Yuki duduk di kursinya dan memikirkan apa yang baru saja terjadi antara dia dan Cristopher. Sebenarnya dia tidak bermaksud bicara kasar pada Cristopher, tetapi dia tidak punya pilihan lain selain menarik garis tegas. Dia tidak ingin asal berhubungan dengan laki-laki dan hatinya pun masih belum siap usai dikhianati kekasih dan temannya.
"Apa kata-kataku keterlaluan? Dia pasti marah," gumam Yuki. Yuki menggelengkan kepalanya cepat, "sudahlah. Mau dia marah atau enggak aku nggak peduli. Kalau misal marah terus aku dipecat ya terima aja," batin Yuki. Yuki mencoba melupakan sesaat apa yang terjadi dan mulai fokus bekerja. Beberapa menit kemudian, satu per satu rekan kerja lain mulai berdatangan. Sampai saat Luna datang dengan membawa hadiah untuk semua rekan satu divisinya. Membuat seluruh ruangan heboh. "Semuanya, aku bawakan kalian hadiah. Mohon diterima ya," kata Luna dengan tersenyum cantik. Seorang menerima pemberian Luna, "wah, apa ini?" "Makasih, Luna." "Wow, bagus sekali. Makasih, Luna." Semua orang mendapatkan satu hadiah dari Luna termasuk Yuki. Saat memberikan hadiah ke Yuki, Luna dengan lantang mengatakan jika hadiah itu adalah hadiah untuk merayakan hari bahagianya. "Aku akan menikah dengan Dion dari divisi produksi. Nanti aku akan mengundang kalian semua," rupanya Luna mencoba memanas-manasi Yuki. "Saat aku dan Dion menikah nanti, jangan lupa datang ya. Aku menantikan kedatangamu," kata Luna menatap Yuki. Yuki meletakkan hadiah pemberian Luna di atas meja, "aku pasti akan datang dan memberikan kalian ucapan selamat," jawab Yuki tersenyum cantik. "Apa kamu sedang kesal sekarang?" tanya Luna. Yuki tertawa menatap Luna, "hahaha ... apa? Kesal? Aku kesal padamu? Maaf, tapi sepertinya kamu salah paham. Aku sama nggak kesal tuh. Aku justru bersyukur, akhirnya aku tahu seperti apa kalian berdua. Ternyata kalian memang sangat cocok," Yuki sengaja mengatakan sesuatu yang pedas untuk memancing kekesalan Luna. "Apa maksudmu ngomong gitu, Yuki? Kamu nggak senang kan aku sama Dion mau nikah? Iya kan? Jujur aja deh, nggak usah ngomong yang nggak jelas gitu. Apa kamu masih ngarep balikan sama Dion? Jangan harap! Dion udah nggak punya rasa sama kamu," Luna membalas perkataan Yuki dengan percaya diri. "Ya, ya, ya. Terserahlah kamu mau ngomong apa. Asal kamu tahu ya, aku nggak pernah ngarep balikan sama Dion tuh. Ngomong-ngomong kalau kamu udah nggak ada urusan balik sana ke mejamu. Aku sibuk. Nggak ada waktu ngeladenin kamu yang nganggur," sahut Yuki yang sudah muak dengan perkataan Luna Luna tak bisa berkata-kata lagi. Dia langsung pergi meninggalkan Yuki. Amelia mendekati Yuki, "wah, hebat. Kamu keren," pujinya. "Apa sih. Gitu aja dibilang keren. Kamu juga kerja sana jangan cuman ngegosip," kata Yuki memperingatkan. "Beneran nih mereka mau nikah? Hadiah ini sogokan gitu? Dih," ejek Amelia merasa jijik. Amelia menatap Yuki, "kamu beneran nggak apa-apa, kan?" tanyanya khawatir. "Nggak apa kok. Ngapain juga aku harus kenapa-kenapa hanya kerena mereka mau nikah. Aku dan Dion udah nggak ada hubungan lagi. Mau Dion nikah sama siapa ya bukan urusanku. Aku udah buang jauh-jauh perasaanku buat dia," jawab Yuki serius. Amelia