup menekan air yang tumpah sendiri mendengar kisah darinya.***“Rasakan pembalasanku Sultan. Anakmu mati sama seperti anak-anakku. Aku puas. Maaf, kau pasti kecewa.”Dodi tertawa di hadapan Sultan. Mereka hanya terpisah dengan meja kayu yang berwana cokelat tua. Mata Sultan menatap Dodi dengan kebencian. Giginya berbunyi gemerutuk menahan amarah. Setan apa yang ada di hadapannya ini?“Kau marah? Aku sudah minta tolong padamu. Tapi apa yang kau katakan. Atasi masalahku sendiri, begitu kan?”Tak tahan lagi. Tangan Sultan meninju wajah Dodi tepat mengenai pipi. Tak puas ia menambah pukulan pada dagu pria bertubuh tegap itu. Dodi terjengkang dari kursi. Petugas kepolisi
“Ya Allah Mbak Kay, cepetan dikit dong!” Seru Ayana.Dia mulai kesal sejak tadi aku tidak juga selesai mengepak barang-barang yang akan kubawa ke Jerman. Gadis ini sewot sekali, padahal penerbangan masih dua jam lagi. Nampaknya ia terlalu antusias. Aku maklum, ini pertama kalinya kami terbang keluar negeri. Gratis pula. Semua akomodasi sudah dibayar oleh Alvin.“Masih lama kan berangkatnya. Santai aja kali.”“Ih, Mbak Kay kita kan mau belanja oleh-oleh untuk Nirmala. Dia udah enam bulan sekolah di negeri yang gak ada Susu KUD atau Ketan Legendaris.”Ya tentu saja. Jangankan Jerman, rumah ibu di Klaten juga tidak menjual pemanja lidah itu. Ayana bersungut-sungut karena aku nampak tak bersemangat. Akhirnya dia sendiri yang pergi ke alun-alun kota membeli segala oleh-oleh. Aku duduk diam menunggu kendaraan online. Harusnya ini menyenangkan, ini perjalanan yang diimpikan banyak orang. Dulu semangatku menggebu, ketika kabar
Sultan meraih tanganku, aku masih enggan menatapnya. Sejak masalah ini terungkap, aku sudah terlanjur memasang tameng untuk mengacuhkannya. Tapi kini, rasa itu berbalik. Aku merasa tak ingin kehilangan dirinya.“Lihat aku, sebelum kujatuhkan talak. Bolehkah aku memelukmu untuk terakhir kalinya?”Kepala ini terasa berat hanya sekadar untuk melihat wajahnya. Sungguh, aku tak tahu bagaimana ekspresinya saat ini. Tanpa mendengar persetujuan dariku ia tetap memelukku erat, sambil terguncang. Wajahnya ia tenggelamkan di bahuku yang membuatnya harus terbungkuk.Aku balas memeluknya, dengan air mata yang sama derasnya. Lama sekali kami saling melepaskan kerinduan. Terkadang rindu bukan hanya karena kita berjauhan, tapi saat kita selalu dekat namun jiwa kita yang saling menjauh.Dia menatapku lekat-lekat. Aku bisa melihat ada harapan, tapi tertahan karena keputusasaan yang lebih menyeruak. Tangannya menyentuh wajahku. Aku tak kuat mengeluarkan sepatah
Selama ini, tidak ada orang yang bermasalah dengan orang lain. Setahuku, dia bersikap baik kepada siapa saja. Terlepas tentang pengkhianatannya terhadapku. Ungkapan tentang siapa Dodi, membuat jantungku tertusuk. Lukanya masih belum sembuh. Cerita ini memperparah sakitnya. Luka jiwa yang akan selalu melekat dalam ingatan.***“Tan, bisa gak lo ke sini? Gue butuh bantuan lo. Istri gue tahu tentang dunia itu. Dia marah banget Tan?”Sebuah suara menghubungi Sultan yang tengah sibuk mempersiapkan makanan bagi pengunjung restonya. Siang ini ramai benar. Semua kursi penuh, bahkan beberapa orang harus menunggu di luar pintu untuk bisa menempati kursi mana yang baru ditinggalkan pengunjung. Pembicaraan ini sepertinya serius, Sultan beringsut mundur ke dalam ruangan pribadinya.“Terus gue harus apa? Nemuin istri lo berlutut minta maaf. Buat apa?”“Setidaknya lo ke sini, istri gue kabur entah ke mana Tan. Gue bingung,” jaw
Malam kian larut. Tidak ada satu orang pun yang beranjak tidur. Wajah-wajah tegang berkumpul di ruang keluarga. Televisi menyala terang menampilkan acara penuh gurau. Tidak ada muatan pendidikan atau nasihat sama sekali. Hanya canda tawa yang tidak lucu.Duduk di sana ibu, ibu mertua, Bapak dan Bapak mertua. Mbak Widya masih di sini bersama suaminya berbincang entah apa. Rara tenggelam dengan musik jaz yang ia dengarkan sendiri. Aku duduk membaca novel karangan ibu. Tak lama terdengar suara pintu diketuk dan seseorang mengucapkan salam. Jam 11 malam, mungkin itu Sultan.Benar. Sultan masuk dengan lunglai. Matanya menatap lantai berwarna merah bata yang licin mengkilap. Semua orang mengamatinya dengan arti yang berbeda. Bapak mertuaku berdiri mendekatinya. Tangannya langsung menghantam pipi kanan Sultan. Bunyinya bak petir. Tak cukup sekali, ada empat kali tamparan bahkan akan terus berlanjut jika saja Mas Salman tidak segera melerai. Ibu dan ibu mertua masing-mas
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments