Yuki memergoki kekasihnya berselingkuh dengan teman yang sudah dianggapnya seperti adik sendiri. Pertengkaran tak terhindarkan. Yuki yang kesal langsung menarik rambut teman perempuan yang bermain gila dengan kekasihnya.
"Dasar perempuan murahan! Beraninya kamu menggoda kekasih temanmu sendiri," kata Yuki mencengkram kuat rambut temannya. Teman perempuan Yuki berteriak meminta tolong pada kekasihnya yang juga kekasih Yuki sembari menangis. "Dion," panggilnya. Dion segera menolong. Dia mencengkram pergelangan tangan Yuki kuat-kuat. "Lepaskan tanganmu, Yuki!" sentak Dion. Dion berusaha melepaskan cengkraman tangan Yuki dan akhirnya berhasil. Dion yang kesal langsung mendodong tubuh Yuki hingga tersungkur ke lantai. "Kamu nggak apa-apa, Luna? Mana yang sakit?" tanya Dion khawatir. Mengusap kepala Luna, kekasih gelapnya. "Aku baik-baik aja," jawab Luna memeluk Dion. Dion menatap Yuki tajam, "berani sekali kamu ngelakuin ini, Yuki. Bagaimana kalau Luna terluka? Aku nggak akan pernah memaafkanmu!" Yuki bangun perlahan. Berdiri di hadapan Dion yang masih mendekap tubuh Luna. "Apa kamu sudah hilang akal sehat? Kekasihmu itu aku, bukan Luna. Kenapa juga kamu memeluknya erat begitu?" Yuki merasa semakin kesal dan mempertanyakan sikap Dion yang lebih peduli pada Luna. Dion melepas dekapannya, "Luna, kamu diem aja di sini. Aku bakal selesaikan ini sekarang," kata Dion, yang dijawab anggukkan kepala oleh Luna. Dion mendekati Yuki, "kamu tuh harusnya sadar diri. Luna lebih baik dalam segala sisi dibandingkan kamu. Lagian kamu kan nggak mau aku ajak tidur bareng. Apa aku salah kalau aku pindah ke perempuan lain?" Dion mengungkapkan isi hatinya dengan terang-terangan pada Yuki. Mendengar perkataan Dion yang pedas dan kasar, membuat hati Yuki semakin terluka. "Cuma gara-gara aku nolak tidur bareng, kamu selingkuhin aku, Dion? Kamu emang udah gila. Kamu brengsek tau nggak!" ucap Yuki dengan suara bergetar menahan tangis. Dion tersenyum mengejek Yuki, "aku nggak peduli kamu ngomong apa. Dan karena kamu sudah tahu semuanya, aku bakal akhiri hubungan kita sekarang. Aku nggak tertarik sama perempuan sok suci kayak kamu," kata Dion yang akhirnya memutus hubungan dengan Yuki dan berbalik pergi meninggalkan Yuki. Yuki mengepalkan tangan mendengar apa yang baru saja Dion katakan. Amarahnya memuncak. "Tunggu," kata Yuki. Mencegah Dion tak melangkah lebih jauh. Dion menghentikan langkahnya dan berbalik. Pada saat yang sama Yuki berjalan cepat menghampiri Dion dan langsung mendaratkan tamparan keras ke wajah Dion. Dion terkejut menerima tamparan yang menyakitkan. "Dasar laki-laki sialan! Brengsek gila, bajingan sampah! Aku sumpahin kamu nggak akan hidup tenang dan bahagia," maki Yuki menyumpahi Dion dan langsung pergi meninggalkannya. Yuki berjalam melewati Luna, dia menghentikan langkahnya dan mengatakan sesuatu yang mengejutkan Luna. "Aku nggak akan pernah lupa kejadian ini, Luna. Kamu yang udah kubantu dan kuanggap adik sendiri, nyatanya hanya seorang penjahat yang menusuk dari belakang. Mulai sekarang aku nggak kenal siapa itu Luna