Trisha merenggangkan ototnya yang terasa kaku setelah duduk semalaman untuk menggambar, sekarang sudah pukul setengah lima pagi. Dia ingin tidur, tapi tidak bisa karena takut kalau kesiangan. Apalagi kemarin Zhui sudah memberitahu kalau Sev sudah ke luar rumah sakit dan mulai syuting.
Trisha beranjak berdiri dari duduknya, lalu berjalan gontai menuju kamar mandi untuk membersihkan badan sekakigus menghilangkan rasa ngantuk.
Hanya membutuhkan waktu lima belas menit, dia keluar hanya menggunakan balutan handuk saja. Trisha menutup pintunya, lalu melangkahkan kakinya ke lemari pakaian. Tadi malam dia memang tidak menutup pintu karena merasa kepanasan, AC di kamarnya rusak dan belum diperbaiki.
Trisha memilih menggunakan baju casual berwarna pink soft, kemudian dia memakai make-up tipis agar tidak ada yang melihat wajah pucat dan mata pandanya. Selesai berdandan, dia kembali duduk di meja kerjanya untuk menyelesaikan komiknya yang hampir selesai. Awalnya dia mau mem
Trisha berjalan memasuki perusahaan, dia menyapa beberapa staff yang dia kenal dengan senyuman canggung. Meskipun sudah satu bulan bekerja menjadi asisten Sev, dia masih canggung menyapa mereka. Ya, meskipun mereka baik, tapi tetap saja canggung. Saat menoleh ke kanan, matanya membelalak lebar saat melihat mobil Sev memasuki perusahaan. Trisha langsung berjalan cepat menuju ruangan sang aktor tampan sebelum keduluan olehnya. Trisha menghela napas lega saat sudah berdiri di ruangan Sev, dia mengatur napasnya dan meniup tangan karena gelas kopi Sev yang sedikit panas. “Lo ngapain berdiri di sini?” tanya Sev yang baru saja datang. Trisha hanya tersenyum, lalu masuk ke dalam dan meletakkan gelas kopi itu di meja kerja Sev. Wanita gemuk itu menoleh pada Zhui yang diam saja, perasaannya mendadak tidak enak. Apa terjadi sesuatu dengan Zhui? “Zhui, lo—“ “Sev, duduk! Sha, lo tunggu di luar. Gue mau bicara empat mata sama Sev,” ucap Zhui dengan
“Halo, apa?”“Masih hidup, kan, lo? Gimana kondisi lo?”“Kurang ajar lo! Gue … baik-baik aja, tapi masih harus menginap tiga hari.”Trisha mengangkat satu alisnya. Menginap satu hari? Bukankah kondisinya sudah baik-baik saja? Wanita gemuk itu pun menggelengkan kepalanya cepat, untuk apa memikirkan dia yang selalu bersikap aneh. Tidak ada gunanya.“Lo enggak nanya alasan gue gitu?”“Nggak, lo memang aneh, buat apa nanya. Udah dulu.” Trisha langsung mematikan sambungan telepon itu karena tidak mau mengobrol dengannya lagi. Trisha pun berjalan keluar pantry menuju ruangan Sev.Yang pertama dia lakukan adalah menyiapkan pakaian untuk Sev, lalu memasukkan minuman dan roti ke dalam tas. Dia juga merapikan ruangan lelaki itu yang sedikit berantakan. Setelah selesai, dia tersenyum melihat pekerjaannya yang selalu memuaskan.Trisha pun menulis pesan di kertas tempel, l
Trisha berjalan memasuki area universitas, dia melihat setiap kelasnya untuk mencari kelas yang lebih banyak mahasiswanya agar dosen yang mengajar tidak menyadari kehadiran wanita gemuk itu. Dia juga mencari dosen yang terlihat tidak galak.Trisha pun berhasil menemukan satu kelas yang banyak murid, dia juga melihat dosen yang menjelaskan dengan kesabaran dan suara yang lembut. Wanita gemuk itu masuk ke kelas melalui pintu belakang dan sedikit membungkukkan tubuhnya agar tidak dilihat oleh dosen. Trisha memilih tempat duduk paling belakang, dia tersenyum canggung pada orang yang duduk di sampingnya.Wanita itu mengganti ponsel ke nada diam karena untuk mengantisipasi jika ada telepon atau pesan masuk. Dia merekam suara penjelasan dosen wanita paruh baya itu dan berpura-pura menulis materi. Namun, baru beberapa menit dia menulis rasa kantuknya pun muncul, membuat Trisha menguap sesekali.Trisha menelungkupkan tubuhnya di meja dan menutupi wajah dengan buku tulisn
