Share

HMT 3 - PERTEMUAN PERTAMA

Chris Rowell benar-benar menagih janjinya. Pria itu sengaja datang ke kedai serta menjemput Anna tepat setelah pertukaran jam kerja berakhir. Samantha bertanya dengan dagunya. Wanita ini tampaknya tidak bisa melihat pria tampan menganggur barang sedetik pun.

“Kau berkencan dengannya?” celetuk Samantha di tengah-tengah melepas apron. Kebetulan dua hari berturut-turut Anna kembali dipasangkan dengan Samantha. Untuk itulah keduanya jadi lebih sering berinteraksi.

“He is too hot, Anna. Kau terlalu bodoh mengabaikan pria setampan itu terus menunggu tanpa kepastian,” lanjutnya kemudian.

“Jangan gila, Sam. Chris sudah kuanggap seperti keluarga sendiri.”

“Ah, jadi namanya Chris. Nama yang cocok dengan orangnya.” Tatapan Samantha mendadak berubah. Satu alisnya tiba-tiba terangkat. “Aku pikir hanya kau saja yang beranggapan seperti itu, Anna. Jelas sekali kalau pria itu melihatmu sebagai wanita.”

Giliran Anna yang mengangkat satu alisnya. “Bicaramu selalu tidak masuk akal, Sam.”

Anna meninggalkan Samantha yang masih terkekeh di ruang ganti. Terkadang pikiran wanita itu sering kali meracau tidak jelas seperti halnya sekarang. Anna hanya perlu tidak mengambil pusing daripada ikut stres memikirkan sesuatu yang mustahil.

Anna menghampiri Chris Rowell di sudut meja di mana pria itu sedang menunggunya. Senyum pria itu kemudian menyapa, membuat beberapa pelanggan wanita menoleh ke arah mereka berdua dengan tatapan memuja. Tentu saja bukan sesuatu yang aneh lagi untuk Anna.

“Setelah ini kau bebas, kan?” tembak Chris Rowell to the point. “Hari ini kau sudah berjanji jika aku bebas menggunakan waktumu, ingat?”

Anna memutar bola matanya jengah lalu berjalan di depan ketika Chris Rowell membukakan pintu kedai untuknya. Mereka lalu berjalan berdampingan melewati kawasan perkantoran elit yang tidak pernah sepi dengan pejalan kaki. Ditambah lagi ini memasuki akhir pekan, maka semakin ramailah kawasan itu.

“Apa kau selalu berada di tengah-tengah lautan orang seperti ini, Anna?” Chris Rowell tiba-tiba memecah keheningan saat keduanya berhasil turun dari desakan dari dalam bus.

“Pantas saja bibi Pamela mengkhawatirkanmu. Kau tidak akan pernah tahu kriminal macam apa yang akan terjadi di dalam sana,” lanjutnya lagi.

“Mereka akan sia-sia merampokku, Chris. Aku ini wanita miskin. Apa yang bisa perampok itu dapatkan dariku?” Anna tertawa menimpali.

“Pelecehan seksual misalnya.” Perkataan Chris Rowell membuat Anna berhenti sejenak. Pria itu membuatnya berpikir tentang hal yang sama sekali tidak pernah ada dalam pikirannya.

“Kau beruntung karena tidak mengalaminya. Mulai sekarang kau harus lebih berhati-hati, dan hentikan melihatku seperti itu, Anna!”

Bug!

Anna memukul pundak Chris Rowell atas perkataannya barusan kemudian bergegas menaiki tangga menuju nomor apartemen. Pintu apartemen terbuka ketika bel berbunyi tiga kali. Ada Pamela yang menyambut mereka berdua di sana.

“Hai, Bibi Pamela,” sapa Chris Rowell dari batas pintu.

“Hai juga, Tampan. Jadi, sudah kalian putuskan akan pergi kencan ke mana?”

“What?! Kencan?! Siapa dengan siapa yang kau maksud, Mom.” Anna tiba-tiba menyela.

