Keesokan harinya ...
Yuki, Amelia dan dua pegawai baru saja masuk ke dalam lift. Beberapa detik kemudian, Cristopher dan Thomas juga ikut masuk. "Selamat pagi, Pak CEO, Pak Thomas." "Selamat pagi, Pak CEO dan Pak Sekretaris." "Pak CEO, Pak Thomas, selamat pagi." Amelia dan dua pegawai lain menyapa Cristopher dan Thomas. Sedangkan Yuki hanya menundukkan kepala sedikit tanpa mengucap salam. Cristopher melihat sekilas para karyawannya dan menganggukkan kepala tanpa menjawab. Dia berdiri membelakangi para keryawannya. "Selamat pagi juga kalian. Maaf ya, saya dan Pak CEO sedang buru-buru. Jadi kami nggak bisa menunggu lift berikutnya," kata Thomas tersenyum menatap orang-orang di belakangnya. Thomas berdiri tepat di samping Cristopher. Thomas menekan lantai tujuannya dan pintu lift pun tertutup. Lift perlahan berjalan naik. "Kapan lift sebelah akan diperbaiki?" tanya Cristopher pada Thomas. "Oh, saya sudah meminta pihak keamanan mengurusnya. Mungkin nanti," jawab Thomas. "Minta kepala bagian kemanan ke ruanganku," kata Cristopher. Thomas menganggukkan kepala, "Baik, Pak." Suasana begitu hening. Dua pegawai saling bersiku. Begitu juga Amelia dan Yuki. Lift tiba di lantai 2. Thomas keluar dari dalam lift untuk memberi ruang para rekannya yang dibelakang. Satu per satu yang ada dalam lift keluar dengan hati-hati dan tenang. Yuki mendapat giliran keluar paling akhir. Sekilas Yuki menatap Cristopher, terlihat Cristopher hanya fokus menatap ponsel di tangan. Setelah semua keluar, Thomas masuk kembali dan pintu lift pun tertutup. *** Siang hari, 10 menit sebelum jam makan siang. Yuki sedang berada di ruangan kepala divisinya. "... itu aja. Kamu boleh kembali Yuki," kata kepala divisi. "Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi," jawab Yuki yang langsung berpamitan. Saat Yuki berbalik dan hendak pergi keluar dari ruangan, Yuki dipanggil oleh kepala divisi. "Oh, Yuki ... " panggil kepala divisi. Yuki menghentikan langkah dan berbalik, "Ya, Pak?" "Bisakah kamu mengantar dokumen ini ke kepala divisi produksi? Tolong ya," kepala divisi meminta bantuan Yuki. Yuki terdiam sesaat, lalu berjalan mendekati kepala divisinya dan menerima dokumen yang akan diberikan ke kepala divisi produksi. "Ini saja, Pak?" tanya Yuki. "Iya," jawab kepala divisi tersenyum. "Kalau gitu saya permisi," Yuki kembali berpamitan. "Terimakasih ya Yuki," kepala divisi mengucapkan terimakasih pada Yuki. Yuki keluar dari ruangan kepala divisi dengan memeluk dokumen yang dititipkan kepala divisi. Sesungguhnya Yuki enggan, tetapi dia tak bisa menolak permintaan atasannya. Sebelum mengantar, Yuki sempat kembali ke mejanya untuk meletakkan sebuah dokumen di atas mejanya, lalu pergi. "Yuki, kamu mau ke mana?" tanya Amelia. Yuki menghentikan langkah nya, berbalik menatap Amelia dan memberitahu tujuannya. "Ke divisi produksi," jawab Yuki. Amelia berdiri dari duduknya dan mendekati Yuki, "Eh, ngapain kamu ke sana?" tanyanya ingin tahu. "Pak Ruben minta aku ngasih ini ke Pak Harris," jawab Yuki sambari menunjukkan dokumen yang dipelukannya. "Mau aku temani?" Amelia menawarkan diri