Hostage Rasa Honeymoon

Hostage Rasa Honeymoon

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-30
Oleh:  vebigusriyeniOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
8Bab
76Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Luca Vaughan, anak buah kepercayaan Nico Grimald yang sangat tangguh dan cerdas. Kali ini Luca ditugaskan untuk menculik seorang gadis yang sudah lama dicintai oleh Nico. "Dia baru saja lulus kuliah, aku ingin kau menculik dan membawanya ke sini, apapun resikonya, kau harus membawa dia," titah Nico penuh penekanan. "Oke, berikan alamat dan fotonya." Luca berhasil menemukan gadis itu, dia menyusup ke kamar sang gadis lalu menodongkan pistol. "Ikut denganku secara suka rela atau kau akan aku bawa paksa," ancam Luca, reaksi si gadis menunjukkan keterkejutan. "Kau mau menculikku?" "Iya." Brielle justru kegirangan lalu mengambil kopernya. "Heh kau mau apa?" tanya Luca bingung. "Aku bosan di rumah, aku sangat ingin pergi dari sini, tunggu sebentar ya, aku akan siap-siap dulu, kau tidak perlu menodong senjata begitu karena aku akan ikut denganmu secara suka relaaaaa." Luca menjatuhkan rahang tegasnya melihat reaksi Brielle yang begitu riang ingin dibawa. "Aku pikir akan rumit, wah, ini penculikan pertama yang membuat pekerjaanku mudah," gumam Luca sembari menatap Brielle.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1 : Gadis Menyebalkan

Tetesan darah yang mengalir di tubuhnya terus menetes ke tanah, pria 28 tahun itu terus berjalan tertatih mencari tempat yang aman untuk dia bersembunyi dari kejaran rombongan di belakangnya.

Karena luka di bagian perut dan kepalanya cukup parah, pandangannya jadi sedikit buram hingga tubuhnya terjatuh ke tanah.

Matanya masih bisa melihat area sekitar, pepohonan yang tinggi, udara yang dingin serta kicauan burung yang terus memekakkan telinga. Pria itu perlahan memejamkan matanya, tanah di dekat hidungnya terus beterbangan sesuai dengan deru napas si pria.

“Sudahlah, jika memang ini akhir, aku terima.”

Cukup lama dia tertidur, pria itu bangun di sebuah kamar yang begitu mewah dan sangat rapi, jelas pemilik kamar itu orang yang sangat kaya raya.

“Kau sudah bangun? Ada baiknya kau istirahat dulu,” sapa seorang gadis yang kini duduk di tepi ranjang.

“Di mana ini?”

“Rumahku, tadi aku sedang berburu dengan ayahku dan melihat kau terkapar di tengah hutan, kau masih hidup dan aku bawa ke sini,” jelas gadis itu.

“Terima kasih.”

“Siapa namamu?”

“Luca, Luca Vaughan.”

“Aku Alexa Thorry, hm jika kau butuh sesuatu, panggil saja aku dan lukamu sudah diobati oleh ayahku.”

“Ayahmu dokter?” Alexa mengangguk.

“Oke, aku harus pergi.”

“Kau belum sembuh.”

“Aku sudah lebih baik.”

Luca berjalan keluar kamar diikuti oleh Alexa, di ruang tamu, dia bertemu dengan ayah Alexa dan mengucapkan terima kasih.

“Aku bisa meminta sopir mengantarkanmu, kau ingin ke mana?” tanya ayah Alexa.

“Aku akan ke Chicago,” jawabnya singkat dan dingin.

“Apa yang kau lakukan di Belanda? Kau seperti habis dianiaya seseorang.”

“Aku sedang menjalankan tugas dari tuanku, kalau begitu aku permisi dan tidak perlu diantar.” Luca meninggalkan rumah Alexa dan menaiki taksi, dia akan menuju ke bandara karena tugasnya sudah selesai.

Rumah Alexa cukup jauh dari perkotaan, Luca memegangi kepalanya yang masih terasa sakit. Dia memilih untuk memejamkan mata dan menikmati perjalanan yang akan menghabiskan waktu selama empat jam menuju bandara.

Jalanan kiri kanan hanya dihiasi pepohonan besar dan tinggi, tiba-tiba sopir itu melakukan rem mendadak yang membuat tubuh Luca terdorong ke depan dan kepalanya terbentur ke bangku depan.

“Ada apa?”

