Keesokan paginya, Yuki terbangun dari tidurnya dan mendapati seseorang memeluknya dari belakang.
Mata Yuki melebar saat melihat tangan kekar yang melingkari perutnya. "I-ini tangan siapa?" batinnya kebingungan. Dengan hati-hati Yuki memindahkan tangan laki-laki asing yang memeluknya dan dia segera bangun dari tempat tidur. Penasaran dengan siapa orang yang menghabiskan malam dengannya, Yuki memalingkan pandangan dan melihat seorang laki-laki tertidur pulas tanpa mengenakan pakaian. "Si-siapa dia? Aku gak kenal dia. Aku tidur dengan siapa?" batin Yuki mulai panik. Yuki mencoba mengingat apa yang terjadi padanya dan hanya ingat beberapa hal saja. Begitu ingat jika dia sudah melakukan kesalahan besar Yuki langsung terkejut dan membekap mulutnya sendiri. "Gila, gila, gila! Kamu beneran udah gila, Yuki. Gimana bisa kamu melakukan ini dengan laki-laki yang bahkan nggak kamu kenal. Sial! Aku bakal kena masalah kalau kayak gini," batin Yuki semakin panik. Yuki terdiam sesaat untuk menjernihkan pikiran, lalu dia segera beranjak dari tempat tidur dan memunguti pakaiannya. Dia berjalan cepat menuju ke kamar mandi. Saat bercermin di kamar mandi, Yuki lagi-lagi dibuat terkejut dengan banyaknya jejak merah di dada, perut, paha bahkan di punggungnya. "Nggak ada waktu mikirin ini. Aku harus cepat pergi sebelum laki-laki itu bangun," gumam Yuki. Dengan cepat Yuki mandi membersihkan diri. Dia segera berpakaian rapi dan keluar dari kamar mandi. Dia menatap ke arah tempt tidur, laki-laki itu masih tertidur pulas. Perlahan Yuki mengambil tasnya, mengeluarkan sejumlah uang dan meninggalkan sebuah catatan, lalu meletakkannya di atas nakas samping tempat tidur. Tanpa mengulur waktu lagi, Yuki segera pergi meninggalkan kamar. *** Laki-laki tampan yang menghabiskan malam dengan Yuki terbangun dari tidurnya. Dia meraba sisi tempat tidur dan tidak menemukan sosok Yuki. Laki-laki itu langsung bangun dan melihat sekeliling. Saat memalingkan kepala ke nakas, dia melihat sejumlah uang dan secarik kertas. Diambilnya kertas itu dan dibacanya isi catatan yang ditinggalkan Yuki. "Terimakasih untuk semalam, Tuan tak dikenal." Laki-laki itu tersenyum masam, lalu megambil sejumlah uang dari nakas. Dia melihat lekat ke arah uang dan kertas yang masih dipegangnya. "Apa dia mengira aku gigolo ?" katanya kesal. Laki-laki itu segera bangun dari tempat tidur dan mecari keberadaan ponselnya. Dia menghubungi seserang, meminta dikirimkan satu set pakaian. Laki-laki itu langsung pergi ke kamar mandi usai menelepon. *** Di kantor, Yuki merasa kalau beberapa rekan kerja menatapnya dengan tatapan mata penuh kebencian. Bahkan ada yang terang-terangan menyindir. "Ada apa sih? Semua orang aneh," batin Yuki. Seseorang yang duduk disebelah Yuki dan merupakan teman baik Yuki mulai penasaran dan akhirnya bertanya pada Yuki tanpa maksud jahat. "Yuki," panggilnya. "Ya, Mel. Ada apa?" jawab Yuki. Amelia mendekati Yuki, "emang bener kamu ngerebut Dion dari Luna?" tanya Amel ingin tahu. Yuki menghentikan pekerjaannya dan menatap Amelia, "kamu dengar omongam kaya gitu dari mana?" tanya Yuki. "Luna yang ngomong. Dia gembar-gembor sana sini ngomongin kamu ngerebut