menganggukkan kepala tanpa berkata apa-apa dan mulai bekerja. Begitu juga Yuki. *** Siang harinya ... Karena malas, Yuki memilih untuk tidak pergi makan siang. Saat Yuki membuka laci meja ingin mengambil buku catatannya, dia menemukan sesuatu. Dia melihat ada bungkusan berisikan makanan dan minuman dengan catatan yang menempel pada minuman. Diambilnya catatan itu dan dibacanya. Yuki terkejut saat melihat isi catatan yang ditulis oleh seseorang dengan inisial C. "Nona Bar, bagaimanapun pembicaraan kita belum selesai. Aku harap kamu nggak keberatan dengan apa yang kuberikan." Yuki melihat makanan dan minuman di dalam laci, lalu mengeluarkannya. "Apa lagi ini? Dia maunya apa sih. Kapan juga dia naruh ini di sini?" batin Yuki. Yuki melihat sekeliling, di dalam ruangan memang sepi tidak ada orang lain selain dirinya. "Apa dia datang waktu aku ke kamar mandi?" gumam Yuki. "Ah, sudahlah. Ngapain juga dipikirin," kata Yuki menggeser makanan dan minuman sedikit ke tepi agar dia bisa melanjutkan pekerjaannya. Beberapa saat kemudian, saat sedang bekerja, perutnya terasa lapar. Beberapa kali Yuki melirik ke arah bungkusanan makanan yang diberikan Cristopher untuknya. Sampai akhirnya Yuki tak bisa menolak lagi dan memakannya. "Nggak baik buang-buang makanan, kan. Meski aku nggak seberapa suka sama yang ngasih ini, tapi makanannya kan nggak salah. Selamat makan," batin Yuki dan langsung makan dengan lahap. Yuki yang sudah kenyang melanjutkan pekerjaan. Makanan dan minuman yang diberikan Cristopher akhirnya hanya tersisa bungkusnya saja. *** Di ruang CEO ... Cristopher memeriksa berkas dokumen yang menumpuk di mejanya. Dia berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati dinding kaca, pandangannya langsung tertuju ke luar gedung. "Kenapa dia menolakku? Apa aku salah kalau mau tanggung jawab?" batin Cristopher bingung. Terdengar pintu ruangan di ketuk, dan tidak lama pintu terbuka. Thomas masuk, lalu menutup pintu dan berjalan mendekati Cristopher yang masih berdiri menikmati pemandangan luar. "Pak, ada dokumen yang perlu anda tanda tangani," kata Thomas memberitahu. Meletakkan dokumen di atas meja kerja Cristopher. "Tom," panggil Cristopher. "Ya, Pak?" jawab Thomas cepat. "Apa alasan perempuan menolak laki-laki yang berniat baik?" tanya Cristopher tiba-tiba. Thomas menyatukan alisnya, "bisa anda jelaskan detailnya?" tanyanya. "Jadi, ada laki-laki dan perempuan yang sudah bermalam bersama tanpa saling mengenal, ataupun saling memiliki hubungan. Di saat si laki-laki mau tanggung jawab sama si perempuan, si perempuan malah nggak mau dan memilih menjauhi si laki-laki. Bagaimana pendapatmu?" tanya Cristopher yang baru saja menjelaskan. "Ah, apakah ini cerita tentang anda dan Nona Yuki? Anda ditolak rupanya," sahut Thomas tersenyum seolah sedang mengejek Cristopher. Cristopher memalingkan pandangan menatap Thomas, "kamu mau dipecat, ya?" "Ma-maaf, Pak. Tolong jangan marah. Saya akan menyampaikan pendapat saya sekarang. Menurut saya ada kemungkinan memang No ... ah, maksud saya si perempuan memang tidak menyukai an ... maksud saya si laki-laki. Jadi, kejadian itu murni hanya gairah sesaat saja. Namun, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk bisa menarik perhatian si perempuan dan meluluhkan hatinya," jelas Thomas. "Sebutkan beberapa hal itu," tanya Cristopher penasaran. "Tentu saja anda harus bersikap baik, ramah dan tidak menunjukkan sisi buruk Anda. Lebih tepatnya anda perlu melakukan pendekatan, Pak. Saling mengenal dan perbayak berkomunikasi," jawab Thomas tersenyum lagi. Cristopher berbalik, berjalan menuju meja kerjanya dan memeriksa dokumen yang baru saja dibawakan oleh Thomas. Setelah memeriksa, Cristopher segera menandatangani dokumen itu dan menyerahkan pada Thomas. Thomas menerima dokumen dari Cristopher dan langsung pergi meinggalkan ruangan. Sementara itu Cristopher duduk termenung memikirkan perkataan Thomas. "Apa aku harus mengikuti perkataan Thomas? Bagaimana caranya mendekat sementara dia saja menarik batas. Ah, aku benar-benar dibuat gila olehnya," batin Cristopher gelisah. Cristopher mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Yuki. Namun, panggilan Cristopher diabaikan. Sampai tiga kali Cristopher mencoba menghubungi Yuki, tetapi panggilannya sama sekali tak diterima. Bahkan setelah menunggu selama hampir satu jam, tak ada tanda-tanda telepon balik dari Yuki.Setelah kejadian di ruangan CEO, Yuki mulai menghindari Cristopher. Saat berpapasan atau tidak sengaja bertemu, Yuki hanya menundukkan kepala sebagai tanda sopan santun, dan berlalu begitu saja tanpa menatap wajah Cristopher. Hal itu membuat Cristopher semakin gelisah.Cristopher duduk bersandar di sofa ruang kerjanya, "sudah hampir seminggu, saat kami bertemu di lift pun dia hanya menundukkan kepala tanpa melihatku. Apa dia sangat membenciku? Apa yang harus aku lalukan, ya?" batin Cristopher berpikir serius.Pintu ruangan di ketuk, tidak lama pintu terbuka dan seseorang masuk."Tom, apa saja jadwalku hari ini?" tanya Cristopher, mengira seseorang yang datang adalah sekretarisnya, Thomas."Maaf, Pak. Saya diminta Pak Thomas mengantarkan dokumen," kata seseorang yang baru masuk ke dalam ruangan. Yang tak lain adalah Yuki.Yuki yang baru masuk berdiri di belakang Cristopher yang duduk santai di sofa. Mendengar suara yang dirindukan, membuat Cristopher tersenyum. Dia berpikir dia sedan
Keesokan harinya ... Yuki, Amelia dan dua pegawai baru saja masuk ke dalam lift. Beberapa detik kemudian, Cristopher dan Thomas juga ikut masuk. "Selamat pagi, Pak CEO, Pak Thomas." "Selamat pagi, Pak CEO dan Pak Sekretaris." "Pak CEO, Pak Thomas, selamat pagi." Amelia dan dua pegawai lain menyapa Cristopher dan Thomas. Sedangkan Yuki hanya menundukkan kepala sedikit tanpa mengucap salam. Cristopher melihat sekilas para karyawannya dan menganggukkan kepala tanpa menjawab. Dia berdiri membelakangi para keryawannya. "Selamat pagi juga kalian. Maaf ya, saya dan Pak CEO sedang buru-buru. Jadi kami nggak bisa menunggu lift berikutnya," kata Thomas tersenyum menatap orang-orang di belakangnya. Thomas berdiri tepat di samping Cristopher. Thomas menekan lantai tujuannya dan pintu lift pun tertutup. Lift perlahan berjalan naik. "Kapan lift sebelah akan diperbaiki?" tanya Cristopher pada Thomas. "Oh, saya sudah meminta pihak keamanan mengurusnya. Mungkin nanti," jawab Thomas.