“Maaf, gadis di depan menghalangi jalan kita.” Luca melihat ke depan dan gadis itu sudah berada di sampingnya.

“Mau apa kau hah?” bentak Luca pada gadis yang sudah duduk di sampingnya.

“Sudahlah diam, aku sedang dalam misi penyelamatan diri, ayo cepat jalan, mereka sedang mengejarku.” Sopir itu menatap Luca dan dibalas anggukan oleh Luca.

“Siapa yang mengejarmu?”

“Ayahku,” bisik gadis itu di telinga Luca.

“Kenapa dia mengejarmu?”

“Dia selalu memaksa aku untuk belajar, belajar dan belajar. Otakku ini butuh istirahat juga dan dengan belajar terus membuat aku ini gila.” Luca menautkan alisnya dan menjauh sedikit dari gadis itu.

“Siapa namamu?”

“Brielle.”

“Rumit sekali namamu.”

“Panggil saja aku Byby atau Bubu atau apapun yang terdengar lebih sweet.” Luca memalingkan wajahnya dari Brielle dan kembali memejamkan mata.

“Aku mau turun di mall ya.” Brielle berkata pada sopir dan hanya dibalas anggukan.

Mereka di dalam mobil hanya diam, tak ada yang memulai pembicaraan satu sama lain. Luca juga sudah tertidur karena lelah dan tubuhnya sakit.

***

Mereka sampai di kota, Brielle diturunkan tepat di depan Magna Plaza, pusat perbelanjaan ikonik di Amsterdam dengan arsitektur Neo-Gotik karya Cornelis Hendrik Peters, yang memadukan elemen Gotik dan romantis, mirip gedung Parlemen di London. Bangunan ini dulunya kantor pos utama sebelum bertransformasi menjadi pusat perbelanjaan bergengsi.

“Temani aku belanja ya,” pinta Brielle dengan tatapan berbinar pada Luca, pria itu menaikkan sudut bibirnya dan menautkan alis.

“Aku?” ulang Luca menunjuk dirinya sendiri.

“Yaaa, memang pandangan mataku ini ke mana? Sopir taksi ini?”

“Dengar ya, aku bukan bodyguard pribadimu.” Brielle menautkan kedua telapak tangannya memohon pada Luca.

“Pleaseee, aku butuh teman dan sekarang aku sedang stres tingkat dewa.” Luca menggeleng mantap dan sedikit mendorong tubuh Brielle keluar dari mobil.

“Kau ini tega sekali, pasti kau tidak punya saudara perempuan ya, makanya kau ini sangat kasar. Kalau nanti di dalam sana aku dijahati dan dianiaya orang lain, terus kau melihat berita kematianku di televisi, apa kau tidak akan menyesal?” Luca menganga, dia tidak menyangka akan bertemu gadis seperti Brielle.

“Kenapa dia jadi dramatis begini?” pikir Luca sendiri, ia menautkan alis bingung.

“Turunlah sebelum aku menembak kepalamu.”

“Ya sudah, kau tembak saja kepalaku, aku memang sudah bosan hidup.” Luca menghela napasnya.

“Baiklah, jangan lama-lama karena aku harus pergi.” Brielle tersenyum bahagia lalu memegang tangan Luca memasuki pusat perbelanjaan itu.

“Kenapa kau harus memegang tanganku begini?”

“Memangnya kau mau dikira bodyguard? Secara tampangmu itu hmmm...” Brielle menatap Luca dari atas sampai bawah.

“Kenapa?” Luca membelalakkan matanya.

“Ah tidak ada, kau tampan, ayo jalan.” Luca menghela napas dan berjalan memasuki gedung besar itu.

Brielle dan Luca melangkah masuk ke dalam Magna Plaza, bangunan bersejarah yang kini dipenuhi butik-butik mewah dan toko-toko desain.

Suara langkah sepatu terdengar di lantai marmer yang mengkilap, menciptakan gema lembut di ruang luas yang seolah memantulkan keanggunan setiap sudutnya. Cahaya alami masuk dari jendela-jendela besar yang terletak di langit-langit gedung, memberikan kesan terang yang hangat meskipun cuaca luar mulai dingin.

Di depan, lobi yang luas memancarkan kemewahan dengan dinding tinggi yang dihiasi ornamen klasik dan langit-langit bergaya Neo-Renaisans. Brielle berhenti sejenak, mengagumi arsitektur bangunan yang memadukan gaya lama dengan modernitas yang begitu sempurna.