Dion sampai jambak rambutnya semalam. Emang itu bener? Nggak mungkin, kan? Yuki yang aku kenal gak mungkin gitu," jawab Amelia menjelaskan. "Apa maksudnya Luna kayak gitu? Dia bener-benar bermuka dua dan nggak tahu malu," batin Yuki. "Aku nggak pernah ngerebut punya orang. Justru dia yang jadi selingkuhan," jawab Yuki. Amelia kaget, "hah? Dia selingkuhan? Ma-maksudmu dia itu selingkuhannya Dion dan dengan nggak malunya ngebalikin fakta supaya orang sekantor pada musuhin kamu, gitu? Dasar cabe busuk!" Amelia mulai kesal dan mengatai Luna. "Udahlah. Nggak penting juga. Rumor gitu nanti juga reda sendiri. Toh aku dan Dion udah putus juga. Nggak usah dengerin apa kata orang," kata Yuki. Yuki kembali bekerja. Dia tidak mau memedulikan apa kata orang lain dan mau fokus bekerja saja. Namun, sayangnya semua tak berjalan sesuai kemauan Yuki. Rumor buruk tentang Yuki pun semakin menyebar. Yuki yang sudah tidak tahan mendatangi Dion dan meminta Dion mengatur mulut Luna yang suka mengarang cerita. "Jika kamu nggak bisa nanganin dia, aku yang akan buat dia bungkam. Jangan salahkan aku kalau perempuan kesayangamu nanti terluka," kata Yuki memperingati. "Apa maksudmu ngomong kayak gini? Kamu ngancam?" Dion tidak terima dengan peringatan Yuki. "Aku eggak ngancam. Aku cuma ngasih tau kamu buat jaga mulutnya si Luna. Nggak usah nyebar rumor yang gak bener. Sendirinya ngerebut malah berlagak jadi korban," kata Yuki semakin kesal. Dion terdiam karena tidak tahu apa maksud perkataan Yuki. Melihat Dion yang hanya diam seperti patung, Yuki pun pergi meninggalkan Dion. Dalam perjalanan menuju meja kerjanya, Yuki secara nggak sengaja denger suara Luna, dan Yuki memutuskan mengikuti arah suara. Yuki mengintip, dia melihat dan mendengar kalau Luna dengan sengaja mengatakan hal-hal buruk tentangnya agar semua orang membencinya, lalu berpihak pada Luna. "Kamu nggak punya kerjaan, ya? Sampai buat rumor palsu yang nggak jelas," kata Yuki berjalan mendekati Luna. Luna dan dua orang yang bersamanya terkejut mendapati Yuki yang tiba-tiba muncul. "Yu-yuki," gumam Luna. "Apa? Kenapa kalian diam dan nggak lanjut ngobrol? Seru banget ya ngomongin orang dibelakang. Kalian semua pada nggak punya malu kah?" Yuki menahan diri untuk tidak emosi. "E-enggak kok. Kami nggak ngapa-ngapain," sanggah seseorang tak ingin disalahkan. "Betul. Kami nggak ngelakuin apapun," sahut seseoranga lain. "Kamu kayaknya salah paham. Aku bisa jelasin," kata Luna mulai panik, takut kebohongannya terbongkar. "Aku nggak peduli sama kalian yang sukanya ngomongin orang. Jika aku denger lagi kalian ngomongin hal gak bener tentangku, aku nggak akan diem lagi. Paham?" kata Yuki yang langsung pergi meninggalkan Luna dan dua orang lainnya. Baru beberapa langkah berjalan, Yuki menghentikan langkah. "Oh, ya. Aku mau ngasih tahu sesuatu. Rumor itu sama sekali nggak bener. Teman kalianlah yang suka ngelirik punya orang. Sudah banyak dibantu nggak terimakasih malah nusuk. Dasar nggak tahu diri," kata Yuki yang kembali melangkah pergi. Dua orang yang mendengar perkataan Yuki saling bertatapan. Sedangkan Luna hanya diam bak patung. "Luna, apa itu bener?" "Ya, Luna. Apa omongan