Luna mendatangi tempat Yuki dan Amelia berada dengan segelas air di tangannya. Tanpa ragu-ragu Luna menuang air ke kepala Yuki."Dasar perempuan gila. Rasain nih," kata Luna mengatai Yuki.Yuki terkejut karena kepalanya tiba-tiba basah, saat memalingkan pandangan ke sisi kanan, dia melihat Luna sudah berdiri di sampingnya dengan tatapan mata yang tajam."Apa-apaan ini, Luna?" tanya Yuki, langsung berdiri dari duduknya."Dasar jalang gila! Bisa-bisanya kamu nendang kaki Dion sampai memar. Maksud kamu tuh apa sih? Kamu mau caper?" sentak Luna marah.Yuki memutar bola mata mendengar ocehan Luna yang menuduhnya mencari perhatian dengan tersenyum masam."Caper katamu? Jangan asal nuduh tanpa bukti deh. Aku nendang Dion karena Dion yang mulai duluan," Yuki menyincing lengan pakaiannya sebelah kanan dan menunjukkan luka memar dari cengkraman Dion, "aku sendiri pun dibuat kayak gini sama Dion."Luna melihat luka memar Yuki, "apa sih, cuma memar gitu doang. Itu nggak ada apa-apanya dibandingk
Di sebuah restoran, terlihat Yuki sedang berbincang dengan seorang wanita paruh baya. Wanita paruh baya tersenyum, "Bagaimana kabarmu, Nak?" tanyanya."Baik, tetapi juga buruk. Singkat saja tanpa perlu basa-basi. Kenapa tante minta kita bertemu?" jawab Yuki yang langsung menanyakan tujuan wanita itu memanggilnya datang."Aduh, kenapa kamu seperti ini. Kita kan sudah lama nggak ketemu. Tante kangen sama kamu. Oh, ya. Kenapa bulan ini kamu enggak transfer ke tante? Tante nungguin loh," ucap wanita paruh baya itu sambil terus tersenyum pada Yuki.Yuki tersenyum tipis, "Tante ngajak aku ketemu cuma tanya soal uang?" tanyanya."Iya dong. Kan tante kaget tiba-tiba aja kamu nggak ngirim uang. Biasanya kamu rutin ngirim," wanita itu masih dengan tidak tahu malunya menjawab perkataan Yuki. Padahal Yuki sudah terlihat muak."Apa Dion nggak memberitahu tante?" tanya Yuki menatap wanita paruh baya dihadapannya, yang ternyata adalah Ibu Dion."Memberitahu apa?" tanya wanita paruh baya itu tidak m
Sesampainya di rumah, Dion langsung berteriak memanggil mamanya. "Mama ... " teriak Dion.Seorang pria paruh baya keluar dari sebuah ruangan, "Ada apa, Dion? Kenapa kamu teriak?" tanyanya."Di mana mama, Pa?" tanya Dion menatap papanya. "Papa nggak tahu. Sejak tadi sore pergi belum pulang," jawab papa Dion.Dion yang kesal langsung melempar jasnya ke sofa dan duduk. Dia tak punya pilihan selain menunggu Mamanya pulang untuk minta penjelasan.Papa Dion menghampiri Dion. Duduk di sofa di hadapan Dion. Melihat anaknya tampak tidak baik-baik saja, Papa Dion langsung bertanya apa hal yang sudah terjadi."Ada apa? Apa ada masalah? Wajahmu tampak lg nggak baik-baik aja," tanya papa Dion yang masih ingin tahu."Apa papa juga tahu?" tanya Dion menatap papanya tiba-tiba."Tahu apa? Kamu ngomong yang jelas dong. Jangan buat papa bingung," jawab papa Dion."Papa tahu nggak kalau selama ini Yuki ngirimin uang ke Mama?" tanya Dion memastikan.Papa Dion terkejut, "Hah? Buat apa Yuki ngirim uang ke
