Beranda / Romansa / Hostage Rasa Honeymoon / Bab 2 : Ahli Dalam Melarikan Diri

Share

Bab 2 : Ahli Dalam Melarikan Diri

Penulis: vebigusriyeni
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-15 06:39:58

“Aku suka dengan pekerjaanmu, selama empat tahun kau menjadi orang kepercayaanku, aku lihat kau tidak pernah mau dekat dengan wanita? Kau masih normal kan?” Luca hanya tersenyum tipis lalu meneguk minumannya.

“Aku normal,” jawabnya singkat.

“Oke, apa aku harus mencarikan gadis untukmu?” Luca kembali mengingat pertemuannya dengan Brielle seminggu yang lalu dan menggeleng mantap.

“Aku tidak mau, lebih baik kau cari saja untuk dirimu sendiri, kau juga belum memiliki kekasih kan.” Nico menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi lalu melipat kaki kirinya ke atas kaki kanan dengan gagah.

Tangan kanannya mengusap bibir gelas dan tangan kirinya mengetuk pelan meja.

“Aku sudah memiliki gadis incaran, dari dia berusia 15 tahun, dan aku masih menginginkan dia.”

“Oh ya, sekarang berapa usianya?”

“Sudah dewasa, mungkin sekitar 20 tahun.” Luca mengangguk dan tertawa.

“Haha, kenapa kau tidak mendekati dia?”

“Dia masih dalam masa pendidikan, aku belum ingin mendekati dia dan saat waktunya pas nanti, aku akan melamar dia.”

“Yah, itu lebih baik.”

“Kau sendiri, apa punya crush?”

“Tidak.”

“Seriously?”

Mengangguk. “Ya.”

“Apa yang membuatmu tidak berpikir ke arah sana?”

“Aku masih ingin fokus pada diriku sendiri.”

“Kau sudah cukup mapan, apalagi yang kau tunggu.”

“Aku menunggu seorang gadis yang bisa membuat aku keluar dari zona nyamanku sendiri dan gadis yang bisa membuat aku tertawa lepas tanpa beban.” Nico terkekeh, dia sangat tahu bagaimana karakter Luca, pria itu sangat dingin dan kaku.

Luca bahkan tidak pernah tersenyum pada wanita manapun, dia lebih baik menghindar daripada berurusan dengan wanita.

Luca adalah anak seorang pengusaha sukses, dia dijodohkan dengan seorang gadis oleh ayahnya dan tidak suka akan hal itu. Karena sikap ayahnya yang keras dan pemaksa, Luca memilih kabur ke Chicago lalu bertemu dengan Nico dalam sebuah misi.

Ketangguhan dan kecerdasan Luca membuat Nico tertarik, dalam dunia gelap, Nico membutuhkan seseorang seperti Luca.

Luca yang pada dasarnya suka berkelahi dan kekerasan, langsung menerima tawaran Nico untuk menjadi anak buahnya.

“Apa gadis yang dijodohkan oleh ayahmu tidak bisa begitu?” Luca menaikkan bahunya.

“Tidak tahu, tapi saat mendengar namanya, aku tidak tertarik sama sekali.”

“Oh ya, kau mengenalnya?”

“Pernah satu kali bertemu, di acara keluarga dan aku sama sekali tidak tertarik.” Nico tertawa lepas.

“Sudahlah, lebih baik bicarakan bisnis dengan daripada bicara ini,” balas Luca.

“Oke oke.”

***

Nico duduk termenung di ruang kerjanya, dia memegang sebuah foto seorang gadis yang sudah mencuri hatinya dari lama, dia sangat menginginkan gadis itu.

“Tamu kita sudah datang bos, anda bisa berangkat sekarang ke sana,” lapor anak buah Nico.

“Baiklah.”

Nico berjalan keluar ruangan, menaiki mobil hitam mewah miliknya yang di kendarai oleh Luca.

“Kenapa kau yang jadi sopirnya?” tanya Nico kaget.

“Aku bosan di markas, biarkan aku ikut denganmu, aku hanya butuh udara segar.”

“Oke, kau juga boleh ikut denganku nanti.”