Yuki itu bener?" Luna mengepalkan tangan, "Sialan! Dasar jalang," batin Luna marah. "Aku masih ada kerjaan. Aku duluan," kata Luna berpamitan pergi. Luna berjalan cepat untuk kembali ke mejanya. Di tengah jalan dia bertemu Dion. Segera setelah bertemu Luna, Dion mengajak Luna ikut bersamanya. Dion ingin memastikan apa hal yang terjadi. Sebab dia tidak tahu apa-apa karena tidak terlalu memperhatikan orang lain. "Ada apa, Dion?" tanya Luna. "Apa kamu yang melakukannya? Membuat rumor palsu itu?" tanya Dion ingin tahu. "Kalau iya, memangnya kenapa?" tanya Luna. "Apa yang kamu lakuin, Luna. Jangan bertingkah hanya karena kamu nggak suka sama Yuki," kata Dion memperingatkan Luna. "Apa kamu memihaknya sekarang? Kamu masih menyukainya?" Luna mengutarakan isi pikirannya. Menduga kalau Dion masih menyimpan perasaan pada Yuki. Dion mengerutkan dahi menatap Luna, "apa kamu pikir aku kayak gitu? Setelah apa yang kita lakuin?" tanya balik Dion. "Ya, udah. Kalau kamu nggak mau dicurigai ya diem aja. Pura-pura aja nggak tahu," sahut Luna dengan gampangnya. Dion menatap tajam pada Luna, "Apa aku sudah salah menilai selama ini?" batin Dion mulai ragu dengan pilihannya. Dion menarik napas dalam, lalu mengembuskan napas panjang. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Dia pergi meninggalkan Luna sendirian. Luna terdiam menatap kepergian Dion.1 minggu kemudian ...Rumor tentang Yuki yang dibuat oleh Luna menghilang tanpa jejak, tetapi muncul rumor baru dan masih disangkut pautkan dengan Yuki. Beredar rumor jika Yuki sebenarnya dicampakkan oleh Dion, dan karena tak terima, Yuki yang marah menyerang Dion dan Luna secara brutal.Amelia yang mendengar rumor itu langsung memasang badan untuk teman baiknya. Dia menyanggah rumor dan meminta semua orang untuk berhati-hati dalam berbicara dan tidak menyebar berita palsu."Dasar orang-orang gila," gerutu Amelia.Yuki tersenyum, "Sudahlah, Mel. Kenapa juga kamu meladeni mereka. Meski kamu jelasin sampai mulutmu berbuih, kalau mereka nggak mau percaya ya percuma. Mereka pasti hanya akan percaya ucapan orang yang ingin mereka percayai. Semakin kamu tanggepin, mereka semakin menjadi.""Benar sih, tapi aku greget aja gitu. Pengen rasanya ku lakban mulut mereka semua," sahut Amelia gemas sekaligus geram."Oh ya, aku dengar atasan baru kita mau datang ya? Bener nggak sih?" tanya Yuki meng
Keesokan harinya ...Yuki berangkat pagi-pagi sekali dengan wajah kusam karena semalaman tidak bisa tidur. Dia terus kepikiran tentang kejadian bodoh yang diperbuatnya pada Bosnya.Yuki melihat pintu lift mulai tertutup, sementara dia berada tak jauh. Dengan cepat Yuki berlari menuju lift."Tunggu," ucap Yuki meminta orang di dalam lift menahan pintu untuknya. Yuki sampai di depan lift, tapi pintu lift sudah tertutup. Namun, sesaat kemudian pintu lift terbuka dan Yuki melihat seseorang yang tak ingin ditemuinya berada di dalam lift.Mata Yuki melebar, "Dia ... ah, sial sekali. kenapa aku malah ketemu sama dia? Aku nggak boleh ketahuan," batin Yuki panik."Tidak masuk?" tanya seseorang di dalam lift, yang adalah Cristopher."Si-silakan anda duluan, Pak CEO. Saya menunggu lift selanjutnya saja," jawab Yuki yang langsung menundukkan kepala menghindari tatapan Cristopher."Masuklah," pinta Cristopher menatap Yuki.Yuki terdiam dan tetap menunduk. Cristopher yang melihat Yuki terdiam kem