Beberapa pengunjung lain berjalan cepat melewatinya, membawa tas-tas belanja dari brand ternama, sementara aroma parfum mewah tercium dari toko kosmetik di sudut.

Dengan langkah mantap, Brielle mulai menjelajahi setiap lantai, menyusuri deretan butik-butik desainer yang menampilkan pakaian-pakaian cantik yang seolah memanggil.

Di salah satu toko, gaun-gaun malam berkilau memancarkan cahaya lembut, sementara di sisi lain, koleksi sepatu kulit mewah tersusun rapi dalam display yang menawan. Brielle menyentuh beberapa kain sutra, merasakan kelembutannya yang hampir memanjakan kulit. Dia membayangkan dirinya mengenakan gaun-gaun itu, berpadu dengan suasana yang begitu elegan dan mewah.

Luca mengikuti di belakang, menjaga jarak, seolah menunggu Brielle memilih barang-barang yang dia suka. Setiap kali Brielle berhenti di depan sebuah rak, dia bisa melihat betapa mata Brielle berbinar, menikmati setiap momen kecil itu.

Brielle terhenti di depan sebuah gaun merah muda, potongannya sederhana namun memancarkan kesan feminin yang anggun. Dia mengambilnya, memeriksa label harga yang tertera.

“Ini... ini yang aku mau,” ucap Brielle dengan suara pelan, seolah terpesona oleh gaun itu. “Sesuatu yang baru, yang belum pernah aku coba.”

Luca mengangguk tanpa berkata apa-apa, hanya tersenyum kecil melihat Brielle yang tampak begitu terhubung dengan momen itu. Tanpa disadari, mereka berdua sudah berlama-lama mengitari lantai dua Magna Plaza, menikmati suasana yang sama sekali berbeda dari kehidupan mereka yang lebih terburu-buru sebelumnya.

Akhirnya, Brielle menuju kasir dengan gaun merah muda di tangan, hati yang terasa lebih ringan. Terkadang, belanja bukan sekadar membeli barang. Terkadang, itu adalah cara untuk menemukan diri sendiri, dalam bentuk yang tak terduga.

Brielle juga memilih beberapa barang yang dia inginkan, saat akan membayar, dia menarik Luca.

“Ayo bayar.”

“Aku?” Luca membelalakkan matanya karena kaget.

“Iya, siapa lagi? Kan yang pergi denganku, kamu.”

Dengan kesal Luca membayar semua belanjaan Brielle.

“Kita ke sana ya, aku mau beli jam tangan.” Brielle kembali belanja dan dibayar oleh Luca tanpa membantah.

“Waaah terima kasih ya, kau baik sekali, namamu siapa?” tanya Brielle dengan ceria pada Luca sambil menenteng belanjaannya.

“Dari tadi kau jalan dan menguras isi dompetku, baru sekarang kau menanyakan namaku hah?” nada kesal Luca tidak bisa lagi dia sembunyikan.

“Ya sudah kalau tidak mau memberitahu aku, sini belanjaanku, aku mau pulang.” Luca melongo ketika Brielle mengambil belanjaan itu dari tangannya.

“Aku benar-benar sudah seperti pesuruhmu ya, aku yang bayar, dan aku juga yang bawa semua belanjaanmu itu.”

“Sekali-sekali, sudahlah, aku pergi dulu, terima kasih sudah membayar semuanya.”

“Kau mau ke mana?”

“Pulang.”

“Tapi kau lari dari ayahmu?”

“Iya, kan sudah lari, dan sekarang aku harus pulang. Sebenarnya saat aku lari tadi, aku tidak bawa uang dan nanti setelah sampai di rumah, aku akan transfer uangmu, mana nomor rekeningmu?” Luca menatap malas Brielle.

“Lebih baik kau pulang, aku juga harus pergi.” Luca kembali menaiki taksinya tadi menuju bandara.

“Ini gila, aku seperti sedang dikerjai oleh seorang gadis kecil. Sialan,” kesal Luca.

Penerbangan kali ini cukup melelahkan bagi Luca, dia sampai di mansion milik majikannya yaitu Nico Grimald. Dia langsung tidur di dalam kamarnya sendiri, tubuhnya butuh istirahat karena misi kali ini cukup berbahaya dan menguras tenaganya.

“Brielle, kenapa aku harus bertemu gadis tidak sopan itu?” lirih Luca lalu memejamkan matanya.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
8 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status