--------------
Tok tok tok"Masuklah. Dengan Nona Alicia Carter?""Iya Mrs. ...?""Kau bisa memanggilku Meghan, mari ikut denganku, aku akan menunjukkan letak meja kerjamu dan menjabarkan sedikit tentang pekerjaanmu."Alicia menyusuri lorong menuju lift mengikuti Meghan, semakin diperhatikan kantor ini terbilang cukup megah dalam balutan minimalis dan pastinya nyaman. Mungkin pemiliknya tidak menyukai motif rumit atau bercorak.Terbukti dari interiornya yang sederhana. Hanya bermotif kayu dan beberapa kaca menjulang tinggi menghiasi tembok sepanjang lorong.Ting"Kau tunggu di sini sebentar Nona Carter, aku akan memberikan dokumen kepada Mr. Williams, aku segera kembali.""Baiklah Meghan, dan kau panggil saja aku Alicia.""Okay Alicia." Ucap Meghan sambil berlalu dari hadapan Alicia menuju sebuah ruangan yang tertutup oleh pintu kayu yang lebar dan tinggi.Sekilas saat Meghan membuka pintu kayu itu, Alicia melihat samar sesosok pria paruh baya berpenampilan rapi dengan senyum menawan ke arah Meghan.Mr. Williams terlihat berwibawa."Siapa itu Mr. Williams, Meghan?" tanya Alicia memecah keheningan dalam lift setelah Meghan kembali dari ruangan pintu kayu itu."Mr. Williams adalah pemilik perusahaan ini," jawab Meghan singkat.Ohh, no wonder! Orang tua memang menyukai hal-hal sederhana dan elegant. Mr. Williams, sesuai nama dan perawakannya, terlihat berwibawa, pasti dia seorang Pak tua yang bersahaja, gumam Alicia.๐๐๐๐Selepas pulang bekerja, Alicia bergegas ke Cafe "Sit & Chat" milik sahabatnya, Chae-Ry wanita keturunan Korea yang telah menikah dan merintis usaha Cafe di pinggiran kota New York, sedangkan suaminya Robert bekerja di perusahaan telekomunikasi. Chae-Ry adalah anak adopsi dari Aunty Valencia, usia mereka berpaut 4 tahun, mereka telah bersahabat sejak dari masa kanak-kanak hingga saat ini. Dan bagi Alicia, Chae-Ry sudah seperti kakaknya sendiri, ia sangat mengenal Alicia sehingga Alicia selalu gagal bila sedang berbohong di depannya."Hai, Alice! Jadi bagaimana kesan hari pertamamu di kantor baru itu?" tanya Chae-Ry dengan antusias."Not bad. Suasana kantor yang nyaman dan teman-teman di Team Purchasing terlihat ramah dan baik.""Glad to hear that. Ingat Alice, jangan terlalu mudah percaya kepada orang yang baru kau kenal, bersikaplah netral dan kenali mereka, karena kau belum tahu mana kawan dan mana lawan," ujar Chae-Ry menasehatinya."Yes, Madam."Disela perbincangan, seorang pria bertubuh tegap berkemeja putih menghampiri mereka seraya membawa segelas lemon hangat dengan taburan daun mint mendaratkannya di hadapan Alicia."Thanks Anthony! You're the best!" ujar Alicia dengan senyum lebar kepada Anthony, pria manja dimata Alicia, adik dari Robert yang sedang mampir di Cafe itu, terkadang disaat senggangnya Anthony menghabiskan waktu di Cafe milik kakak iparnya untuk sekedar membantu di sana."Jadi berapa banyak teman lelaki di Team-mu itu?" Anthony menarik kursi duduk tepat di sebelah Alicia.Chae-Ry tertawa lebar mendengar pertanyaan konyol adik iparnya, sedangkan Alicia sudah mendengus sebal dan memicingkan matanya ke arah Anthony. "Anthony Franklin! Tidak adakah pertanyaan yang lebih berkelas daripada itu?""Aku hanya ingin memastikan kau tidak bekerja satu Team dengan para lelaki hidung belang. Kau tahu, banyak pria seperti itu bersarang di perkantoran, kau hanya tidak menyadarinya.""Tidak sadarkah kau sedang menunjuk kepada saudaramu sendiri?" Chae-Ry mencebikkan bibirnya ke arah Anthony."Bukan