Yuki duduk di kursinya dan memikirkan apa yang baru saja terjadi antara dia dan Cristopher. Sebenarnya dia tidak bermaksud bicara kasar pada Cristopher, tetapi dia tidak punya pilihan lain selain menarik garis tegas. Dia tidak ingin asal berhubungan dengan laki-laki dan hatinya pun masih belum siap usai dikhianati kekasih dan temannya."Apa kata-kataku keterlaluan? Dia pasti marah," gumam Yuki.Yuki menggelengkan kepalanya cepat, "sudahlah. Mau dia marah atau enggak aku nggak peduli. Kalau misal marah terus aku dipecat ya terima aja," batin Yuki.Yuki mencoba melupakan sesaat apa yang terjadi dan mulai fokus bekerja. Beberapa menit kemudian, satu per satu rekan kerja lain mulai berdatangan. Sampai saat Luna datang dengan membawa hadiah untuk semua rekan satu divisinya. Membuat seluruh ruangan heboh."Semuanya, aku bawakan kalian hadiah. Mohon diterima ya," kata Luna dengan tersenyum cantik.Seorang menerima pemberian Luna, "wah, apa ini?""Makasih, Luna.""Wow, bagus sekali. Makasih,
Setelah kejadian di ruangan CEO, Yuki mulai menghindari Cristopher. Saat berpapasan atau tidak sengaja bertemu, Yuki hanya menundukkan kepala sebagai tanda sopan santun, dan berlalu begitu saja tanpa menatap wajah Cristopher. Hal itu membuat Cristopher semakin gelisah.Cristopher duduk bersandar di sofa ruang kerjanya, "sudah hampir seminggu, saat kami bertemu di lift pun dia hanya menundukkan kepala tanpa melihatku. Apa dia sangat membenciku? Apa yang harus aku lalukan, ya?" batin Cristopher berpikir serius.Pintu ruangan di ketuk, tidak lama pintu terbuka dan seseorang masuk."Tom, apa saja jadwalku hari ini?" tanya Cristopher, mengira seseorang yang datang adalah sekretarisnya, Thomas."Maaf, Pak. Saya diminta Pak Thomas mengantarkan dokumen," kata seseorang yang baru masuk ke dalam ruangan. Yang tak lain adalah Yuki.Yuki yang baru masuk berdiri di belakang Cristopher yang duduk santai di sofa. Mendengar suara yang dirindukan, membuat Cristopher tersenyum. Dia berpikir dia sedan
Keesokan harinya ... Yuki, Amelia dan dua pegawai baru saja masuk ke dalam lift. Beberapa detik kemudian, Cristopher dan Thomas juga ikut masuk. "Selamat pagi, Pak CEO, Pak Thomas." "Selamat pagi, Pak CEO dan Pak Sekretaris." "Pak CEO, Pak Thomas, selamat pagi." Amelia dan dua pegawai lain menyapa Cristopher dan Thomas. Sedangkan Yuki hanya menundukkan kepala sedikit tanpa mengucap salam. Cristopher melihat sekilas para karyawannya dan menganggukkan kepala tanpa menjawab. Dia berdiri membelakangi para keryawannya. "Selamat pagi juga kalian. Maaf ya, saya dan Pak CEO sedang buru-buru. Jadi kami nggak bisa menunggu lift berikutnya," kata Thomas tersenyum menatap orang-orang di belakangnya. Thomas berdiri tepat di samping Cristopher. Thomas menekan lantai tujuannya dan pintu lift pun tertutup. Lift perlahan berjalan naik. "Kapan lift sebelah akan diperbaiki?" tanya Cristopher pada Thomas. "Oh, saya sudah meminta pihak keamanan mengurusnya. Mungkin nanti," jawab Thomas.
