Kali ini, kita akan membahas sedikit tentang satu mahluk yang bisa dibilang salah satu urban legend di Indonesia, yaitu tuyul.
Ini sekadar berbagi cerita aja, silakan diambil hikmahnya kalo ada.Kayaknya sudah enggak ada yang enggak tau tuyul, hampir semua orang di Indonesia sudah tahu. Jadi saya enggak perlu lagi menjelaskan apa itu tuyul ya.
Intinya, tuyul adalah mahluk gaib yang bentuknya anak kecil, gundul, kerjaannya mencuri uang, dan sering kali memiliki tuan. Banyak mitos mengenai tuyul, gue enggak tau pasti itu beneran mitos atau malah fakta. Satu yang pasti, pendapat kebanyakan orang akan bilang kalau tuyul ada tuannya, sang tuan inilah yang memelihara si tuyul, si tuan ini juga yang memerintahkan dan menyuruh tuyul untuk mencuri uang. Tujuannya apa? Ya untuk memperkaya diri.~Ciri-ciri orang yang memelihara tuyul bagaimana sih Brii?
Ah, sayq enggak tahu pastinya. Tapi ada beberapa orang yang bilang,Kisah horor ini berlatar pada pertengah tahun 2017, sebuah kisah pengalan pribadi yang mungkin menurut saya ini horor akan tetapi biasa saja pada sebagian orang.Pada saat itu setelah beberapa bulan menganggur karena habis kontrak dari perusahaan yang berada di sebuah kecamatan di kabupaten Bekasi pikiran sedang buntu karena mencari kerja begitu susahnya.Lembar demi lembar amplop surat lamaran terkirim namun tak kunjung jua mendapat balasan dari perusahaan yang diinginkan. Frustasi tentu saja, terlebih biaya hidup di ibukota yang mahal membuat tabungan semakin menipis karena kebutuhan.Aku yang sebagai anak perantau mengalami keadaan seperti ini tentu menyulitkan, yang di pikirkanku hanya terus berusaha mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan. Sampai akhirnya pulang kampung menjadi pilihan opsi terakhir yang sulit namun hanya itu yang harus dilakukan karena tak kunjung mendapat pekerjaan.Saya pun memutuskan pulang ke kampung halaman menaiki mobil di di
Kami pun kembali bekerja dalam suasana was-was dan kengerian yang dirasa. Tak terasa waktu sudah menunjukan jam 4 pagi, kami pun menyudahi pekerjaan dan bersiap untuk pulang.Seharian saya habiskan dengan tidur dan istirahat. Sore menjelang para pekerja lain nampak merasa was-was dengan insiden semalam, mereka yang takut meminta kepada pak Mus untuk mengambil jatah bekerja pada siang hari.Akhirnya pak Mus mengumpulkan kami semua untuk briefing seputar pekerjaan. Briefing dibuka dengan kabar baik dari kondisi Able yang sudah membaik, mungkin hanya beberapa hari lagi Able bisa kembali bekerja.Pak Mus juga tidak memaksakan keinginan kata pekerjanya, maka dibuatlah 2 shift jam kerja untuk kami. Shift siang dan malam dan saya memilih untuk mengambil shift malam karena memang tidak tahan jika terlalu lama terkena panas matahari.Anggota pun dipecah dalam beberapa tim, saya bersama Roni sepakat mengambil shift malam. Setelah lepas jam 9 malam saya bergegas untuk absen
Seperti sepasang mata berwarna merah menyala. Bergerak mendekat seperti sedang berjalan sedirian, terus bergerak sementara objek lain di sekitarnya diam mematung.Mahluk apa itu?Di tengah hutan belantara ini gw sendiran, ketakutan.***Kisah yang akan gw ceritakan ini terjadi di kisaran tahun 2005, gw mengalaminya bersama Rai.Kejadian ini yang sepertinya menjadi titik balik atau apalah istilahnya, karena setelahnya gw jadi mulai menerima keadaan yang sering “bertabrakan” dengan frekuensi dengan “sisi lain”.***Sekitar tahun 2005, kalo gak salah masa liburan di tahun-tahun awal kuliah.Waktu itu berniat untuk mudik ke kampung halaman di Cilegon, dan rencananya di perjalanan pulang nantinya, gw akan mampir ke Bogor untuk menjemput Rai yang kebetulan libur kuliah juga, sekalian mudik bareng.Singkat kata, kami akhirnya sudah di dalam kendaraan menuju pulang. Seperti biasa, gw duduk di belakang kemudi, Rai bertugas