ataupun si bedebah Dion!" Yuki meluapkan isi pikirannya dan kembali melangkakan kaki pergi meninggalkan Luna dan Dion yang diam mematung. Langkah kaki Yuki semakin cepat, dia berlari sambil menangis. *** Bar ... Yuki duduk menikmati minuman yang disajikan. Di atas meja di hadapan Yuki, sudah ada lima gelas kosong. Pikiran Yuki terus memikirkan perkataan Dion yang kasar. Semakin dipikirkan, semakin membuat Yuki geram. "Ah, sial! Kenapa aku bisa menyukai laki-laki sialan sepertinya sih?" gerutu Yuki yang langsung meminum habis isi dalam gelas dalam sekali minum. "Dia bilang aku sok suci? Padahal aku hanya menundanya saja sampai ulang tahunnya nanti. Dasar bedebah terkutuk yang tidak sabaran," batin Yuki kembali memaki Dion. Yuki memesan minuman lagi. Dia menyelisik sekitar dalam bar sembari menunggu minumannya datang. Sampai tatapan matanya terpaku pada seseorang yang duduk tidak jauh darinya. Seorang laki-laki muda dengan paras tampan sedang menikmati minumannya sendirian. "Wah, tampan sekali. Dia lebih tampan dari si sampah Dion," gumam Yuki tersenyum cantik. Yuki berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan perlahan menghampiri laki-laki tampan yang dilihatnya. "Hei," sapa Yuki. Laki-laki tampan berpaling menatap Yuki, lalu melihat sisi lain, dan kembali melihat ke arah Yuki. "Kamu memanggilku?" tanyanya. Yuki menganggukkan kepala, "ya, kamu ... aku memanggilmu," kata Yuki tersenyum cantik. Laki-laki tampan itu terdiam. Melihat wajah Yuki memerah dan tubuh Yuki yang terhuyung, dia bisa menerka jika Yuki sedang mabuk. "Ada apa dengan perempuan ini?" tanya laki-laki tampan dalam hati. "Kamu ... apa kamu mau menghabiskan malam denganku?" tanya Yuki tiba-tiba. Laki-laki itu hampir saja tersedak. Dia menatap Yuki dan hanya diam. Mengira Yuki hanya meracau karena mabuk. "Maaf, Nona. Seperti kamu sudah mabuk. Sebaiknya kamu pulang dan tidak mengatakan sesuatu yang bisa membuat orang lain salah paham," kata laki-laki itu. Saat laki-laki tampan itu ingin meminta bantuan pelayan untuk membantu Yuki, Yuki langsung manarik krah kemeja laki-laki itu sehingga wajah keduanya saling berhadapan. "Apa aku nggak menarik sebagai wanita?" tanya Yuki. "Apa ada orang yang bilang kamu nggak menarik?" tanya laki-laki tampan. "Kamu baru saja menolakku, kan? Makanya aku tanya, apa aku nggak menarik di matamu?" jawab Yuki dan kembali bertanya. "Apa kamu serius mengajakku menghabiskan malam?" tanya laki-laki itu menatap lekat mata Yuki. Yuki menganggukkan kepala lagi, "ya, aku serius." "Meski kita tak saling kenal?" tanya laki-laki itu memastikan. "Tidak masalah tidak saling kenal. Itu lebih baik. Aku hanya ingin bermalam denganmu," jawab Yuki. "Jangan tarik kata-katamu," ucap laki-laki itu memegang tangan Yuki erat. Laki-laki tampan itu membayar minumannya dan minuman Yuki, lalu menggandeng tangan Yuki pergi meninggalkan Bar. *** Hotel ... Yuki dan laki-laki tampan sedang berciuman panas. Pakaian yang keduanya kenakan, satu per satu mulai berjatuhan di lantai. Laki-laki tampan membawa Yuki ke atas tempat tidur. Dia mulai