Luna mendatangi tempat Yuki dan Amelia berada dengan segelas air di tangannya. Tanpa ragu-ragu Luna menuang air ke kepala Yuki."Dasar perempuan gila. Rasain nih," kata Luna mengatai Yuki.Yuki terkejut karena kepalanya tiba-tiba basah, saat memalingkan pandangan ke sisi kanan, dia melihat Luna sudah berdiri di sampingnya dengan tatapan mata yang tajam."Apa-apaan ini, Luna?" tanya Yuki, langsung berdiri dari duduknya."Dasar jalang gila! Bisa-bisanya kamu nendang kaki Dion sampai memar. Maksud kamu tuh apa sih? Kamu mau caper?" sentak Luna marah.Yuki memutar bola mata mendengar ocehan Luna yang menuduhnya mencari perhatian dengan tersenyum masam."Caper katamu? Jangan asal nuduh tanpa bukti deh. Aku nendang Dion karena Dion yang mulai duluan," Yuki menyincing lengan pakaiannya sebelah kanan dan menunjukkan luka memar dari cengkraman Dion, "aku sendiri pun dibuat kayak gini sama Dion."Luna melihat luka memar Yuki, "apa sih, cuma memar gitu doang. Itu nggak ada apa-apanya dibandingk
Di sebuah restoran, terlihat Yuki sedang berbincang dengan seorang wanita paruh baya. Wanita paruh baya tersenyum, "Bagaimana kabarmu, Nak?" tanyanya."Baik, tetapi juga buruk. Singkat saja tanpa perlu basa-basi. Kenapa tante minta kita bertemu?" jawab Yuki yang langsung menanyakan tujuan wanita itu memanggilnya datang."Aduh, kenapa kamu seperti ini. Kita kan sudah lama nggak ketemu. Tante kangen sama kamu. Oh, ya. Kenapa bulan ini kamu enggak transfer ke tante? Tante nungguin loh," ucap wanita paruh baya itu sambil terus tersenyum pada Yuki.Yuki tersenyum tipis, "Tante ngajak aku ketemu cuma tanya soal uang?" tanyanya."Iya dong. Kan tante kaget tiba-tiba aja kamu nggak ngirim uang. Biasanya kamu rutin ngirim," wanita itu masih dengan tidak tahu malunya menjawab perkataan Yuki. Padahal Yuki sudah terlihat muak."Apa Dion nggak memberitahu tante?" tanya Yuki menatap wanita paruh baya dihadapannya, yang ternyata adalah Ibu Dion."Memberitahu apa?" tanya wanita paruh baya itu tidak m
Sesampainya di rumah, Dion langsung berteriak memanggil mamanya. "Mama ... " teriak Dion.Seorang pria paruh baya keluar dari sebuah ruangan, "Ada apa, Dion? Kenapa kamu teriak?" tanyanya."Di mana mama, Pa?" tanya Dion menatap papanya. "Papa nggak tahu. Sejak tadi sore pergi belum pulang," jawab papa Dion.Dion yang kesal langsung melempar jasnya ke sofa dan duduk. Dia tak punya pilihan selain menunggu Mamanya pulang untuk minta penjelasan.Papa Dion menghampiri Dion. Duduk di sofa di hadapan Dion. Melihat anaknya tampak tidak baik-baik saja, Papa Dion langsung bertanya apa hal yang sudah terjadi."Ada apa? Apa ada masalah? Wajahmu tampak lg nggak baik-baik aja," tanya papa Dion yang masih ingin tahu."Apa papa juga tahu?" tanya Dion menatap papanya tiba-tiba."Tahu apa? Kamu ngomong yang jelas dong. Jangan buat papa bingung," jawab papa Dion."Papa tahu nggak kalau selama ini Yuki ngirimin uang ke Mama?" tanya Dion memastikan.Papa Dion terkejut, "Hah? Buat apa Yuki ngirim uang ke