itu maksudku kakak ipar." Anthony segera membela diri."Sudahlah, tidak ada habisnya berdebat denganmu, jangan merusak mood-ku, asal kau tahu, aku tidak akan pernah terjerat dengan yang namanya pria hidung belang atau apapun itu, aku di sana untuk bekerja, bekerja dan bekerja!" Jelas Alicia memotong pertanyaan-pertanyaan konyol Anthony, dan kembali menyesap lemon hangat minuman favoritnya disetiap waktu."Kalian ini tidak bisakah akur dalam satu menit, huh?" Chae-Ry menengahi pembicaraan mereka. Kedua orang yang disayanginya dan sekaligus selalu ramai disetiap kali mereka bertemu.Wajar saja jika Anhony melemparkan pertanyaan seperti itu kepada Alicia, karena Alicia adalah satu-satunya wanita yang selalu menerima pernyataan cinta bertubi-tubi darinya dan selama ini selalu ditolak oleh Alicia, karena ia sudah menganggap Anthony bagian dari keluarga dan ia tidak ingin merusak hubungan tersebut dengan yang namanya, asmara.Sebab ia berprinsip bahwa menumbuhkan benih cinta berbalut asmara dapat merusak sebuah hubungan kekeluargaan. Baginya, keluarga inti adalah orang-orang yang akan selalu menarikmu ke atas saat kau jatuh, sedangkan asmara, ia bahkan dapat meninggalkanmu tanpa kau khianati ataupun lukai.๐๐๐๐Alicia baru saja sampai di depan flatnya. Sebuah gedung bertingkat sederhana dengan harga terjangkau untuk disewakan kepada orang-orang menengah ke bawah. "Thanks Anthony untuk tumpangannya, see you!"Baru saja Alicia melepas seat belt dan jemarinya memegang handle pintu mobil, tiba-tiba Anthony menahan bahu Alicia."Bolehkah aku meminta waktumu sebentar," tatapan Anthony begitu mendalam melihat lekat mata indah Alicia.Ermm... Dia mulai lagi."Sure Lil' Pumpkin, katakanlah, ada apa?" jawab Alicia dengan membuat suaranya gemas, meledek Anthony.Anthony yang selalu kesal dengan sebutan itu memicingkan matanya dan mendesis ke arah Alicia. "Aku akan menghukummu jika kau memanggilku seperti itu lagi!"Alicia tertawa dan berdeham berusaha berhenti dari tawanya. "Itu panggilan kesayangan dari aku dan Chae-Ry." Lil' Pumpkin adalah panggilan masa kecil untuk Anthony dan ia tidak menyukai panggilan itu, karena history dibalik nama itu menurutnya sangat memalukan."Apa kau pernah sekali saja merindukanku, Alicia?" tanya Anthony sendu.Oh, benar saja! Dia mulai lagi, please seseorang tolong aku untuk keluar dari situasi ini!"Merindukanmu... ? Tentu, tentu aku merindukanmu bila beberapa waktu lamanya tidak bertemu denganmu, kita keluarga 'kan? Kau lupa itu? Tidak ada keluarga yang tidak merindukan sesama anggota keluarganya yang lain, right?Alicia menjawab setenang mungkin berharap dapat mengalihkan pembicaraan dan segera keluar dari mobil ini.Hal seperti inilah yang selalu dihindari Alicia, berada disatu tempat atau situasi berdua dengan Anthony. Alicia selalu kehabisan kata-kata untuk menolaknya.Dan contohnya malam ini, pria itu bersikeras untuk mengantarnya pulang, sedangkan Alicia telah berkali-kali berusaha menolaknya secara halus.Sekalipun Alicia terkesan selalu menolaknya, namun ia berupaya sedapat mungkin untuk tetap menjaga perasaan pria itu. Ia tidak ingin kata-katanya menyinggung atau bahkan menyakitinya.Karena Anthony adalah adik kesayangan Robert dan Chae-Ry. Kasih sayang keduanya membuat Anthony sangat dekat dengan mereka, terlebih Robert yang merasa berhutang budi kepada adiknya sendiri, yang rela menggantikan dirinya untuk membantu Ayah mereka mengurus bisnis Resort, sekalipun hubungan