menjelajah tubuh putih mulus Yuki yang mulai membuatnya bergairah. Terdengar suara desahan Yuki. Dia merasa aneh, tubuhnya perlahan memanas seperti direbus. "Sialan! Perempuan ini membuatku gila," batin Laki-laki tampan menatap wajah cantik Yuki. Laki-laki mendekatkan wajahnya ke wajah Yuki, "aku tanya sekali lagi. Apa kamu sungguh-sungguh ingin melakukannya? Jika sudah memulai, aku tak yakin bisa menahan diri." Yuki menangkup wajah laki-laki tampan, lalu menciumnya. Membuat laki-laki tampan terhanyut dan langsung membalas ciuman Yuki. Keduanya kembali berciuman panas. "Apa tubuh laki-laki memang seperti ini?" batin Yuki. Meraba dada bidang berotot milik laki-laki tampan. "Apa yang tanganmu lakukan?" tanya laki-laki merasakan sesuatu aneh saat dadanya disentuh Yuki. Yuki mencium leher, lalu turun ke dada dan perut laki-laki tampan itu. Membuatnya semakin aneh dan tanpa sadar mendesah. "Cu-cukup," kata laki-laki tampan merasa mulai tersiksa. "Kamu sangat tampan," puji Yuki. Wajah laki-laki tampan memerah, "Aku ingin melakukannya. Aku sudah nggak bisa menahan diri lagi," ucapnya. Yuki tersenyum, "lakukanlah," jawab Yuki memberikan lampu hijau. Laki-laki menahan tengkuk leher Yuki dan melumat bibir ranum Yuki. Tak mau kalah Yuki mengalungkan tangannya dan membalas ciuman laki-laki tampan itu dengan penuh nafsu. Pada akhirnya Yuki dan laki-laki tampan itu menghabiskan malam panas penuh gairah. Keduanya saling menginginkan satu sama lain dan saling memuaskan. Suara rintihan bercampur erangan kenikmatan memenuhi seluruh ruang.Keesokan paginya, Yuki terbangun dari tidurnya dan mendapati seseorang memeluknya dari belakang. Mata Yuki melebar saat melihat tangan kekar yang melingkari perutnya. "I-ini tangan siapa?" batinnya kebingungan.Dengan hati-hati Yuki memindahkan tangan laki-laki asing yang memeluknya dan dia segera bangun dari tempat tidur.Penasaran dengan siapa orang yang menghabiskan malam dengannya, Yuki memalingkan pandangan dan melihat seorang laki-laki tertidur pulas tanpa mengenakan pakaian."Si-siapa dia? Aku gak kenal dia. Aku tidur dengan siapa?" batin Yuki mulai panik.Yuki mencoba mengingat apa yang terjadi padanya dan hanya ingat beberapa hal saja. Begitu ingat jika dia sudah melakukan kesalahan besar Yuki langsung terkejut dan membekap mulutnya sendiri."Gila, gila, gila! Kamu beneran udah gila, Yuki. Gimana bisa kamu melakukan ini dengan laki-laki yang bahkan nggak kamu kenal. Sial! Aku bakal kena masalah kalau kayak gini," batin Yuki semakin panik.Yuki terdiam sesaat untuk menjernih
1 minggu kemudian ...Rumor tentang Yuki yang dibuat oleh Luna menghilang tanpa jejak, tetapi muncul rumor baru dan masih disangkut pautkan dengan Yuki. Beredar rumor jika Yuki sebenarnya dicampakkan oleh Dion, dan karena tak terima, Yuki yang marah menyerang Dion dan Luna secara brutal.Amelia yang mendengar rumor itu langsung memasang badan untuk teman baiknya. Dia menyanggah rumor dan meminta semua orang untuk berhati-hati dalam berbicara dan tidak menyebar berita palsu."Dasar orang-orang gila," gerutu Amelia.Yuki tersenyum, "Sudahlah, Mel. Kenapa juga kamu meladeni mereka. Meski kamu jelasin sampai mulutmu berbuih, kalau mereka nggak mau percaya ya percuma. Mereka pasti hanya akan percaya ucapan orang yang ingin mereka percayai. Semakin kamu tanggepin, mereka semakin menjadi.""Benar sih, tapi aku greget aja gitu. Pengen rasanya ku lakban mulut mereka semua," sahut Amelia gemas sekaligus geram."Oh ya, aku dengar atasan baru kita mau datang ya? Bener nggak sih?" tanya Yuki meng