lo tunggu sini ya, gw mau kejar mereka sebelum menghilang.”Itu yang Rai bilang sebelum dia lari mengejar dua obor itu, dua obor yang sepertinya di pengang oleh dua orang.Obor semakin menjauh, Rai terus saja mencoba mengejarnya. Gelapnya malam gak mengurangi tekad Rai untuk terus mengejar, terus berlari.Sementara itu, gw sudah jauh berada dibelakangnya, Rai sudah gak melihat gw lagi, tertutup oleh pekatnya gelap hutan raya.Rai menyusuri jalan aspal yang jadi jalur kendaraan melintas.Hingga beberapa puluh detik kemudian dia berhenti..Kenapa berhenti? Padahal obor-obor itu jaraknya sudah semakin dekat.Ternyata karena Rai melihat kalau obor itu berbelok arah, ke kanan jalan, turun dari jalan aspal berpindah ke jalan setapak, masuk ke dalam hutan.Muncul keraguan di dalam benak Rai, apakah akan terus lanjut mengejar atau kembali ke tempat gw menunggunya.Sementara hutan di hadapannya sangat belantara, gelap pekat dan sun
Desa Windualit , sebuah desa terpencil yang jauh dari sosok hirup pikuk Perkotaan. Pemandangan indah Gunung Merapi selalu setia menemani pagi setiap warga di desa ini. Sama sekali tidak ada yang istimewa di tempat ini, bahkan desa ini masih jauh dari kesan modern. Rumah-rumah di sini masih dibangun dari kayu , bahkan listrikpun baru masuk beberapa tahun yang lalu itupun hanya cukup untuk lampu-lampu rumah.Wajar saja, untuk keluar atau masuk Desa Windualit kami harus melalui jurang sejauh ratusan meter. Kendaraan bermotor hampir mustahil mencapai desa kami. Namun warga desa ini sudah terbiasa memenuhi kebutuhan hidup dari hasil bercocok tanam.Uang? maaf saja benda itu tidak terlalu berharga di sini. Namaku Sekar, hanya perempuan biasa yang masih menumpang hidup dari orang tua. Keseharianku layaknya wanita desa biasa. Memasak , mencuci baju di sungai, menimba air dan kadang membantu di kebun bapak.“Bu, sekar ke kali sebentar nyuci baju ya," pamitku pada ibu.
sambil menyerahkan segelas teh hangat.Aku meminumnya sampai habis, terasa rasa haus yang amat sangat dari tenggorokanku.“Masnya udah pingsan seharian, warga nemuin mas pingsan di hutan kemaren,” jelasnya.Aku menyentuh dahiku yang ditutupi perban, mulai teringat kejadian saat aku terjatuh ke dalam jurang.“Kalau udah bisa berdiri, itu ditunggu pak kades, udah disiapin makanan di sana,” ucapnya sambil menunjuk ke sebuah rumah.Aku mencoba berdiri , mencuci muka dan mencari baju ganti dari ranselku. Sejujurnya, aku cemas dengan keadaan Rama dan Yanto, mereka pasti mencariku selama pingsan.“Permisi," ucapku memasuki sebuah rumah yang tadi ditunjukkan oleh perempuan yang membangunkanku.“Eh...monggo, masnya udah sehat? Sini makan dulu," ucap seorang pria paruh baya menyambutku.Aku menghampiri mereka, dengan ramah sepiring nasi disiapkan dan diberikan kepadaku.“Udah kenalanya nanti dulu,ma
Sayup-sayup terdengar suara gamelan terdengar di antara hutan di sekitar pabrik gula, terlihat seorang wanita muda menari dengan gemulai di tengah-tengah cahaya bulan purnamaTapi, darimana asal suara gamelan itu? Tidak ada satupun tanda-tanda pemain maupun alat musik gamelan di sekitar sini?. Yang anehnya lagi, mereka makhluk halus para penunggu pabrik yang sudah lama tidak menampakan diri, kini berkumpul di sekitar wanita itu.Aneh.. tidak, lebih tepatnya mengerikan!Tarian wanita itu semakin menggila, ia memaksa memutar sendi-sendi tubuhnya ke arah yang tidak wajar. Aku berlari mendekati wanita itu mencoba menahan gerakanya, namun tenaganya terlalu besar..Sesuatu sedang merasuki tubuh wanita ini, sebuah doa dan ayat-ayat suci kubacakan untuk menenangkan wanita itu. Cukup lama, hingga akhirnya wanita itu terbaring lemas dan tak berdaya.Kota Jogja, sebuah kota yang pasti akan sulit dilupakan oleh siapapun yang berkunjung ke tempat ini. Rasa nyaman kota in
Pak… Sekar inget pak," ucap Sekar saat tersadar. Ia segera menoleh ke arah Danan.“Mas… Desa mas, desa kena kutukan.. tiap malam purnama satu persatu warga desa menari masuk hutan, dan paginya ditemukan tewas dengan tubuh yang tidak utuh,” ucap Sekar dengan histeris kepada danan.“Bapak? Pak Sardi? Bagaimana keadaanya?,” tanya Danan.“Bapak tinggal di desa membantu warga yang kesurupan, Sekar disuruh lari keluar desa untuk mencari mas Danan.. katanya mungkin mas Danan bisa bantu,” jawab Sekar.Terlihat Danan mencoba mengingat sesuatu.“Alas mayit… di sana ada sendang banyu ireng dan tempat asal eyang Widarpa… mungkin eyang Widarpa bisa membantu,” ucap Danan.Seolah mengerti maksud Danan Eyang Widarpa berbicara“Tidak, gending alas mayit itu kutukan karena perbuatan dosa, aku tidak bisa menolong apa apa," kami menjadi semakin bingung, Sekar terliihat sedih dan me