Robert dengan Ayahnya agak renggang, namun Anthony tetap menghormati Robert sebagai Kakaknya.Hubungan kekeluargaan yang erat terhadap Chae-Ry, membuat Alicia selalu berhati-hati menghadapi Anthony. Baginya, apa yang menjadi kesayangan Robert dan Chae-Ry juga akan menjadi 'kesayangan' Alicia, dalam batas hubungan kekeluargaan, tidak lebih!Seolah mengerti pikiran Alicia, Anthony mulai menggeram dan menyugar rambutnya kesal. "Come on, Alicia! Jawablah jujur, aku tahu kau mengerti maksud pertanyaanku. Merindukanku sebagai seorang pria, bukan keluarga!"Alicia menghela napas kasar. "Jika tentang perasaanmu, maka jawabanku akan selalu sama. Kau kuanggap keluargaku, walaupun kita tidak sedarah, tapi aku menyayangimu sebagai keluarga, bukankah hubungan keluarga lebih kuat daripada sekedar hubungan asmara?"Anthony mulai jenuh. Alicia selalu menggunakan alasan itu untuk menolak perasaannya. "Apapun yang kau katakan, Nona. Aku hanya ingin memberitahumu bahwa aku tidak akan pernah berhenti mencintaimu, sebanyak apapun kau menolakku! Sekeras-kerasnya batu, bila ditetesi air setiap hari, ia akan rapuh juga, itu keyakinanku!""Anthony, aku-"Dengan cepat Anthony melangkah keluar dari mobil dan mengitari bagian depan mobil membukakan Alicia pintu. Ia meraih tangan Alicia menuntun gadis pujaannya keluar dan mengecup singkat punggung tangan Alicia. "Sudah larut, masuklah. Good night, My Lemon." Anthony terpaksa memotong perkataan Alicia, ia sungguh tidak sanggup mendengar alasan penolakan yang lebih panjang lagi.Alicia tersenyum hambar seraya mengangguk."Drive safely"Alicia berlalu dari hadapan Anthony menuju pintu flat-nya yang berada dilantai 2. Dengan lesu ia menapaki tangga, percakapannya dengan Anthony mengenai hal ini tidak pernah menyenangkan dan sungguh tidak ia inginkan.Alicia menghempaskan tubuhnya sejenak di sofa, memejamkan mata berusaha menenangkan diri sejenak, hingga akhirnya kantuk tak terbendung menguasainya dan ia terlelap.๐๐๐๐"Mereka sudah menemukannya, Bryan? Tanya seorang pria dengan suara bariton ciri khasnya kepada orang di seberang sana."Maaf Tuan, mereka masih belum bisa memberikan banyak informasi, data masih sedang dikumpulkan untuk dikembangkan, mereka meminta kita untuk menunggu beberapa waktu lagi""Apa kau yakin mereka dapat diandalkan?""Mereka detektif handal dibidangnya, ada baiknya kita bersabar menunggu, Tuan.""Baiklah! Secepatnya Bryan, katakan kepada mereka secepatnya! Aku tidak suka menunggu terlalu lama atau mereka akan kehilangan pekerjaannya!""Baik, Tuan!"Jade Wayden Williams, menutup telepon anak buahnya dengan gusar dan kembali menatap sebuah foto di tangannya. Pria berparas tampan dengan rahang tegas yang menjadi pujaan wanita manapun yang melihatnya.Namun sayang, tak seorang wanitapun yang sanggup menaklukkan hati yang telah terlanjur dingin itu. Kehilangan yang ia alami atas kematian adiknya membuatnya trauma untuk menghadirkan cinta di dalam hidupnya. Kehilangan adik yang disayanginya sudah cukup memporak-porandakan sebagian hidupnya.Bagaimana bila ia dikhianati oleh sesuatu yang bernama cinta? Tidak, tidak! Lebih baik ia tidak pernah menyentuh apalagi memulai hubungan atas nama cinta, agar ia tidak perlu merasa kehilangan untuk kedua kali. Tampilan luar yang begitu gagah dan kuat kini berbanding terbalik dengan hatinya yang rapuh saat ini.Jade menatap haru nan sendu pada foto di tangannya. Seorang wanita muda cantik yang sedang beranjak dewasa. "Time flies