Keesokan harinya ...Yuki berangkat pagi-pagi sekali dengan wajah kusam karena semalaman tidak bisa tidur. Dia terus kepikiran tentang kejadian bodoh yang diperbuatnya pada Bosnya.Yuki melihat pintu lift mulai tertutup, sementara dia berada tak jauh. Dengan cepat Yuki berlari menuju lift."Tunggu," ucap Yuki meminta orang di dalam lift menahan pintu untuknya. Yuki sampai di depan lift, tapi pintu lift sudah tertutup. Namun, sesaat kemudian pintu lift terbuka dan Yuki melihat seseorang yang tak ingin ditemuinya berada di dalam lift.Mata Yuki melebar, "Dia ... ah, sial sekali. kenapa aku malah ketemu sama dia? Aku nggak boleh ketahuan," batin Yuki panik."Tidak masuk?" tanya seseorang di dalam lift, yang adalah Cristopher."Si-silakan anda duluan, Pak CEO. Saya menunggu lift selanjutnya saja," jawab Yuki yang langsung menundukkan kepala menghindari tatapan Cristopher."Masuklah," pinta Cristopher menatap Yuki.Yuki terdiam dan tetap menunduk. Cristopher yang melihat Yuki terdiam kem
Yuki duduk di kursinya dan memikirkan apa yang baru saja terjadi antara dia dan Cristopher. Sebenarnya dia tidak bermaksud bicara kasar pada Cristopher, tetapi dia tidak punya pilihan lain selain menarik garis tegas. Dia tidak ingin asal berhubungan dengan laki-laki dan hatinya pun masih belum siap usai dikhianati kekasih dan temannya."Apa kata-kataku keterlaluan? Dia pasti marah," gumam Yuki.Yuki menggelengkan kepalanya cepat, "sudahlah. Mau dia marah atau enggak aku nggak peduli. Kalau misal marah terus aku dipecat ya terima aja," batin Yuki.Yuki mencoba melupakan sesaat apa yang terjadi dan mulai fokus bekerja. Beberapa menit kemudian, satu per satu rekan kerja lain mulai berdatangan. Sampai saat Luna datang dengan membawa hadiah untuk semua rekan satu divisinya. Membuat seluruh ruangan heboh."Semuanya, aku bawakan kalian hadiah. Mohon diterima ya," kata Luna dengan tersenyum cantik.Seorang menerima pemberian Luna, "wah, apa ini?""Makasih, Luna.""Wow, bagus sekali. Makasih,
Setelah kejadian di ruangan CEO, Yuki mulai menghindari Cristopher. Saat berpapasan atau tidak sengaja bertemu, Yuki hanya menundukkan kepala sebagai tanda sopan santun, dan berlalu begitu saja tanpa menatap wajah Cristopher. Hal itu membuat Cristopher semakin gelisah.Cristopher duduk bersandar di sofa ruang kerjanya, "sudah hampir seminggu, saat kami bertemu di lift pun dia hanya menundukkan kepala tanpa melihatku. Apa dia sangat membenciku? Apa yang harus aku lalukan, ya?" batin Cristopher berpikir serius.Pintu ruangan di ketuk, tidak lama pintu terbuka dan seseorang masuk."Tom, apa saja jadwalku hari ini?" tanya Cristopher, mengira seseorang yang datang adalah sekretarisnya, Thomas."Maaf, Pak. Saya diminta Pak Thomas mengantarkan dokumen," kata seseorang yang baru masuk ke dalam ruangan. Yang tak lain adalah Yuki.Yuki yang baru masuk berdiri di belakang Cristopher yang duduk santai di sofa. Mendengar suara yang dirindukan, membuat Cristopher tersenyum. Dia berpikir dia sedan
