Cristopher dan Yuki baru selesai berkemas. Semua pakaian Yuki sudah dimasukkan dalam koper, dan siap dibawa ke apartemen baru.Yang tersisa hanyalah perabotan, seperti meja, sofa dan peralatan dapur. Bahkan semua sepatu dan tas Yuki juga sudah dirapihkan."Sudah semua?" tanya Cristopher menatap Yuki yang celingukan melihat sekeliling.Yuki menganggukkan kepala, "hm, sudah semua. Yang tersisa hanyalah barang-barang yang nggak akan muat masuk dalam mobil. Makasih ya, Pak. Sudah bantu saya," jawab Yuki tersenyum cantik."Sama-sama. Saya senang kok bisa berguna bantuin kamu. Begini lebih baik daripada duduk melipat tangan," jawab Cristopher."Hehe ... bisa aja. Oh, kapan barang yang tersisa ini akan di angkut, pak?" tanya Yuki menatap Cristopher."Terserah kamu maunya kapan. Apa akhir pekan saja?" jawab Cristopher menawari."Hm, gimana ya? Berhubung di tempat baru sudah lengkap sepertinya saya sudah nggak butuh ini semua. Cuma 'kan sayang kalau dibiarin gini aja. Baiknya gimana ya, Pak?"
Keesokan harinya ...Cristopher dan Yuki sudah mulai sibuk bekerja. Terutama Yuki dengan tumpukan dokuman di atas mejanya."Apa kamu akan lembur?" tanya Amelia.Yuki menggelengkan kepala, "enggak kok. Aku masih punya waktu sampai lusa buat selesaikan ini. Jadi nggak sampai lembur. Bisalah dikerjakan sedikit-sedikit. Satu atau dua dokumen nanti aku bawa pulang. Aku kerjakan di rumah," jawab Yuki."Aduh, ngerjarin PR nih," goda Amelia."Hehe, iya. Sudah kayak zaman SMA ya. Kita ngerjain PR bareng di perpustakaan," sahut Yuki mengingat masa lalu."Bener banget. Jadi kangen deh masa-masa SMA," jawab Amelia."Udah ah, mau fokus kerja dulu. Kamu juga, selesaikan dulu pelerjaanmu baru kita ngobrol lagi. Nggak selesai-selesai kalau kita kerja sambil ngobrol," kata Yuki."Hm, ok, Bu Bos. Siap laksanakan," jawab Amelia.Yuki hanya bisa tersenyum mendengar jawaban temannya, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.***Di ruangan CEO ...Thomas baru saja menyampaikan jadwal lanjutan hari itu. Cristo
Yuki sedang berbicara dengan Yusak di telepon. Keduanya berbincang cukup lama sampai saat Cristopher tiba. "Kak, besok kita sambung lagi ya. Barangku sudah datang. Aku mau mandi terus makan dan istirahat. Besok harus masuk kerja." "Ya, lakukan dulu apa yang ingin kamu lakukan. Nggak usah buru-buru. Dah ... " "Dah," jawab Yuki yang langsung menutup panggilannya.Yuki bergeges menghampiri Cristopher, "bapak sudah datang," sapanya tersenyum cantik."Teleponan dengan siapa?" tanya Cristopher ingin tahu. Meski sebenarnya dia sudah bisa menebak siapa orangnya."Kak Yusak," jawab Yuki."Oh," sahut Cristopher ber-oh ria.Yuki melihat koper dan tas yang dibawa Cristopher, "makasih, Pak. Saya mau mandi dulu. Sudah keringetan," katanya."Hm, mandilah. Saya mau menelepon dulu. Nggak usah buru-buru mandi. Saya nggak ke mana-mana kok," kata Cristopher."Ok," jawab Yuki.Segera Yuki menarik kopernya dan menenteng tasnya masuk ke dalam kamar.Sementara itu Cristopher sedang sibuk dengan ponselnya.