mengantar Yuki. "Kerjaanmu gimana?" tanya Yuki. "Gampanglah itu. Nanti habis makan siang juga bisa dilanjut lagi," jawab Amelia dengan santainya. "Ya, udah. Ayo," jawab Yuki yang langsung melangkahkan kaki pergi dan diikuti oleh Ameia. Dari mejanya, Luna diam-diam memperhatikan dan menguping dengar percakapan Yuki dan Amelia. Wajah Luna tampak kesal. "Dih, paling-paling juga dia yang nawarin buat nganterin dokumennya. Apa ... jangan-jangan dia mau caper ke Dion?" batin Luna tidak senang. Pikirannya langsung memikirkan yang tidak-tidak. Karena kesal Luna sampai tidak sadar meremas dokumen di atas meja di hadapannya. *** Yuki dan Amelia masuk ke dalam ruang divisi produksi dan berjalan menuju ruangan kepala divisi. Seseorang melihat Yuki dan langsung memberitahu kedatangan Yuki kepada Dion. Dion melihat Yuki dan Amelia masuk ke dalam ruang kepala divisi, lalu tidak beberapa lama keluar. Dia segera bangkit dari tempat duduknya, lalu menghampiri Yuki dan Amelia yang hendak pergi meninggalkan ruang divisi produksi. "Yuki," panggil Dion. Yuki dan Amelia keget saat Dion tiba-tiba saja muncul. "Ada urusan apa?" tanya Amelia. "Aku manggil Yuki, bukan kamu. Ngapain kamu yang ngejawab?" sahut Dion tidak senang. Menatap Amelia tajam. Amelia mengerutkan dahi, "Ini orang minta pengen digampar kah?" batinnya. "Suka-sukalah. Inikan mulutku, bukan mulutmu. Lagian ngapain juga orang yang nggaka da urusan manggil-manggil," kata Amelia kesal. "Kamu ... " kata-kata Dion terhenti karena Yuki langsung menengahi keduanya. "Udah, cukup!" sela Yuki. "Mel, nggak usah diladenin. Mending kita pergi aja," bisik Yuki. Yuki yang tidak mau ambil pusing langsung menarik tangan Amelia dan pergi untuk segera pergi meninggalkan ruang divisi produksi. Dion mengerutkan dahi begitu tahu diabaikan oleh Yuki. Dia yang tak terima langsung menyusul dan menarik paksa tangan Yuki. "Beraninya kamu," kata Dion mulai kesal. "Ouch," erang Yuki merasa sakit pergelangan tangannya dicengkram kuat oleh Dion. Yuki mencoba melapaskan tangannya dari cengkraman Dion, tetapi Dion justru semakin kuat mencengkram pergelangan tangan Yuki. Sampai akhirnya apa yang Dion lakukan membuat Yuki murka. "Lepas!" sentak Yuki kesal. Menatap Dion dengan tatapan tajam menusuk. "Mulai sok kamu sekarang. Kamu yang sebelumnya bahkan nggak akan berani natap aku kayak gini," ucap Dion semakin kesal. Yuki mengangkat ujung bibirnya, "Apa? Sok? Kenapa juga aku harus sok ke kamu? Lagian kita nggak ada urusan. Jadi nggak usah merasa paling tersakiti deh. Buruan lepasin tanganku. Ini sakit, Dion," Yuki melontarkan kata-kata pedasnya dan terus menarik tangannya agar terlepas. Melihat temannya kesulitan, Amelia hendak menolong. Namun, yang terjadi justru diluar dugaannya. Yuki yang sudah sangat muak menendang kaki Dion sampai akhirnya tangannya terlepas dari cengkraman Dion. "Aduh ... " rintih Dion kesakitan memegangi kaki kanannya yang ditendang Yuki. "Mampus. Rasain tuh," batin Amelia menahan tawa. Beberapa orang mulai berkerumun untuk melihat apa yang terjadi dan kenapa Dion terlihat kesakitan. Memegangi kaki. Melihat Dion