Keesokan harinya ... Yuki, Amelia dan dua pegawai baru saja masuk ke dalam lift. Beberapa detik kemudian, Cristopher dan Thomas juga ikut masuk. "Selamat pagi, Pak CEO, Pak Thomas." "Selamat pagi, Pak CEO dan Pak Sekretaris." "Pak CEO, Pak Thomas, selamat pagi." Amelia dan dua pegawai lain menyapa Cristopher dan Thomas. Sedangkan Yuki hanya menundukkan kepala sedikit tanpa mengucap salam. Cristopher melihat sekilas para karyawannya dan menganggukkan kepala tanpa menjawab. Dia berdiri membelakangi para keryawannya. "Selamat pagi juga kalian. Maaf ya, saya dan Pak CEO sedang buru-buru. Jadi kami nggak bisa menunggu lift berikutnya," kata Thomas tersenyum menatap orang-orang di belakangnya. Thomas berdiri tepat di samping Cristopher. Thomas menekan lantai tujuannya dan pintu lift pun tertutup. Lift perlahan berjalan naik. "Kapan lift sebelah akan diperbaiki?" tanya Cristopher pada Thomas. "Oh, saya sudah meminta pihak keamanan mengurusnya. Mungkin nanti," jawab Thomas.
Luna mendatangi tempat Yuki dan Amelia berada dengan segelas air di tangannya. Tanpa ragu-ragu Luna menuang air ke kepala Yuki."Dasar perempuan gila. Rasain nih," kata Luna mengatai Yuki.Yuki terkejut karena kepalanya tiba-tiba basah, saat memalingkan pandangan ke sisi kanan, dia melihat Luna sudah berdiri di sampingnya dengan tatapan mata yang tajam."Apa-apaan ini, Luna?" tanya Yuki, langsung berdiri dari duduknya."Dasar jalang gila! Bisa-bisanya kamu nendang kaki Dion sampai memar. Maksud kamu tuh apa sih? Kamu mau caper?" sentak Luna marah.Yuki memutar bola mata mendengar ocehan Luna yang menuduhnya mencari perhatian dengan tersenyum masam."Caper katamu? Jangan asal nuduh tanpa bukti deh. Aku nendang Dion karena Dion yang mulai duluan," Yuki menyincing lengan pakaiannya sebelah kanan dan menunjukkan luka memar dari cengkraman Dion, "aku sendiri pun dibuat kayak gini sama Dion."Luna melihat luka memar Yuki, "apa sih, cuma memar gitu doang. Itu nggak ada apa-apanya dibandingk
Di sebuah restoran, terlihat Yuki sedang berbincang dengan seorang wanita paruh baya. Wanita paruh baya tersenyum, "Bagaimana kabarmu, Nak?" tanyanya."Baik, tetapi juga buruk. Singkat saja tanpa perlu basa-basi. Kenapa tante minta kita bertemu?" jawab Yuki yang langsung menanyakan tujuan wanita itu memanggilnya datang."Aduh, kenapa kamu seperti ini. Kita kan sudah lama nggak ketemu. Tante kangen sama kamu. Oh, ya. Kenapa bulan ini kamu enggak transfer ke tante? Tante nungguin loh," ucap wanita paruh baya itu sambil terus tersenyum pada Yuki.Yuki tersenyum tipis, "Tante ngajak aku ketemu cuma tanya soal uang?" tanyanya."Iya dong. Kan tante kaget tiba-tiba aja kamu nggak ngirim uang. Biasanya kamu rutin ngirim," wanita itu masih dengan tidak tahu malunya menjawab perkataan Yuki. Padahal Yuki sudah terlihat muak."Apa Dion nggak memberitahu tante?" tanya Yuki menatap wanita paruh baya dihadapannya, yang ternyata adalah Ibu Dion."Memberitahu apa?" tanya wanita paruh baya itu tidak m