Malam hari sebelum kejadian, Dion ternyata lebih dulu menghubungi Yuki. Merasa khawatir pada keadaan Dion, Yuki lantas menyusul Dion setelah tahu di mana Dion berada. Saat Yuki ingin membantu Dion yang sedang mabuk berat, tiba-tiba saja Luna muncul dan langsung membantu Dion. Yuki lantas mengurungkan niatnya dan memilih untuk pulang. Sepanjang perjalanan pulang, Yuki merasa sedih. Air matanya menetes begitu saja membasahi kedua pipinya. Aneh memang, kenapa dia harus menangisi laki-laki yang mengkhianatinya? Namun, Yuki tak bisa menepis jika Dion adalah sosok yang amat disayanginya. Yuki menyeka air matanya, "Kamu nggak boleh lemah, Yuki. Beginilah hidup. Nggak semua berjalan sesuai keinginanmu," batinnya. Sesampainya di rumah, Yuki segera meringkas dan memilah semua barang pemberian Dion. Memasukkannya ke dalam kotak besar. Ada beberapa boneka, pakaian, sepatu, bahkan jam tangan pasangan. Ada juga cincin yang Dion berikan sebagai hadiah ulang tahunnya tahun lalu. Tak hanya itu,
Saat Dion ingin pergi meninggalkan Luna, Luna mengatakan sesuatu yang membuat Dion mengurungkan niatnya untuk pergi.Luna manatap punggung Dion yang membelakanginya, "Nggak cuma kamu yang bisa ngancam, Dion."Dion memegang gagang pintu darurat, "aku nggak peduli ucapanmu," ucap Dion tanpa memalingkan pandangan.Luna tersenyum masam, "wah, kamu sungguh nggak peduli? Meski itu adalah aibmu?" tanya Luna."Apapun itu aku udah bilang aku nggak peduli. Jangan ganggu aku, aku sibuk. Tunggu aku hubungi aja," kata Dion masih tidak mau peduli perkataan Luna."Ok, kita lihat aja. Sampai mana kamu bisa keras kepala dengan ketidakpedulianmu, setelah aku menyebar video kita semalam. Atau aku perlu mempostingnya di grup chat kantor?" Luna mulai menunjukkan taringnya untuk menggigit Dion.Dion berbalik menatap Luna, "apa maksudmu, Luna?" tanyanya dengan raut wajah tak senang.Luna tersenyum, "kenapa? Kamu takut?" ucap Luna merasa puas melihat wajah tidak senang Dion."Video apa yang kamu bicarakan?"
Seminggu telah berlalu, dan minggu berikutnya datang. Dalam seminggu, sudah banyak makanan, minuman, makanan penutup atau snack yang diterima Yuki dari Cristopher. Namun, semuanya diberikan Yuki pada Amelia dengan berbagai macam alasan. Tentu saja Amelia yang awalnya biasa saja akhirnya menaruh rasa curiga dan penasaran akan berbagai macam makanan yang selama ini diterimanya.Amelia menggeser kursinya mendekati Yuki yang sedang duduk menatap layar komputer."Yuki," panggil Amelia."Hm," jawab Yuki."Aku tuh penasaran, tapi ya nggak enak juga mau tanya. Gimana ya?" kata Amelia ragu-ragu."Apa sih? Tanya ya tanya aja, biar nggak penasaran. Kalau enggak ya enggak. Nggak usah bingung dong," sahut Yuki tanpa tahu apa maksud Amelia."Gitu ya, ya udah kalau gitu aku mau tanya nih ... sebenarnya makanan yang kamu kasih ke aku kamu beli atau kamu dapat dari orang? Jawab jujur," tanya Amelia tiba-tiba.Yuki langsung terdiam mendengar pertanyaan Amelia. Namun, dia masih belum bisa mengatakan yan