kesakitan, Yuki sedikit merasa puas. Dia langsung mengajak Amelia pergi meninggalkan ruang divisi produksi. Amelia dan Yuki baru saja keluar dari ruang divisi produksi, keduanya memutuskan langsung pergi ke kantin untuk makan siang. Karena jam sudah menunjukkan waktu makan siang. *** Di kantin ... Yuki dan Amelia sudah mengambil makan siang dan mencari tempat duduk. Di tengah jalan keduanya berpapasan dengan Cristopher dan Thomas. Amelia dan Yuki menundukkan sedikit kepala sebagai ganti menyapa. Cristopher membalas anggukan kepala dan langsung pergi meninggalkan keduanya. Thomas tersenyum, "Selamat makan," ucapnya. "Terimakasih, Pak. Pak Thomas juga," jawab Amelia. Thomas menganggukkan kepala, "Ya," jawabnya. Thomas lantas pergi menyusul Cristopher. Amelia dan Yuki juga berjalan ke tempat duduk yang berada tak jauh. "Tumben mereka di kantin," kata Amelia. Menatap ke arah Cristopher dan Thomas yang sedang melihat-lihat menu makan siang. Yuki mengikuti arah pandang Amelia dan menatap Cristopher begitu lekat. "Apa dia beneran marah sama aku? Dia bahkan nggak tersenyum kayak sebelumnya. Wajahnya datar nggak ada ekspresi," batin Yuki menerka-nerka apa yang terjadi pada Cristopher. "Menurutmu, bagaimana Pak CEO?" tanya Amelia pada Yuki. Yuki yang sedang minum langsung tersedak dan terbatuk. Amelia segera berdiri dan menghampiri Yuki, lalu menepuk punggung Yuki pelan. "Apa sih, minum aja sampai gini. Lagi mikir aneh-aneh pasti," kata Amelia. "Apa sih. Balik duduk sana," jawab Yuki. Amelia kembali duduk. Batuk Yuki mulai mereda Dia minum lagi untuk meredam rasa sakit di tenggorokannya dan mulai makan dengan tenang, begitu juga Amelia. "Kamu nggak mau jawab pertanyaanku?" tanya Amelia msnatap Yuki. "Enggak perlu dijawab. Nggak penting juga kan," jawab Yuki. "Oh, sudah pasti bagimu Dion yang paling tampan. Ya, kan? Tampan sih, tapi kalau tukang selingkuh dan suka marah-marah nggak jelas gitu ya ilang tampannya. Yang ada ngeselin tau," kata Amelia. "Siapa juga yang bilang dia tampan," sahut Yuki. "Terus apa? Buktinya kamu diem aja pas aku tanya tentang Pak CEO," Amelia masih gigih ingin tahu pendapat Yuki tentang Cristopher. Yuki menelan makanan dan langsung minum tanpa menanggapi perkataan Amelia. "Apa kira-kira Pak CEO punya pacar, ya? Eh, kalau dipikir-pikir lagi, cewek mana yang mau pacaran sama kulkas. Kulkas bukan sembarang kulkas. Ini kulkas empat pintu loh. Hihi ... pasti deh Pak CEO minus pengalaman sama cewek," ucap Amelia menggosipkan Cristopher. "Pengalaman, ya?" batin Yuki menanggapi perkataan Amelia. Entah kenapa tiba-tiba saja Yuki mengingat momen saat dirinya bertindak gila dengan mengajak Cristopher tidur bersama saat di bar. Bahkan Yuki mengingat betapa bergariahnya malam itu. Yuki tanpa sadar menggebrak meja, membuat Amelia yang asik menikmati makanan tersentak karena kaget. "Apa? Kenapa kamu mukul meja?" tanya Amelia yang baru saja minum segelas air untuk meredakan batuknya. Yuki tersadar kalau dia baru saja membuat masalah. Seketika Yuki kembali duduk dan langsung bersikap tenang seolah tidak terjadi apa-apa. Yuki menggelengkan