Amelia dan Yuki kembali bekerja setelah makan siang. Keduanya fokus pada pekerjaan masing-masing. Sesekali Ameli mengintip Yuki. Terlihat Yuki bergitu serius bekerja, membuat Amelia tak enak kalau sampai mengganggu temannya itu."Apa yang dimaksud Dion tadi, ya? Astaga, aku sampai segininya kepikirian. Satu-satunya biar nggak penasaran ya aku langsung tanya ke Yuki. Cuma dia sekarang lagi sibuk. Gimana dong?" batin Amelia.Amelia menghela napas panjang. Mau tak mau dia harus sabar menuggu setelah pulang kerja agar bisa bicara dengan Yuki.***Pukul 17.15 sore. Terlihat Yuki sedang berkemas. Begitu juga Amelia. Selesai berkemas, Amelia menghampiri Yuki dan mengajak Yuki pulang bersama."Yuk, pulang bareng," kata Amelia menawari."Yuk," jawab Yuki.Amelia dan Yuki pergi meninggalkan ruangan bersama. Keduanya menunggu di depan lift, dan saat pintu lift terbuka, tampak Cristopher dan Thomas ada di dalam lift. Thomas tersenyum menatap Amelia dan Yuki. Amelia juga tersenyum, dan keduanya
Malam sebelumnya ...Dion mensihati Luna agar Luna tak terus saja mencari-cari masalah dengan rekan sekantor. "Luna, bisa nggak kamu menahan dirimu sedikit? Malu kalau sampai diomongin orang-orang kator lho," ucap Dion.Luna mengerutkan dahi, "bukan aku duluan yang mulai kok. Yang mulai ya teman mantammu itu," jawabnya."Nggak perlu bawa-bawa mantan. Yang udah ya udah. Nggak usah dibahas," sahut Dion tidak senang.Luna menatap Dion, "kenapa? Emang kenyataannya kayak gitu. Pasti itu mantan kamu yang nyuruh temannya buat nganiaya aku," ucap Luna mengadu."Belum tentu. Kalau misal bukan dia yang nyuruh temannya gimana?" jawab Dion."Kamu kok jadi bela dia sih," sahut Luna kesal."Aku nggak bela. Bela darimananya? Selalu omonganku kamu puter-puter biar jadinya aku yang salah deh. Ini kebiasaammu yang nggak aku sukai," jawab Dion berterus terang."Oh, gitu. Jadi aku yang salah sekerang? Iya? Bagus. Salahin aja terus," sahut Luna membuang muka."Astaga, kenapa selalu aja kayak gini sih? A
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Cristopher dan Stevy pergi meninggalkan rumah Yuki. Yuki mengantar kepergian Cristopher dan Stevy sampai di parkiran. Sebelum berpisah, Yuki memeluk erat Stevy, mencium Stevy dan mengucapkan selamat tinggal. Hal sama dilakukan Yuki pada Cristopher.***Cristopher baru selesai mandi, dan sedang bercermin. Dia terkejut melihat merah-merah di lehernya."Wah, perempuan itu sungguh membuatku gila. Bagaimana caranya aku menutupi ini? Kayaknya ini gak bisa ketutup krah kemeja seperti yang sebelumnya," batin Cristopher mengusap jejak merah di lehernya. Jejak merah yang ditinggalkan Yuki, letaknya memang berbeda dari jejak yang sebelumnya. Yang saat ini letaknya hampir mendekati rahang kiri dan kanan Cristopher sehingga siapapun yang melihat akan tahu jika itu adalah jejak ciuman.Cristopher segera berganti pakaian, dia menggunakan plaster untuk menutup bekas jejak yang ditinggalakn Yuki. Meski tampak aneh, itu terlihat lebih baik dibandingkan tidak ditutupi