Pamela mengangkat bahunya kemudian menghilang tanpa penjelasan dan meninggalkan dua manusia berbeda jenis kelamin yang saling berpandangan. Chris Rowell berdehem mengambil kotak yang tergeletak di atas sofa yang tampaknya telah dipersiapkan beberapa saat sebelum pria itu menjemputnya.

“Apa ini?” tanya Anna ketika menerimanya. “Dua hari ini kau penuh dengan kejutan, Chris.”

“Malam ini kau akan jadi partnerku, Anna,” kata Chris Rowell dengan sebelah tangan menahan batas pintu.

Anna mengerjap mata berulang kali. “Malam ini?”

Chris Rowell mengangguk. “Gaunnya sudah kusiapkan. Aku yakin kau akan terlihat sangat cantik.”

Alis sebelah Anna terangkat. “Apakah aku masih punya pilihan untuk menolak ajakan ini?”

Chris Rowell menggeleng dengan sudut bibir sedikit ke atas. “Tentu saja tidak.”

***

Gaun merah pilihan Chris Rowell melekat pas di tubuh ramping Anna malam ini. Gaun sebatas lutut dan sedikit memperlihatkan pundaknya yang telanjang meninggalkan kesan menawan ketika Anna mematut dirinya sendiri di depan kaca. Anna tersenyum puas dengan sapuan riasan diwajah yang sudah terlahir cantik itu.

“Ah, jadi juga ternyata.” Pamela muncul tiba-tiba di ujung pintu saat melihat putri kecilnya itu tengah mematut diri di depan kaca, memastikan semua yang dikenakan sempurna.

“Melihat wanita secantik ini, aku tidak yakin Chris akan membawamu pulang setelah pesta berakhir.”

Dahi Anna berkerut kemudian berbalik, menatap ke arah ibunya. “Aku hanya menemani Chris, Mom. Jangan berpikiran yang tidak-tidak.”

“Well, kalian adalah dua orang dewasa yang sudah mengerti hal semacam itu tanpa harus kujelaskan. Selagi kalian bermain aman aku tidak akan mempermasalahkannya,” sahut Pamela dengan santainya.

Tawa Pamela lolos setelah melihat ekspresi terkejut putri kecilnya itu. Pamela tahu bahwa Anna bukanlah wanita kurang pergaulan sehingga tidak mengerti maksud dari ucapannya.

“Aku hanya bercanda, Sayang.”

Pamela mengusap perlahan kedua pipi Anna kemudian mengecupnya lembut. “Bersenang-senanglah, Sayang selagi kau bisa.”

Anna mengangguk kemudian memeluk ibunya. Tak perlu menunggu waktu lama, Chris Rowell telah datang menjemput Anna di batas pintu dengan tuxedo hitam yang sangat serasi dengan gaun merah pilihannya.

Sydney Opera House adalah salah satu tempat paling bergengsi di Australia di mana terdapat 1.600 pertunjukan yang pernah diselenggarakan di sana setiap tahun termasuk opera, musik, balet, dan masih banyak pertunjukan seni-seni lainnya. Dan yang menjadi venue terbesarnya adalah pertunjukan paduan suara dengan kapasitas lebih dari 2.000 kursi memenuhi Concert Hall.

Sudah sejak lama Anna ingin mengunjungi gedung yang menjadi landmark negara tempat tinggalnya itu. Dan siapa yang menyangka kalau keinginannya itu justru terwujud diusianya yang sudah dibilang dewasa—tiga puluh satu tahun.

Meskipun nyanyian opera yang diperdengarkan di telinga sungguh membosankan, tapi Anna sangatlah berterima kasih pada Chris Rowell yang telah mengajaknya kemari.

“Thank you,” bisik Anna lirih di telinga Chris Rowell—membuat pria itu tersenyum dan mengangguk pelan.