Chubby, mengapa kau pergi secepat ini? Kami sangat merindukanmu...." Lirih Jade.Tiga tahun berlalu sejak kejadian tragis yang dialami adiknya Jeanny masih teringat jelas dalam benak Jade. Dua hari menghilang dan ditemukan dengan kondisi mengenaskan. Ahh, Jade sungguh tak sanggup membayangkannya, andai saja adiknya lebih cepat ditemukan, mungkin saja masih ada harapan.Grandma yang selalu menasehati dan meminta Jade untuk melapangkan hati menerima kejadian ini, ia sudah tak sanggup menahan diri lagi. Penderitaan batin yang menderanya setelah kematian adiknya begitu menyiksa dari waktu kewaktu.Ia memutuskan untuk menyelidiki kembali kasus kematian adiknya. Pembalasan dendam akan ia segera mulai setelah pembunuh biadab itu ditemukan.Aku berjanji Chubby, akan menemukan pembunuh itu dan membuat dia menderita atas apa yang ia telah lakukan kepadamu, bahkan lebih menderita. Ya, dia harus membayar semua perbuatannya!๐๐๐๐TbcMatahari kian naik dengan panas teriknya. Angin yang sesekali menerpa tubuh lemah Alicia menemaninya yang sedang duduk menangis tergugu. Tak banyak kata yang terucap sedari awal ia menginjakkan kaki di hadapan makam Anna selain ucapan maaf dan rindu.Dua jam berlalu begitu saja dalam keheningan saat Alicia tak dapat lagi mengutarakan isi hatinya, karena yamg tersisa hanyalah penyesalan. Tak seharusnya ia menunggu dan menunggu kelembutan hati Jade untuk dapat membebaskan Anna. Seharusnya ia lebih memaksa, seharusnya ia lebih histeris meneriaki Jade untuk melepaskan Anna dari hukuman itu, seharusnya ia lebih berani dan agresif dalam meminta Jade melepaskan Anna bagaimanapun caranya! Namun... semua sudah terlambat...Beberapa saat berlalu, Alicia pun menyerah kepada Jordan yang bersikeras mengajaknya pergi untuk mengisi perut. Jordan mengatakan ia telah menulis karangan bebas sedari pagi dalam membalas pesan Tuannya yang memastikan bahwa Alicia sudah makan tepat waktu. Baiklah, Alicia t
"Nyonya... Nyonya... Nyonya... kau baik-baik saja?" tanya Jordan dengan nada khawatir. Ia mendapatkan Nyonyanya terduduk diam seperti seorang ketakutan sambil memejamkan mata.Alicia yang berjingkat kaget segera membuka mata dan kembali menyeka keringat yang membasahi kening dengan ujung blazernya. Dengan langkah kaki perlahan ia mengikuti langkah kaki Jordan. Ia meremas sisi blazernya ketika suara histeris yang sesekali menggelegar semakin terdengar jelas, begitu pilu dan menyayat hati. Entah apa yang sebenarnya terjadi dengan pasien-pasien itu.Alicia kini menuruni sebuah tangga yang tampak remang dari pencahayaan lampu usang yang sudah lama. Tembok yang cukup tebal meredupkan suara-suara bising dari lantai atas, yang akan kau dengarkan di tempat ini hanyalah suara derap langkah dan nafasmu."Nyonya, maaf, aku lupa membawakan senter, apakah kau mau mengikutku naik atau...""Aku akan tunggu di sini!" Sela Alicia dengan mengabaikan Jordan dan meraih handle pintu. Jordan segera berlari
"Morning, Baby..." ucap Jade saat menuruni tangga dengan pakaian tidurnya. Ia memeluk Alicia erat serta mengecup puncak kepala istrinya. Ia mengeryitkan dahi sesaat melihat Alicia yang sudah rapi dengan nuansa hitam tampak elegant serta wangi."Sepertinya kau sangat antusias berpergian hari ini, where are you going by the way?" tanya Jade sambil menyesap sisa lemon hangat yang baru saja diletakkan Alicia di atas meja. Jade kembali meraih punggung Alicia dan melingkarkan lengan kekarnya di dada Alicia dan memeluknya erat, ia semakin candu dengan wangi tubuh sang istri. "Ahh... been a while..." Gumam Jade dalam hati. Ia menyandarkan wajahnya pada sisi kepala Alicia dan mengecupnya. "Kau tidak ingin menjawabku, hemm? Kau sudah sarapan? Kau tidak boleh berangkat dengan perut kosong, duduklah aku akan menyiapkan buah potong untukmu." "Tidak perlu, aku akan sarapan di luar." Jawab Alicia cepat seraya memutar tubuhnya menghadap Jade. Sial! Ia merutuk dirinya yang seketika menjadi canggung