kepala, "Enggak apa-apa kok. Cuma kesel inget yang tadi aja," jawab Yuki berbohong. Yuki merasa malu sekaligus bersalah sudah berbohong pada teman baiknya. Namun, dia tidak bisa jujur mengataka isi pikirannya karena sudah pasti teman baiknya itu akan syok.Sebelumnya ...Saat Cristopher sedang ikut Stevano bertemu seseorang yang baru tiba dari luar negeri.Stevano sedang berbincang dengan rekannya sambil memancing, sedangkan Cristopher ditemani Thomas sedang mengamati dari jarak yang cukup jauh. Cristopher menatap Thomas, "kamu nggak kencan?" tanyanya."Bagaimana bisa kencan. Bukannya anda minta saya temani hari ini?" jawab Thomas mengingatkan."Ah, iya. Maaf, maaf. Aku lupa. Kamu boleh pergi kalau kamu ingin pergi, Tom. Aku tidak apa-apa sendirian. Pergi sana, nanti pacarmu ngomel kamu nggak punya waktu buat dia. Jangan sampai dia datang ke ruanganku dan protes ya," kata Cristopher. Meminta Thomas untuk segera pulang."Tidak masalah soal itu, Pak. Dia sudah punya kesibukannya sendiri," jawab Thomas."Kesibukan apa?" tanya Cristopher."Sibuk jalan-jalan dan berbelanja dengan kekasih anda tentunya," jawab Thomas."Oh, ya? Yuki nggak bilang tuh kalau mau jalan-jalan dan belanja bareng Amelia. Cuma tadi bilang mau keluar aja gitu," sahut
Selesai makan, Yuki dan Amelia langsung pergi. Saat melewati restoran yang tadi menolaknya, terdengar suara teriakan. Amelia memalingkan pandangan, dia menatap di dalam orang sudah ramai."Ada apaan?" tanya Amelia dalam hati."Apaan, Mel? Kok teriak-teriak? Kemalingan?" tanya Yuki yang juga mendengar suara teriakan."Nggak tau juga ada apa. Eh, itu ada orang. Coba kutanya deh. Kepo juga aku," kata Amelia.Amelia menghampiri beberapa orang yang baru saja keluar dari restoran dan bertanya apa hal yang terjadi.Seseorang menanggapi, dan menceritakan singkat apa hal yang terjadi. Rupanya ada seorang pelanggan yang baru saja menampar pelayan karena katanya menagih bill dan pelanggan nggak ada uang buat bayar, katanya sih dompetnya ketinggalan di mobil, di parkiran. Pas mau diantarkan buat ngambil pelanggan yang laki-laki ngeles dan banyak ngomong yang enggak-enggak. Pokoknya gitu deh. Sampai akhirnya si pelayan marah karena dua pelanggan mau kabur. Ngeri benget," ucap seorang perempuan mu
Beberapa hari kemudian ...Tepatnya diakhir pekan, Yuki janjian dengan Amelia untuk membeli gaun di sebuah butik di Giant Mall. Yuki bermaksud menggunakan kartu pemberian Stevano. Dan berniat membelikan Amelia gaun sebagai hadiah."Pacarmu ke mana? Tumben sekali ngajakin aku belanja?" tanya Amelia. Sesaat setelah bertemu dengan Yuki."Pacarku ada acara penting yang mewajibkan dia hadir. Pacarmu sendiri ke mana?" tanya Yuki balik."Pantesan pacarku lembur. Jangan tanya ke mana, pacarku ya pasti ngikutin pacarmu lah. Dia 'kan sekretaris sekaligus tangan kanan pacarmu," jawab Amelia."Haha ... nasib kita samaan ya. Nggak apa-apa, kita puas-puasin belanja haru ini. Aku akan belikan kamu sebuah gaun," kata Yuki tersenyum senang."Wah, serius? Asik ... kebetulan aku nggak punya gaun yang bisa kupakai hari senin besok. Makasih ya Yuki kesayanganku," kata Amelia memeluk Yuki.Yuki segera mendorong Amelia, "iya-iya. Aduh, jangan peluk-peluk ih. Malu dilihat orang. Dasar," omelnya.Amelia mema