Amelia membuka pintu sebuah mobil, masuk dan segera menutup pintu mobil. Di dalam mobil, sudah ada Thomas yang menunggunya."Ada apa, Pak?" tanya Amelia menatap Thomas."Sudah selesai makan dan mainnya sama Yuki? Kok cuma sebentar?" tanya Thomas balik, tanpa menjawab pertanyaan Amelia."Ya karena kami memang sudah mau pulang aja. Bapak nggal jawab pertanyaan saya, kenapa minta ketemu saya?" tanya Amelia usai menjawab pertanyaan Thomas.Thomas mendekatkan wajahnya mentap Amelia. Dipegangnya wajah Amelia untuk melihat luka-luka diwajah Amelia."Masih belum pulih benar ya," ucap Thomas.Amelia mengerutkan dahi, "bapak ngapain?" tanyanya dengan suara pelan.Thomaa menatap Amelia, "saya lagi lihat luka kamu," jawabnya."Eh, bapak nggak usah segininya. Saya kaget lho bapak tiba-tiba pegang-pegang wajah saya, terus dekat-dekat saya. Untungnya saya nggak salah paham," ucap Amelia. Amelia sengaja mengungkapkan isi pikiran dan hatinya."Salah paham apa?" tanya Thomas."Salah paham kalau bapak
Amelia dan Yuki makan malam bersama di sebuah restoran. Selesai makan, Amelia mengajak Yuki jalan-jalan sebentar di taman pusat kota."Tumben mau aku ajak jalan-jalan," kata Amelia."Sesering itu kah aku menolakmu, Nona Amelia?" tanya Yuki menggoda Amelia."Iya, sering. Sering benget. Diajak ke mana-mana selalu aja tuh jawabannya males, capek, aduh lain kali aja ya. Sampai gemes, tapi ntar alu gemesin kamunya ngambek," jawab Amelia.Yuki tersenyum cantik, "aduh, aduh, teman kesayanganku ngambek nih. Uh, imutnya ... " ucap Yuki menggoda Amelia lagi."Omong-omong, pernikahan Dion dan Luna itu serius atau gimana ya?" tanya Amelia.Yuki menatap Amelia, "emang kenapa? Ada yang salah dengan pernikahan mereka?" tanyanya."Kamu enggk buka undangannya? Nggak baca isinya?" tanya Amelia.Yuki menggelengkan kepala, "enggak. Aku aja lupa aku taruh mana undangannya. Kayakny sih di laci meja kantor. Apa kebawa pulang ya? Nggak taulah, nanti aku cari. Emang apa isinya? Dan kapan itu acaranya? Soalny
Amelia dan Yuki kembali bekerja setelah makan siang. Keduanya fokus pada pekerjaan masing-masing. Sesekali Ameli mengintip Yuki. Terlihat Yuki bergitu serius bekerja, membuat Amelia tak enak kalau sampai mengganggu temannya itu."Apa yang dimaksud Dion tadi, ya? Astaga, aku sampai segininya kepikirian. Satu-satunya biar nggak penasaran ya aku langsung tanya ke Yuki. Cuma dia sekarang lagi sibuk. Gimana dong?" batin Amelia.Amelia menghela napas panjang. Mau tak mau dia harus sabar menuggu setelah pulang kerja agar bisa bicara dengan Yuki.***Pukul 17.15 sore. Terlihat Yuki sedang berkemas. Begitu juga Amelia. Selesai berkemas, Amelia menghampiri Yuki dan mengajak Yuki pulang bersama."Yuk, pulang bareng," kata Amelia menawari."Yuk," jawab Yuki.Amelia dan Yuki pergi meninggalkan ruangan bersama. Keduanya menunggu di depan lift, dan saat pintu lift terbuka, tampak Cristopher dan Thomas ada di dalam lift. Thomas tersenyum menatap Amelia dan Yuki. Amelia juga tersenyum, dan keduanya