Alicia menghela napas kasar usai mendengar konfirmasi yang diceritakan sekilas oleh Jordan. Pendar cahaya jalanan tampak buram dalam tatapannya saat ia melemparkan pandangan ke luar jendela kaca mobil. Ia menyeka sudut matanya dengan jemari tak kuasa menahan haru.Jordan mengatakan bahwa Anna telah dikubur dengan layak disuatu tempat. Jordan bahkan memperlihatkan beberapa foto Anna sebelum penutupan peti dan ya... selain wajah pucat karena kekurangan darah, Anna tetap cantik pada pandangan Alicia.Sesaat kemudian, tangis Alicia pecah ketika Jordan kembali melajukan mobil setelah lampu lalu lintas menjadi hijau. Ia melihat sebuah video yang memperlihatkan Anna tewas terkulai di ranjang dengan beberapa sayatan di pergelangan tangannya. Ia terhenyak oleh apa yang ia saksikan pada video yang baru saja diputar.CittttttSuara ban mobil berdecit seketika saat Jordan mendengar suara Nyonyanya yang sedang terisak. Jordan segera menghentikan laju mobil pada pinggir trotoar. "Maaf Nyonya, sehar
Grandma yang bersikeras meminta Alicia dan Jade pulang akhirnya tiba di Penthouse. Keduanya terlihat lelah dengan raut wajah yang tak dapat dibaca. Bersama keheningan malam mereka menapaki tangga menuju kamar... masing-masing."Jangan pernah melakukan hal kekanak-kanakkan seperti ini lagi! Tidak semua hal dapat kau ceritakan kepada orang tua tanpa mempertimbangkan akibatnya!" Ucap Jade menghentikan langkah Alicia.Alicia mendengus tawa dan berbalik menatap Jade. "Kekanak-kanakkan? Lalu bagaimana denganmu? Bukankah semua ini tidak terjadi jika kau tidak memelihara dendam gilamu itu? Kau pikir dengan mengurung Anna di rumah sakit jiwa dalam kamar gelap adalah perbuatan dewasa? Sepertinya kau sangat puas sekarang, karena dendammu sudah terbalaskan oleh kematiannya!"Rahang tegas itu mengetat dan lengan kekar itu tampak mengepal kuat dalam kegelapan. Jade mencekal kepergian Alicia dengan menarik tangannya."Ikut aku!" Alicia berjalan dan setengah berlari mengikuti langkah lebar Jade menu
Jade meremas kertas yang mendatangkan malapetaka untuknya dengan penuh amarah dan melemparkannya ke tong sampah. Ia berjalan menuju ruangan gym dan melayangkan tinjunya berulang kali pada punchbag, berniat mengalihkan pikiran kacaunya. Peluh yang membasahi sekujur tubuhnya tak cukup untuk menenangkannya. Berbagai olahraga berat satu persatu ia lakukan, tak kunjung meredakan pikiran yang begitu berkecamuk.Pukul dua dini hari, Alicia masih terjaga dalam kesedihan mendalam, menyendiri dalam keheningan di kamar. Bagaimana sekarang? Ia berpikir keras atas langkah yang harus ia ambil saat ini.Tidak! Mommy selalu berpesan padanya untuk tidak mengambil keputusan apapun disaat emosi menguasai diri, karena keputusan itu selalu cenderung salah! Dengan susah payah ia memaksakan diri untuk dapat terlelap.Malam yang berat baru saja berlalu, Alicia mengusap mata sembabnya. Akhirnya, kegelapan malam telah undur dari langit kota New York berganti sinar mentari cerah dan indah, tapi tidak dengan ha