Thomas dan Amelia makan malam bersama. Thomas lebih dulu menghubungi Amelia dan mengajak makan malam dengan alasam tidak ingin makan sendirian."Ada apa, Pak?" tanya Amelia menatap Thomas."Apanya?" jawab Thomas menatap Amelia."Nggak perlu pura-pura. Bapak mau menyampaikan sesuatu, 'kan? atau mau tahu sesuatu?" tanya Amelia."Ya, begitulah. Saya suka kamu peka. Padahal saya sudah bingung mau memulai pembicaraan dari mana," jawab Thomas."Silakan bicara dengan nyaman, Pak. Jangan sungkan," sahut Amelia."Kamu baik-baik saja? Lukamu bagaimana?" tanya Thomas khawatir."Saya baik-baik saja," jawab Amelia."Saya antar ke rumah sakit, ya?" tawar Thomas."Nggak mau ah," jawab Amelia cepat."Kenapa? Memarmu harus diperiksa dokter, Amelia. Gimana kalau ada apa-apa kedepannya?" tanya Thomas."Saya takut diperiksa dokter. Saya pernah punya pengalaman nggak menyenangkan dengan dokter," jawab Amelia menjelaskan alasannya enggan ke dokter."Boleh saya tahu pengalaman apa itu?" tanya Thomas ingin t
Mendengar cerita Amelia, Yuki menjadi sedih. Tanpa sadar air matanya jatuh."His, ngapain juga kamu nangis sih. Kayak anak kecil aja," kata Amelia. Memberikan tisu kepada Yuki.Yuki menyeka air matanya, "kamu tuh ya. Kan sudah aku bilang nggak perlu hiraukan si Luna. Mulutnya memang pedas suka provokasi," katanya terisak."Nggak apa-apa. Aku puas kok sdh tarik rambutnya terus ngeremas mukanya. Hehe ... " sahut Amelia tersenyum.Meski demikian, Amelia tak menceritakan sedetail apa pertengarannya dengan Luna karena tak mau Yuki khawatir. Satu-satunya yang tahu bagaimana keadaan Amelia adalah Thomas. Thomas dan Cristopher bergabung di meja Yuki dan Amelia. Sebelumnya merek berdua izin kepada Yuki dan Amelia, dan dipersilakan."Ada apa ini? Kok suasana begitu serius?" tanya Cristopher."E-enggak apa-apa, Pak," jawab Yuki cepat-cepat menyeka bekas air matanya dengan tisu.Thomas menatap Yuki, lalu menatap Amelia. Ditatapnya cukup lama Amelia untuk melihat bagaimana keadaan seseorang di ha
Amelia dan Yuki makan siang bersama di kantin. Sembari makan, Amelia bercerita apa hal yang terjadi antara dirinya dan Luna.***Malam sebelumnya ..."Luna," panggil Amelia.Amelia mengikuti Luna. Saat di parkiran, Amelia memanggil Luna dan langsung menarik Luna untuk ikut bersamanya."Apaan sih. Lepas!" sentak Luna berontak."Ngapain Amelia di sini?" batin Luna.Amelia mendorong Luna, "mau sampai kapan kamu bertingkah kayak anak kecil? Dasar nggak tau malu," katanya kesal.Luna menatap Amelia, "ada apa denganmu? Kenapa kamu tiba-tiba narik tanganku sampai dorong-dorong aku sih? Nggak jelas banget," ucapnya kesal."Bodo amat. Aku nggak peduli mau kamu kesel kek, enggak kek. Nggak penting tahu," sahut Amelia.Luna mengertukan dahi, "kamu sudah gila, ya?" tanyanya."Dasar gila!" umpat Luna."Ya. Aku sudah gila. Puas?" jawab Amelia mengiakan pertanyaan Luna."Apa Yuki yang menyuruhmu seperti ini? Dibayar berapa sama dia? Mau-maunya kamu jadi budaknya," kata Luna mengejek Amelia."Yuki ng