Yuki memberanikan diri memeluk Yusak sebelum pergi. Dia ingin, setidaknya sekali, bisa merasakan pelukan kakaknya yang selalu dia impikan."Terima kasih, Kak. Saat kakak berkunjung, aku akan memasak untukmu. Mari kita makan bersama, berbelanja dan berlibur bersama. Aku ingin melakukan semuanya denganmu," kata Yuki. Dengan mata berkaca-kaca.Yusak mengeratkan pelukannya, "maafkan aku, adikku. Maafkan aku. Aku nggak bisa melakukan apapun untukmu. Kakakmu ini sangat menyesal, tetapi juga nggak berdaya. Aku menyayangimu," bisiknya lembut.Mata Yuki membulat, mendengar kata-kata yang selama ini dia ingin dengar.Pada akhirnya air mata Yuki jatuh, "aku juga menyayangimu, kak. Sangat," ucapnya."Ya, ya, ya. Aku tahu itu. Jika tidak sayang, nggak mungkin kamu mau bertemu kakakmu ini. Benar, 'kan?" ucap Yusak.Yuki melepas pelukan, "kakak jaga diri baik-baik. Gimanapun menghadapi papa itu nggak mudah. Lebih baik kakak nggak terlalu mencolok supaya nggak terluka. Jangan sampai kakak juga dibenc
Yusak, Cristopher dan Yuki dalam perjalanan menuju hotel tempat Cristopher menginap. Karena tak mmeiliki banyak waktu, Yusak pun mengurungkan niatannya mengajak Yuki dan Cristopher berbicara di tempat lain. Dia memilih berbicara di dalam mobil, dalam perjalanan."Aku akan katakan apa yang aku ingin katakan sekarang, Yuki. Dengarkan baik-baik," kata Yusak."Ya," jawab Yuki."Bangunan gedung apartemen yang kamu tinggali adalah milikku. Aku membelinya karena aku ingin setidaknya membuatmu nyaman. Makanya tak semua orang kuizinkan tinggal. Karena aku tahu sejak kecil kamu nggak terlalu suka keramaian. Namun, sayangnya si satpam pengkhianat itu sudah mengatakan semuanya pada Papa sehingga tempat itu sudah nggak bisa lagi tempati jika ingin menghindari Papa. Intinya kamu harus pindah tempat. Mengerti? Astaga, aku bisa gila. Bisa-bisanya pak tua itu bertindak sejauh ini," ucap Yusak yang terus megomel sambil mengemudi."Aku nggak ngerti maksud ucapanmu, Kak. Hanya saja aku akan pura-pura men
Cristopher menatap Yuki dengan begitu lekat. Karena merasa aneh, Yuki lantas bertanya kenapa Cristopher menatapnya seperti itu."Ada apa, Pak? Kenapa bapak melihat saya seperti itu?" tanya Yuki."Karena kamu sangat cantik. Sayang kalau nggak dilihat," jawab Cristopher menggoda Yuki.Yuki tersenyum cantik, "bapak bisa aja. Jangan mulai ngegombal deh. Apa ada yang mau bapak sampaikan? Kayaknya bapak dari tadi mau ngomong, tapi ragu-ragu gitu. Nggak apa-apa, Pak. Ngomong aja," jawab Yuki. Meminta Cristopher lekas bercerita."Kepala saya pusing. Rasanya kayak mau pecah," ucap Cristopher mengeluh."Bapak sakit? Sudah minum obat? Coba sini saya cek," kata Yuki khawatir. Dia segera bergeser tempat duduk di samping Cristopher, lalu memeriksa suhu tubuh Bosnya itu.Cristopher memegang tangan Yuki yang menempel di dahinya, "saya nggak lagi demam. Cuma pusing," jawabnya."Bapak kenapa? Padahal bapak nggak pernah sakit kepala kayak gini lho," tanya Yuki yang masih khawatir."Setelah sekian lama,