“Tidak, ini acara lamaranmu dengan gadis itu, keluargamu pasti lebih ingin kau masuk sendiri.”

“Oke.” Nico tidak mau memaksa karena ia tahu bahwa Luca tidak pernah suka dipaksa.

Mereka langsung menuju ke restaurant elit kelas atas karena pertemuan itu dihadiri oleh dua keluarga besar. Sesampainya di sana, Nico masuk dengan langkah tegap dan penuh wibawa sedangkan Luca memilih untuk menyendiri di sebuah taman dengan sebatang rokok di sela jarinya.

“Waaahhh kita bertemu lagiiii, kau memang ditakdirkan untuk bertemu denganku yaaa,” sapa Brielle yang langsung duduk di samping Luca, pria itu sampai tersedak minuman mendengar suara nyaring dari Brielle.

“Kau lagi, apa dunia begitu sempit sampai aku harus bertemu denganmu di Chicago hah?” bentak Luca.

“Santai saja, kenapa harus marah-marah, aku ini sedang kabur dari ayahku,” bisik Brielle lagi pada Luca.

“Kenapa? Kau disuruh belajar lagi?”

“Iya.”

“Apa ayahmu itu seorang pengajar? Sampai menyuruhmu belajar terus?”

“Ya begitulah.” Luca memutar malas bola matanya lalu menghisap rokok, namun belum sepenuhnya selesai, Brielle mengambil rokok tersebut dan membuangnya.

“Apa yang kau lakukan?” bentak Luca yang ditanggapi santai oleh Brielle.

“Aku sedikit tidak suka dengan asap rokok, jadi kau harus terbiasa jika bersama denganku untuk tidak merokok.”

“Terbiasa? Kau pikir aku mau bertemu gadis menyebalkan seperti dirimu?”

“Buktinya, kau tidak pergi sejak aku datang.” Luca langsung berdiri dan pergi dari sana, Brielle tersenyum geli melihat hal itu.

“Kau pemarah ya, kurang-kurangi sikap itu, nanti kau sulit dapat jodoh,” sorak Brielle yang dibalas jari tengah oleh Luca.

“Sialan, niatku ke sini untuk menenangkan pikiran, malah bertemu gadis tengil yang membuat suasana hatiku semakin buruk,” rutuk Luca lalu membuang kaleng minumannya ke tong sampah.

Dia menunggu Nico di dalam mobil, pertemuan itu cukup singkat karena kurang dari dua jam. Nico keluar dari restaurant mahal itu dan memasuki mobilnya, wajah Nico ditekuk, ia terlihat sangat marah.

“Kau kenapa? Apa lamaranmu ditolak?” tanya Luca sambil tersenyum miring.

“Ya, dia menolakku dan pergi begitu saja meninggalkan pertemuan kami.”

“Kenapa kau masih ingin dia? Banyak gadis lain yang mau denganmu.”

“Entahlah. Cintaku sudah habis padanya.”

Keesokan hari, Nico menyeret Brielle ke dalam kamarnya dengan kasar. Tubuh mungil Brielle dibanting ke atas kasur lalu dia tindih gadis itu sambil mencengkeram rahangnya.

“Berani sekali kau mempermalukan aku di depan keluargaku hah? Dengar ya, aku akan tetap menikahimu apapun yang terjadi, saat kau lulus kuliah nanti, aku akan mengambilmu secara paksa.” Brielle bisa melihat sorot tajam dari mata Nico.

“Oh ya, kau pikir semudah itu memiliki aku? Jangan mimpi,” balas Brielle tanpa rasa takut sama sekali.

Nico dengan kuat menampar pipi Brielle berkali-kali hingga hidung dan sudut bibirnya berdarah.

“Keluargamu itu membutuhkan aku, secara tidak langsung, kau sudah dijual padaku, mengerti.” Brielle tak melawan lagi.

“Ya aku tahu itu,” jawab Brielle tanpa menatap wajah Nico.

Mereka memang sudah saling mengenal lama, sikap keras dan kasar Nico membuat Brielle sangat takut, itulah kenapa dia tidak ingin dijodohkan dengan Nico.