Amelia berada di atap menikmati pemandangan sekitar. Seseorang menghampiri Amelia dan berdiri disebelahnya, lalu memberikan segelas es cappucino."Nih," kata seseorang itu.Amelia menatap seseorang di sampingnya dan menerima pemberiannya, "makasih," jawabnya."Kamu nggak apa-apa? Lukamu belum juga diobati," kata seseorang itu, yang tak lain adalah Thomas."Saya nggak apa-apa kok. Luka kecil gini nanti juga sembuh sendiri," jawab Amelia."Jangan sepelekan luka kecil. Kamu nggak pernah dengar kalau sesuatu hal besar terjadi karena hal kecil?" sahut Thomas.Amelia menatap Thomas, "bapak kenapa ke sini? Tadi bapak chat saya tanya di mana cuma mau ngikutin saya terus ngejek saya gitu?" tanyanya."Enggaklah. Ngapain juga saya ngejek kamu. Saya tuh khawatirin kamu," jawab Thomas."Bapak khawatir sama saya? Nggak perlu repot-repot, Pak. Saya nggak apa-apa kok," jawab Amelia lagi."Kenapa sih, kamu mesti bertengkar sama Luna? Coba saya nggak lewat tadi malam, kamu pasti sudah dirumah sakit sek
Keesokan harinya, Cristopher bangun awal dan mengajak Stevy jalan-jalan. Setelah berjalan cukup lama, Cristopher dan Stevy beristirahat.Cristopher memberi Stevy snack, "makan pelan-pelan," ucapnya. Terlihat Stevy makan dengan lahap, tapi tetap teratur. Stevy makan snacknya sampai habis. Setelah makan snack, Stevy menjilati kaki depannya dan membersihkan mulutnya."Stevy," panggil Cristopher.Stevy menatap Cristopher.Cristopher mengusap kepala Stevy, "apa kamu sudah merindukan rumah kita? Mungkin nanti kita kembali," ucapnya.Stevy mengedipkan mata, lalu mengusapkan kepalanya ke lengan Cristopher."Kenapa? Kamu nggak mau pulang?" tanya Cristopher.Cristopher mengangkat tubuh Stevy, "kita nggak bisa terus tinggal di rumah Yuki. Papamu ini sudah cukup banyak merepotkannya. Kamu juga sering merepotkannya, 'kan?" katanya meletakkan Stevy ke pangkuannya.Cristopher menatap gedung apartemen tempat Yuki tinggal dari jauh. Cukup lama gedung itu ditatapnya, sampai dia mengajak Stevy lanjut b
Setelah mengatakan apa yang diinginkan, Yuki lantas kembali ke mejanya. Siang itu dia tidak ingin melanjutkan lebih panjang lagi dan meminta dua orang yang menggosipkannya menyatakan permintaan maaf secara resmi.Saat Yuki kembali ke meja tempatnya makan, semua orang kembali dikejutkan oleh sosok yang ada disamping Yuki.Cristopher menatap Thomas seolah mengisyaratkan sesuatu. Tau apa kemauan atasannya, Thomas segera berdiri dari duduknya dan membubarkan orang yang berkerumun, ataupun orang yang memperhatikan. Dan akhirnya setelah beberapa menit, semua menjadi tenang kembali.Yuki melanjutkan makan dengan tenang, begitu juga Cristopher, Thomas dan Amelia. Tak ada satupun dari mereka yang membahas tentang kejadian sebelumnya sampai makan siang berakhir.***Sementara itu di tempat lain ...Dion dan Luna lagi-lagi berdebat. Dion menyalahkan Luna yang selalu membuat masalah dan membuatnya pusing."Jangan seperti ini lagi," kata Dion dengan nada suara rendah."Kenapa kamu nggak pernah be