Malam sebelumnya ...Dion mensihati Luna agar Luna tak terus saja mencari-cari masalah dengan rekan sekantor. "Luna, bisa nggak kamu menahan dirimu sedikit? Malu kalau sampai diomongin orang-orang kator lho," ucap Dion.Luna mengerutkan dahi, "bukan aku duluan yang mulai kok. Yang mulai ya teman mantammu itu," jawabnya."Nggak perlu bawa-bawa mantan. Yang udah ya udah. Nggak usah dibahas," sahut Dion tidak senang.Luna menatap Dion, "kenapa? Emang kenyataannya kayak gitu. Pasti itu mantan kamu yang nyuruh temannya buat nganiaya aku," ucap Luna mengadu."Belum tentu. Kalau misal bukan dia yang nyuruh temannya gimana?" jawab Dion."Kamu kok jadi bela dia sih," sahut Luna kesal."Aku nggak bela. Bela darimananya? Selalu omonganku kamu puter-puter biar jadinya aku yang salah deh. Ini kebiasaammu yang nggak aku sukai," jawab Dion berterus terang."Oh, gitu. Jadi aku yang salah sekerang? Iya? Bagus. Salahin aja terus," sahut Luna membuang muka."Astaga, kenapa selalu aja kayak gini sih? A
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Cristopher dan Stevy pergi meninggalkan rumah Yuki. Yuki mengantar kepergian Cristopher dan Stevy sampai di parkiran. Sebelum berpisah, Yuki memeluk erat Stevy, mencium Stevy dan mengucapkan selamat tinggal. Hal sama dilakukan Yuki pada Cristopher.***Cristopher baru selesai mandi, dan sedang bercermin. Dia terkejut melihat merah-merah di lehernya."Wah, perempuan itu sungguh membuatku gila. Bagaimana caranya aku menutupi ini? Kayaknya ini gak bisa ketutup krah kemeja seperti yang sebelumnya," batin Cristopher mengusap jejak merah di lehernya. Jejak merah yang ditinggalkan Yuki, letaknya memang berbeda dari jejak yang sebelumnya. Yang saat ini letaknya hampir mendekati rahang kiri dan kanan Cristopher sehingga siapapun yang melihat akan tahu jika itu adalah jejak ciuman.Cristopher segera berganti pakaian, dia menggunakan plaster untuk menutup bekas jejak yang ditinggalakn Yuki. Meski tampak aneh, itu terlihat lebih baik dibandingkan tidak ditutupi
Thomas dan Amelia makan malam bersama. Thomas lebih dulu menghubungi Amelia dan mengajak makan malam dengan alasam tidak ingin makan sendirian."Ada apa, Pak?" tanya Amelia menatap Thomas."Apanya?" jawab Thomas menatap Amelia."Nggak perlu pura-pura. Bapak mau menyampaikan sesuatu, 'kan? atau mau tahu sesuatu?" tanya Amelia."Ya, begitulah. Saya suka kamu peka. Padahal saya sudah bingung mau memulai pembicaraan dari mana," jawab Thomas."Silakan bicara dengan nyaman, Pak. Jangan sungkan," sahut Amelia."Kamu baik-baik saja? Lukamu bagaimana?" tanya Thomas khawatir."Saya baik-baik saja," jawab Amelia."Saya antar ke rumah sakit, ya?" tawar Thomas."Nggak mau ah," jawab Amelia cepat."Kenapa? Memarmu harus diperiksa dokter, Amelia. Gimana kalau ada apa-apa kedepannya?" tanya Thomas."Saya takut diperiksa dokter. Saya pernah punya pengalaman nggak menyenangkan dengan dokter," jawab Amelia menjelaskan alasannya enggan ke dokter."Boleh saya tahu pengalaman apa itu?" tanya Thomas ingin t