Selesai makan malam bersama, Cristopher mengantar Yuki untuk pulang. Di mengantar kekasihnya sampai di depan pintu apartemen, lalu berpamitan pulang."Aku pulang ya," pamit Cristopher."Ya, hati-hati di jalan. Makasih sudah mau mengantar naik padahal kamu lagi capek," kata Yuki."Nggak masalah. Yang penting kamu selamat dan aman sampai di rumah. Masuklah, lalu mandi dan istirahat. Aku akan pergi setelah kamu masuk," kata Cristopher.Yuki menekan sandi mobil dan membuk pintu. "Aku masuk dulu. Dah," kata Yuki."Dah," jawab Cristopher.Yuki menutup pintu, dan tidak lama pintu terbuka. Cristopher yang hendak berbalik pergi pun kembali terdiam menatap ke arah pintu.Yuki keluar dan langsung berlari menghampiri Cristopher."Ada apa?" tanya Cristopher.Yuki tidak menjawab apa-apa, dia langsung mencium pipi Cristopher dan berlari masuk ke dalam apartemen.Cristopher mematung, dia tidak mengerti apa yang baru saja terjadi. Tiba-tiba ponselnya dalam saku jas bergetar. Diambilnya dan dikeluark
Malam harinya ...Amelia dan Yuki pergi ke parkiran lantai dasar bersamaan. Mereka lantas berpisah karena menaiki mobil yang berbeda.Amelia naik ke mobil Thomas yang sudah menunggu di dalam mobil. Sedangkan Yuki naik ke mobil Cristopher yang juga sudah menunggu Yuki.Yuki menutup pintu mobil, "nunggu lama ya?" tanyanya.Cristopher segera memasang sabuk pengaman Yuki, lalu mencium hidung Yuki."Enggak kok," jawab Cristopher."Tumben turun bareng Amelia?" tanya Cristopher."Ya karena kalian 'kan parkir di tempat yang sama. Kalau beda kami nggak akan mungkin barengan lah," jawab Yuki.Cristopher tersenyum, "iya ya. Aku malah tanya pertanyaan bodoh. Sudah 'kan? Kita pergi kalau sudah. Nggak ada barangmu yang tertinggal? Dompet, ponselmu?" tanya Cristopher menatap Yuki."Nggak ada yang ketinggalan. Semua aman," jawab Yuki."Ok, kita pulang sekarang. Omong-omong, kamu ada mau pergi ke suatu tempat? Atau mau langsung pulang saja?" tanya Cristopher lagi.Yuki sejenak berpikir, lalu memberika
Dion mengajak Luna bicara berdua dia tangga darurat. Dion menginterogasi Luna dan membuat Luna marah sampai menampar Dion."Kamu ini kenapa, sih? Kok main nampar aku," kata Dion. Memegangi wajahnya yang baru saja ditampar."Apanya yang kenapa? Karena kamu pantas ditampar, Dion. Kamu tahu? Aku kayak gini ya gara-gara kamu. Gara-gara mantanmu juga. Kalian itu ngeselin banget. Membawa sial dalam hidupku," kata Luna marah."Sembarangan kalau ngomong. Yang bawa sial itu kamu, tahu. Yang salah kamu, kenapa jadi imbasnya ke aku? Sudah bagus aku mau bantu. Gimana tadi kalau aku nggak bantuin?" jawab Dion.Luna manatap Dion tajam, "bantuin katamu? Sialan, kamu sungguh buat aku pengen muntah, Dion. Gimana bisa dengan nggak tahu malunya kamu bilang bantuin aku? Apa kamu lagi mimpi di siang bolong?" sahut Luna kesal."Dasar nggak tahu terima kasih. Tahu gitu aku nggak sudi ikut ke ruangan kemanan tadi. Kedepannya urus saja semuanya sendiri. Jangan libatkan aku lagi," kata Dion."Memang semuanya a