Thomas melirik menatap ketiga orang yang bergosip. "Astaga, mereka berani sekali bergosip di depan orangnya langsung. Apa Yuki baik-baik saja? Rumor itu kan rumor yang sengaja dibuat Luna untuk menjatuhkan Yuki. Kenapa juga mereka percaya dengan rumor murahan seperti itu? Dasar penggosip," batin Thomas tidak senang. Thomas menatap Cristopher, " apa Pak Cris akan melakukan sesuatu? Aku rasa beliau tak akan diam saja mendengar wanita yang disukainya direndahkan didepannya," batin Thomas lagi. Thomas merasa khawatir hal besar akan terjadi jika ketiga orang yang membicarakan Yuki masih terus bergosip. Amelia mengepalkan tangan geram, "nggak tau malu banget ngomongin orang lain yang enggak-enggak. Sudah sinting ya mereka? aku akan beri mereka pelajaran. Beraninya kalian ngomongin Yuki," batin Amelia kesal. Amelia sudah bersiap ingin menghampiri ketiga orang yang menggosipkan Yuki. Cristopher mengerutkan dahi mendengar pembicaraan yang tak enak didengar. "Siapa mereka? Bisa-bis
10 menit sebelum jam makan siang. Luna tiba-tiba menghampiri meja Amelia dan meletakkan sesuatu di atas meja kerja Amelia. Dia lanjut ke meja Yuki dan meletakkan sesuatu yang sama di atas meja Yuki."Sebenarnya aku nggak mau ngundang kalian, tapi gimama lagi. Kalian berdua 'kan juga rekan satu divisiku. Nggak mungkin juga aku abaikan kalian," kata Luna dengan tatapan sinis dan ucapan yang pedas.Amelia memukul meja, "nggak mau ngundang ya nggak usah ngundang. Nggak usah pakai alesan terpaksa karena rekan kerja. Kelihatan banget kamu cuma mau dapat kesan baik di mata orang lain," katanya kesal."Ya udah sih, cuma gitu aja udah marah-marah nggak jelas. Dasar orang aneh," kata Luna."Apa? Kamu bilang apa? Dasar ja ... " kata Amelia berdiri dari duduknya, yang langsung mulutnya di bekap Yuki sehingga tak bisa melanjutkan ucapannya."Makasih undangannya. Kami pasti dateng kok. Kalau kamu sudah selesai, kamu bisa 'kan pergi? Ngga enak kalau sampai ini dilanjutkan. Kamu juga nggak mau 'kan n
Esok harinya ...Rapat telah usai dan semua orang keluar dari ruang rapat, kecuali dua divisi yang diminta tinggal oleh Cristopher. Dion dan Harris sedang berbincang dengan Cristopher. Dan setelah berbincang cukup lama, keduanya dipersilahkan keluar. Tak lupa Cristopher meminta Thomas mencatata ringksanan permbicaraan dirinya dengan dua orang dari divisi produksi.Cristopher kini beralih ke divisi pemasaran. Ruben dan Yuki menjawab dengan baik untuk setiap pertanyaan yang diajukan Cristopher. Sesekali pandangan Cristopher dan Yuki bertemu, tetapi keduanya kembali fokus pada pertemuan."Bolehkah saya minta dijelaskan tentang rencana anda, Nona Yuki?" tanya Cristopher menatap Yuki."Dengan senang hati, Pak. Saya akan je ... " jawab Yuki yang langsung di sela.Cristopher menatap Ruben, "Pak kepala divisi, jika anda sibuk anda boleh segera kembali. Namun, apakah saya boleh meminjam staf terbaik anda sebentar? Sepertinya perlu waktu bagi Nona Yuki menjelaskan. Apa tidak apa-apa?" tanya Cr