Thomas dan Amelia makan malam bersama. Thomas lebih dulu menghubungi Amelia dan mengajak makan malam dengan alasam tidak ingin makan sendirian."Ada apa, Pak?" tanya Amelia menatap Thomas."Apanya?" jawab Thomas menatap Amelia."Nggak perlu pura-pura. Bapak mau menyampaikan sesuatu, 'kan? atau mau tahu sesuatu?" tanya Amelia."Ya, begitulah. Saya suka kamu peka. Padahal saya sudah bingung mau memulai pembicaraan dari mana," jawab Thomas."Silakan bicara dengan nyaman, Pak. Jangan sungkan," sahut Amelia."Kamu baik-baik saja? Lukamu bagaimana?" tanya Thomas khawatir."Saya baik-baik saja," jawab Amelia."Saya antar ke rumah sakit, ya?" tawar Thomas."Nggak mau ah," jawab Amelia cepat."Kenapa? Memarmu harus diperiksa dokter, Amelia. Gimana kalau ada apa-apa kedepannya?" tanya Thomas."Saya takut diperiksa dokter. Saya pernah punya pengalaman nggak menyenangkan dengan dokter," jawab Amelia menjelaskan alasannya enggan ke dokter."Boleh saya tahu pengalaman apa itu?" tanya Thomas ingin t
Mendengar cerita Amelia, Yuki menjadi sedih. Tanpa sadar air matanya jatuh."His, ngapain juga kamu nangis sih. Kayak anak kecil aja," kata Amelia. Memberikan tisu kepada Yuki.Yuki menyeka air matanya, "kamu tuh ya. Kan sudah aku bilang nggak perlu hiraukan si Luna. Mulutnya memang pedas suka provokasi," katanya terisak."Nggak apa-apa. Aku puas kok sdh tarik rambutnya terus ngeremas mukanya. Hehe ... " sahut Amelia tersenyum.Meski demikian, Amelia tak menceritakan sedetail apa pertengarannya dengan Luna karena tak mau Yuki khawatir. Satu-satunya yang tahu bagaimana keadaan Amelia adalah Thomas. Thomas dan Cristopher bergabung di meja Yuki dan Amelia. Sebelumnya merek berdua izin kepada Yuki dan Amelia, dan dipersilakan."Ada apa ini? Kok suasana begitu serius?" tanya Cristopher."E-enggak apa-apa, Pak," jawab Yuki cepat-cepat menyeka bekas air matanya dengan tisu.Thomas menatap Yuki, lalu menatap Amelia. Ditatapnya cukup lama Amelia untuk melihat bagaimana keadaan seseorang di ha
Amelia dan Yuki makan siang bersama di kantin. Sembari makan, Amelia bercerita apa hal yang terjadi antara dirinya dan Luna.***Malam sebelumnya ..."Luna," panggil Amelia.Amelia mengikuti Luna. Saat di parkiran, Amelia memanggil Luna dan langsung menarik Luna untuk ikut bersamanya."Apaan sih. Lepas!" sentak Luna berontak."Ngapain Amelia di sini?" batin Luna.Amelia mendorong Luna, "mau sampai kapan kamu bertingkah kayak anak kecil? Dasar nggak tau malu," katanya kesal.Luna menatap Amelia, "ada apa denganmu? Kenapa kamu tiba-tiba narik tanganku sampai dorong-dorong aku sih? Nggak jelas banget," ucapnya kesal."Bodo amat. Aku nggak peduli mau kamu kesel kek, enggak kek. Nggak penting tahu," sahut Amelia.Luna mengertukan dahi, "kamu sudah gila, ya?" tanyanya."Dasar gila!" umpat Luna."Ya. Aku sudah gila. Puas?" jawab Amelia mengiakan pertanyaan Luna."Apa Yuki yang menyuruhmu seperti ini? Dibayar berapa sama dia? Mau-maunya kamu jadi budaknya," kata Luna mengejek Amelia."Yuki ng