“Selama kau di Chicago, kau akan tinggal di sini, di mansion-ku dan kedua orang tuamu sudah tahu itu.” Brielle tak membantah lagi, dia hanya diam tak bergeming.

Nico bangkit dari atas tubuh Brielle lalu keluar dari kamar, gadis itu duduk dan menghapus darah yang mengalir dari hidung dan bibirnya. Ia melihat sekitaran, yang memungkinkan untuk kabur.

“Kau pikir bisa mengurung aku begini? Belum tahu saja dia kalau aku ahli dalam melarikan diri,” gumam Brielle lalu berjalan ke arah balkon, dia melihat jalan keluar yang sangat pas.

“Menikah saja kau dengan orang tuaku, cih, pria gila,” celetuk Brielle lalu kabur melalui balkon kamar dengan menggunakan keahliannya dalam memanjat, gaun yang dia pakai tidak menghalangi dia sama sekali.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 8 : Senyum Semanis Cokelat

    Dua hari setelahnya, motor yang Luca inginkan datang dan mereka siap untuk berangkat hari ini. Memulai perjalanan dari Amsterdam menuju Chicago dengan sepeda motor kesayangan Luca Vaughan. Brielle tampil dengan pakaian terbaiknya, dibalut dengan jaket kulit yang membuat penampilannya sangat sempurna, begitu pula dengan Luca yang terlihat begitu tampan. Brielle terkagum ketika melihat motor milik Luca. “Ini motormu atau motor Nico?” tanya Brielle dengan riang. “Motorku, duduk baik-baik dan jangan sampai motor ini lecet olehmu. Mengerti.” Brielle memberikan hormat pada Luca. “Siap komandan.” Motor itu berdiri angkuh. Ducati Diavel V4, hitam pekat seperti malam yang menyimpan rahasia. Bukan motor biasa. Bentuknya gabungan antara keindahan pahatan dan kekejaman mesin. Rangka aluminiumnya ramping namun kokoh, dengan lekukan aerodinamis yang mengalir mulus dari tangki ke ekor. Knalpot ganda di sisi kanan memancarkan aura predator yang siap menyergap kapan saja. Mesinnya—V4

  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 7 : Hidangan Malam

    Kaki itu terus mengayuh sepeda, melewati jalan yang tadi mereka tempuh untuk kembali ke hotel. Luca memberikan kembali sepeda yang mereka sewa lalu berjalan menuju hotel. “Aku bahagia sekali, akhirnya bisa jalan-jalan menikmati hidup sendiri,” ujar Brielle dengan tawa lepasnya. “Baguslah.” Brielle membawa pandangannya pada Luca. Pria dingin, kaku, pemarah dan misterius. “Kau ini sebenarnya punya gairah hidup atau tidak? Kau seperti orang yang tidak memiliki ekspresi lain, kau terlalu kaku, Luca.” Brielle mengungkapkannya dengan lantang. “Lalu aku ini harus apa? Teriak-teriak tidak jelas? Tertawa terbahak-bahak, atau menangis sejadi-jadinya?” balas Luca ketika mendapat pertanyaan dari Brielle tadi. “Ya bukan begitu juga. Maksudku, kau ceria sedikit lah, jangan terlalu kaku.” “Aku ceria.” “Jadi begini tampang ceria versi dirimu?” “Yap. Kenapa?” “Tidak. Aku akan ubah tampang ini dengan versiku sendiri.” “Oh ya, apa kau bisa?” “Of course, kita lihat saja nanti.”

  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 6 : Anne Frank House

    “Terbayang ya,” gumam Brielle pelan, “dulu Anne Frank cuma bisa mengintip dunia dari jendela kecil. Sekarang kita ada di sini, bebas melihat semuanya.” Sekarang mereka masih berada di luaran saja, belum masuk ke dalam. “Kita kadang lupa ya, seberapa mewahnya kebebasan,” lanjutnya pelan. Mereka tepat di depan Anne Frank House. Gedung tua itu tampak sederhana, tapi memancarkan rasa sunyi yang khidmat. “Aku baca bukunya pas umur lima belas tahun,” kata Brielle lagi, suaranya nyaris berbisik. “Aku pikir aku mengerti tapi ternyata tidak. Baru sekarang aku merasakan bagaimana rasanya kehilangan, terkurung tapi juga punya harapan.” Luca memegang erat tangan Brielle lalu menepuknya pelan. “Kita tidak kehilangan harapan kan sekarang?” tanyanya menatap ke dalam mata Brielle. “Harapan apa?” “Harapan kalau aku harus menyelesaikan tugasku ini dengan baik,” balas Luca yang membuat tawa riang di wajah Brielle. “Kau tenang saja, aku sudah janji untuk tidak akan kabur.” “Ok