Trisha menguap dengan lebar dan beranjak dari duduknya, dia merenggangkan ototnya yang terasa sangat pegal setelah duduk semalaman di depan komputer. Bahkan, pakaiannya yang basah kuyup sudah kembali kering. Hanya demi menyelesaikan lima chapter, wanita gemuk itu tidak makan sama sekali. Dia hanya minum kopi agar tidak mengantuk.Trisha membuka jendelanya membiarkan sinar matahari masuk dengan bebas. Dia menarik napas panjang, lalu mengembuskan dengan perlahan. Setelah itu dia kembali duduk ke meja kerjanya untuk melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai.Dia sudah menyelesaikan dua chapter, masih kurang tiga chapter lagi. Trisha kembali beranjak dari duduknya untuk mengambil minum karena haus. Saat berjalan, kepalanya mendadak sakit, pandangannya matanya sedikit buram. Dia langsung memegang tembok agar tidak jatuh.Trisha berjalan perlahan dengan meraba tembok menuju dapur. Badannya mendadak terasa tak enak, dia berdoa dalam hati agar tidak sakit di saat sepe
Trisha duduk di meja kerjanya dengan perlahan, Lio memastikan kalau wanita gemuk itu sudah duduk dengan nyaman. Setelah itu dia kembali berjalan cepat menuju kamar untuk mengambil selimut, dan memakaikan selimut itu di bahu Trisha untuk memberikan sedikit kehangatan.Wanita gemuk itu menoleh pada Lio dengan senyuman tulus sekaligus sangat beruntung bisa tinggal bersama lelaki yang berdiri di sampingnya itu. Dulu dia menganggap Lio sangat mirip dengan Sev, sekarang dia bisa melihat sisi baik yang tidak dipunyai oleh aktor tampan itu.Lio memang kasar, suka bicara tanpa memikirkan perasaan orang lain. Akan tetapi, pertolongannya ini sangat terasa tulus tanpa beban. Trisha juga bisa melihat wajah lelaki itu yang tampan sekaligus imut.“Kenapa lihat gue gitu? Ganteng, kan?” tanya Lio dengan tersenyum bangga dan membuat Trisha sadar dari lamunannya.“Gue nggak punya banyak duit, kalau minta imbalan karena udah bantu gue--"“Ck! T
Trisha berjalan cepat keluar rumah dan masuk ke dalam taksi yang sudah dia pesan, Zhui bilang dua puluh menit lagi sutradara akan datang untuk menanyakan surat perjanjian itu, jadi wanita gemuk itu tidak mempunyai banyak waktu. Trisha terus memijat pelipis karena rasanya semakin pusing.Ia pun menyuruh sopir itu untuk melaju lebih cepat, untung saja jalanan tidak terlalu padat, jadi taksi ini mudah mencari sela. Trisha juga sedikit cemas kalau sutradara lebih dulu datang. Sev pasti akan semakin marah kepadanya.Trisha sedari tadi melihat jam yang ada di ponselnya, ia juga memantau melalui map untuk memastikan kalau jalur yang diambil oleh sopir itu adalah yang tercepat. Lima belas menit kemudian, taksi itu terhenti di depan lokasi syuting. Zhui mengatakan kalau Sev sudah menunggunya di luar, tapi di luar tidak ada siapapun.“Mbak, mau turun atau tidak, ya?” tanya sopir itu yang membuat Trisha tersenyum canggung.Trisha pun member
Selama perjalanan, tidak ada pembicaraan apapun. Sev fokus menyetir, dan Trisha bingung karena harus memulai pembicaraan apa. Dia terus menatap keluar jendela untuk mengatur detak jantungnya yang mendadak berdegup kencang. Dia ingat betul kalau suster hanya mengatakan kalau penyakit lamanya kambuh, tidak ada penyakit tambahan seperti jantung.Tapi kenapa kini jantungnya berdetak lebih cepat?Trisha menggigit bibir bawahnya, dia tidak biasa keheningan seperti ini. Wanita gemuk itu sendiri juga bingung harus bicara apa. Tidak mungkinkan kalau dia memohon pada Sev untuk menerimanya lagi sebagai asisten? Sama aja itu merendahkan diri sendiri, bukan?Wanita gemuk itu menghela napas panjang dan menoleh pada Sev. Saat menoleh, lelaki itu juga melihatnya sekilas.“Mau ngomong apa?” tanya Sev yang membuat Trisha sedikit terkejut dan bersusah payah menelan salivanya. Dia benar-benar tidak ada yang dibicarakan dengannya.“Nggak ada. Kenapa?&
“Tumben mau traktir gue, udah kaya lo?” tanya Vanda seraya duduk di hadapan Trisha yang tengah menikmati matcha latte kesukaannya. Wanita gemuk itu hanya memutar bola matanya malas tanpa mengucap sepatah kata pun.“Gue boleh pesan apa aja, nih?” tanyanya lagi untuk memastikan kalau Trisha tidak berbohong kepadanya. Dia ingat betul kejadian dua tahun lalu, ketika wanita gemuk itu berbohong. Pada akhirnya Vanda yang bayar, bukan Trisha.Wanita gemuk itu pun menganggukkan kepalanya. “Pesan aja, asal di bawah dua puluh lima ribu, oke?” ujar Trisha dengan menyengir.Vanda sekilas tersenyum, lalu mengambil buku menu untuk memesan. Sudah biasa baginya menghadapi Trisha yang seperti itu, karena ia tahu kalau sahabat dekatnya tidak mempunyai banyak uang dan selalu membatasi pengeluaran.“Gue heran sama lo, Sha. Lo dapat gaji dua kali lipat, kenapa masih berhemat?” tanya Vanda yang membuat Trisha langsung mel