Mendengar cerita Amelia, Yuki menjadi sedih. Tanpa sadar air matanya jatuh."His, ngapain juga kamu nangis sih. Kayak anak kecil aja," kata Amelia. Memberikan tisu kepada Yuki.Yuki menyeka air matanya, "kamu tuh ya. Kan sudah aku bilang nggak perlu hiraukan si Luna. Mulutnya memang pedas suka provokasi," katanya terisak."Nggak apa-apa. Aku puas kok sdh tarik rambutnya terus ngeremas mukanya. Hehe ... " sahut Amelia tersenyum.Meski demikian, Amelia tak menceritakan sedetail apa pertengarannya dengan Luna karena tak mau Yuki khawatir. Satu-satunya yang tahu bagaimana keadaan Amelia adalah Thomas. Thomas dan Cristopher bergabung di meja Yuki dan Amelia. Sebelumnya merek berdua izin kepada Yuki dan Amelia, dan dipersilakan."Ada apa ini? Kok suasana begitu serius?" tanya Cristopher."E-enggak apa-apa, Pak," jawab Yuki cepat-cepat menyeka bekas air matanya dengan tisu.Thomas menatap Yuki, lalu menatap Amelia. Ditatapnya cukup lama Amelia untuk melihat bagaimana keadaan seseorang di ha
Amelia dan Yuki makan siang bersama di kantin. Sembari makan, Amelia bercerita apa hal yang terjadi antara dirinya dan Luna.***Malam sebelumnya ..."Luna," panggil Amelia.Amelia mengikuti Luna. Saat di parkiran, Amelia memanggil Luna dan langsung menarik Luna untuk ikut bersamanya."Apaan sih. Lepas!" sentak Luna berontak."Ngapain Amelia di sini?" batin Luna.Amelia mendorong Luna, "mau sampai kapan kamu bertingkah kayak anak kecil? Dasar nggak tau malu," katanya kesal.Luna menatap Amelia, "ada apa denganmu? Kenapa kamu tiba-tiba narik tanganku sampai dorong-dorong aku sih? Nggak jelas banget," ucapnya kesal."Bodo amat. Aku nggak peduli mau kamu kesel kek, enggak kek. Nggak penting tahu," sahut Amelia.Luna mengertukan dahi, "kamu sudah gila, ya?" tanyanya."Dasar gila!" umpat Luna."Ya. Aku sudah gila. Puas?" jawab Amelia mengiakan pertanyaan Luna."Apa Yuki yang menyuruhmu seperti ini? Dibayar berapa sama dia? Mau-maunya kamu jadi budaknya," kata Luna mengejek Amelia."Yuki ng
Amelia berada di atap menikmati pemandangan sekitar. Seseorang menghampiri Amelia dan berdiri disebelahnya, lalu memberikan segelas es cappucino."Nih," kata seseorang itu.Amelia menatap seseorang di sampingnya dan menerima pemberiannya, "makasih," jawabnya."Kamu nggak apa-apa? Lukamu belum juga diobati," kata seseorang itu, yang tak lain adalah Thomas."Saya nggak apa-apa kok. Luka kecil gini nanti juga sembuh sendiri," jawab Amelia."Jangan sepelekan luka kecil. Kamu nggak pernah dengar kalau sesuatu hal besar terjadi karena hal kecil?" sahut Thomas.Amelia menatap Thomas, "bapak kenapa ke sini? Tadi bapak chat saya tanya di mana cuma mau ngikutin saya terus ngejek saya gitu?" tanyanya."Enggaklah. Ngapain juga saya ngejek kamu. Saya tuh khawatirin kamu," jawab Thomas."Bapak khawatir sama saya? Nggak perlu repot-repot, Pak. Saya nggak apa-apa kok," jawab Amelia lagi."Kenapa sih, kamu mesti bertengkar sama Luna? Coba saya nggak lewat tadi malam, kamu pasti sudah dirumah sakit sek