Pesta yang dimaksudkan Chris Rowell adalah jamuan makan malam bersama salah satu professor di tempat pria itu bekerja. Chris Rowell adalah seorang dosen muda di salah satu universitas ternama di New South Wales. Muda, pintar, tampan, dan juga baik hati. Begitulah sosok seorang Chris Rowell dimata Anna. Sosok pria nyaris sempurna yang menghargai wanita melebihi apa pun di dunia ini.

Anna mengeringkan tangannya dengan saputangan saat dia baru saja keluar dari toilet. Celingukan ke sana kemari mencari sosok Chris Rowell yang ternyata tidak berada di tempat yang sama saat Anna terakhir kali melihatnya. Benda pipih sudah menempel di telinga, berharap pria itu menjawab panggilan darinya.

Anna memaki dirinya. Seharusnya, Anna bisa memberitahu Chris Rowell dulu ketika hendak ke toilet. Bukan malah pergi menghilang kemudian tersesat di tengah lautan manusia yang sama sekali tidak dikenalinya.

Tiba-tiba saja punggung Anna menabrak punggung seseorang tepat di belakangnya. Anna pun menoleh. Pria dengan penampilan luar biasa berdiri tepat di depan Anna dan membuat waktu disekeliling mereka mendadak terhenti. Menciptakan suatu dimensi baru yang hanya berisi mereka berdua saja di sana.

Anna pun mengerjap. Perasaan apa ini? Kenapa seolah-olah dia merasa begitu mengenali pria asing dihadapannya?

“Ah, maafkan saya, Tuan,” tukas Anna mencairkan atmosfer tidak mengenakkan disekeliling mereka. “Saya benar-benar tidak sengaja.”

“No problem,” jawab pria itu sambil membersihkan tumpahan minuman yang mengenai long coat yang dia kenakan. Pria itu berdehem dan beralih menatap Anna dengan saksama.

“Saya tidak pernah melihat Anda sebelumnya di sini. Siapa partner Anda?”

“Eh, oh, itu. Saya partner dari tuan Rowell. Chris Rowell,” jawab Anna terbata. Anna bahkan tidak pernah mengira akan bertemu dengan Andrew Lewis, billioner muda dan tampan di sini.

“Dan Anda kehilangan jejaknya?” Anna tidak menjawab namun pria itu justru mengerti arti dari keterdiamannya. “Saya tidak kaget. Sifat berpetualang pria memang sangat merepotkan. Mereka terkadang lupa jika mereka datang membawa pasangan.”

“Anda salah. Saya yang pergi dengan seenaknya.”

Andrew Lewis tertawa. Ya, pria itu tertawa. Dan itu langsung menghilangkan kesan sombong yang sempat melekat di otak Anna beberapa saat lalu. Kemudian mereka terlibat percakapan seru, tanpa mempedulikan jika mereka adalah dua orang tidak saling mengenal yang baru saja bertemu dalam hitungan menit. Anna lupa waktu begitu pula dengan Andrew Lewis. Hingga akhirnya seorang pria mendatangi mereka berdua dan menyela obrolan.

“Sudah waktunya, Tuan.”

Andew Lewis mengangguk kemudian beralih pandang pada Anna. “Sangat disayangkan sekali kalau pembicaraan ini harus berakhir. Senang bisa berbincang dengan Anda, Nona—"

“Anna.” Anna menjawab.

“Semoga kita bisa bertemu kembali, Nona Anna.”

Andrew Lewis pun pergi. Meninggalkan Anna yang terlihat berat hati merelakan percakapan mereka berakhir begitu saja.

“Anna, kau dari mana saja? Aku mencarimu ke mana-mana.”

Sosok Chris Rowell tiba-tiba saja muncul di depan Anna. “Hei, kau kenapa?” tanya pria itu lagi saat melihat Anna tertegun tanpa sebab.

“Tidak. Aku tidak apa-apa,” sahut Anna segera. “Bisa kita pulang sekarang, Chris?”

Chris Rowell menatap Anna. “Anna, are you ok?”

Anna tidak menjawab. Dia hanya ingin pulang ke apartemennya sekarang juga. Dia hanya mau menormalkan otak serta mendinginkan jantungnya saja.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status