  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 5 : Mulai Dari Negara Sendiri

    Luca duduk di kamar sambil memainkan ponsel ditemani secangkir kopi panas, asapnya masih mengepul dan aromanya begitu kuat hingga Brielle terbangun. Mereka tidak tidur satu kasur, Luca membebaskan gadis itu dengan dirinya sendiri, dari semalam Brielle terus dihubungi oleh ayah dan ibunya namun Nico sudah memberitahu kalau gadis itu dia yang culik dan suruh Luca untuk membawa. Luca meminta anak buahnya untuk mengirimkan motornya ke Belanda, ia hanya mau memakai motornya sendiri jika akan melakukan perjalanan jauh begini—BMW R Nine T Motorcycle. Dia juga menyiapkan beberapa berkas yang akan dia dan Brielle perlukan jika memasuki berbagai negara yang akan mereka lalui nantinya. “Aroma kopimu mengganggu tidurku, minta ya,” ujar Brielle lalu menyeruput kopi panas milik Luca. Brrusshh! Luca langsung berdiri ketika Brielle menyemburkan kopi itu ke tubuhnya. “Kau gila ya, jelas kopi itu masih panas,” bentak Luca sambil mengusap tubuhnya. “Ya mana aku tahu, lidahku terba

  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 4 : Permintaan Gila

    Selama empat jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di apotik pusat kota yaitu Apotheek Van De Lan yang terletak dekat dengan tempat wisata. Luca keluar dari mobilnya sambil membawa resep obat milik Brielle, dia sama sekali tidak mengerti dengan obat apa yang dikonsumsi oleh Brielle saat ini. "Obat ini jangan dikonsumsi terus ya, minum saja ketika sakit dan lebih baik diperiksa lagi ke dokter. Karena obat ini bukan untuk menyembuhkan penyakit yang diderita oleh pasien, melainkan hanya untuk menghilangkan rasa sakit saja." Luca mengangguk lalu membayar dan mengambil obat tersebut. Dia kembali ke mobil dan memberikan obat itu pada Brielle. "Dia bilang, obat ini tidak untuk dikonsumsi terus menerus, minum setiap kali merasa sakit saja," terang Luca. "Iya, aku tahu." Brielle meminum obat itu lalu memejamkan matanya, sisa air mata itu kembali meluncur dan cepat dia hapus. "Kita cari tempat makan dulu, aku lapar." Brielle menatap Luca lalu tersenyum. "Oke, aku tahu tempa

  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 3 : Penculikan Termudah

    Brielle berhasil turun dari kamarnya, dia berpikir sejenak bagaimana cara kabur dari penjaga di mansion itu. Brielle bersembunyi di balik tiang dan tersenyum karena menemukan sebuah ide cemerlang. Brielle berlari ke arah halaman depan dan berteriak histeris. “Tolong, Nico diserang musuhnya di dalam kamar, mereka sangat ramai dan masuk melalui rooftop, cepat kalian semua tolong dia.” Para penjaga langsung bergegas dengan senjata masing-masing ke lantai atas untuk menyelamatkan Nico, dengan cepat Brielle kabur dari sana. Dia berjalan pelan, ketika sampai di sebuah taman yang cukup jauh dari mansion Nico, kakinya terasa sakit karena berlari tadi. “Perutku lapar, haus juga dan aku tidak bawa uang.” Brielle menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan lalu mengusap kasar wajah itu. Pandangannya tertuju pada Luca yang duduk tak jauh dari tempatnya sekarang. “Dia lagi, apa dia itu sosok seorang dewa yang dikirim untuk menyelamatkan aku?” Brielle dengan langkah ceria men

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status