Amelia berada di atap menikmati pemandangan sekitar. Seseorang menghampiri Amelia dan berdiri disebelahnya, lalu memberikan segelas es cappucino."Nih," kata seseorang itu.Amelia menatap seseorang di sampingnya dan menerima pemberiannya, "makasih," jawabnya."Kamu nggak apa-apa? Lukamu belum juga diobati," kata seseorang itu, yang tak lain adalah Thomas."Saya nggak apa-apa kok. Luka kecil gini nanti juga sembuh sendiri," jawab Amelia."Jangan sepelekan luka kecil. Kamu nggak pernah dengar kalau sesuatu hal besar terjadi karena hal kecil?" sahut Thomas.Amelia menatap Thomas, "bapak kenapa ke sini? Tadi bapak chat saya tanya di mana cuma mau ngikutin saya terus ngejek saya gitu?" tanyanya."Enggaklah. Ngapain juga saya ngejek kamu. Saya tuh khawatirin kamu," jawab Thomas."Bapak khawatir sama saya? Nggak perlu repot-repot, Pak. Saya nggak apa-apa kok," jawab Amelia lagi."Kenapa sih, kamu mesti bertengkar sama Luna? Coba saya nggak lewat tadi malam, kamu pasti sudah dirumah sakit sek
Keesokan harinya, Cristopher bangun awal dan mengajak Stevy jalan-jalan. Setelah berjalan cukup lama, Cristopher dan Stevy beristirahat.Cristopher memberi Stevy snack, "makan pelan-pelan," ucapnya. Terlihat Stevy makan dengan lahap, tapi tetap teratur. Stevy makan snacknya sampai habis. Setelah makan snack, Stevy menjilati kaki depannya dan membersihkan mulutnya."Stevy," panggil Cristopher.Stevy menatap Cristopher.Cristopher mengusap kepala Stevy, "apa kamu sudah merindukan rumah kita? Mungkin nanti kita kembali," ucapnya.Stevy mengedipkan mata, lalu mengusapkan kepalanya ke lengan Cristopher."Kenapa? Kamu nggak mau pulang?" tanya Cristopher.Cristopher mengangkat tubuh Stevy, "kita nggak bisa terus tinggal di rumah Yuki. Papamu ini sudah cukup banyak merepotkannya. Kamu juga sering merepotkannya, 'kan?" katanya meletakkan Stevy ke pangkuannya.Cristopher menatap gedung apartemen tempat Yuki tinggal dari jauh. Cukup lama gedung itu ditatapnya, sampai dia mengajak Stevy lanjut b
Setelah mengatakan apa yang diinginkan, Yuki lantas kembali ke mejanya. Siang itu dia tidak ingin melanjutkan lebih panjang lagi dan meminta dua orang yang menggosipkannya menyatakan permintaan maaf secara resmi.Saat Yuki kembali ke meja tempatnya makan, semua orang kembali dikejutkan oleh sosok yang ada disamping Yuki.Cristopher menatap Thomas seolah mengisyaratkan sesuatu. Tau apa kemauan atasannya, Thomas segera berdiri dari duduknya dan membubarkan orang yang berkerumun, ataupun orang yang memperhatikan. Dan akhirnya setelah beberapa menit, semua menjadi tenang kembali.Yuki melanjutkan makan dengan tenang, begitu juga Cristopher, Thomas dan Amelia. Tak ada satupun dari mereka yang membahas tentang kejadian sebelumnya sampai makan siang berakhir.***Sementara itu di tempat lain ...Dion dan Luna lagi-lagi berdebat. Dion menyalahkan Luna yang selalu membuat masalah dan membuatnya pusing."Jangan seperti ini lagi," kata Dion dengan nada suara rendah."Kenapa kamu nggak pernah be