Alana memegang pelipisnya yang sedari tadi sangat lelah mengerjakan pekerjaan di kantor yang tak kunjung usai.
Sesekali, di liriknya ponsel, menantikan pesan dari Alan yang tengah berada di apartemen karena tidak enak badan.
Rasa khawatirnya kepada Alan melebihi rasa khawatirnya kepada dirinya sendiri. Terkadang dia berselisih paham dengan pikirannya yang mengharuskannya untuk memikirkan dirinya terlebih dahulu daripada Alan.
Namun dia tetap saja bisa mengalahkan pikirannya itu dan bergegas kembali ke apartemen dengan membawa seluruh pekerjaannya untuk di kerjakan di rumah.
tok... tok... tok...
Alan membuka pintu dengan wajahnya yang terlihat pucat "Al, ini baru jam dua siang, kamu kenapa cepet banget balik dari kantor?" Alan terkejut melihat Alana di depan pintu yang membawa beberapa berkas dan paper bag.
"Kamu gapapa? Udah makan? Udah minum obat?" Alana tak menjawab pertanyaan Alan dan malah berbalik menanyakan keadaan Alan sembari masuk ke dalam apartemen.
"Aku gapapa. Ini aku mau pesen makanan."
"Gak usah pesen. Aku udah bawain kamu sup dan buah-buahan tuh. Habisin, ya!" Alana menunjuk ke arah paper bag yang diletakkannya di meja ruang tamu.
"Iyaaa. Kamu belum jawab pertanyaan aku loh. Kamu kenapa balik kantor secepet ini?"
Alana tidak ingin Alan tahu bahwa dia izin dari kantornya demi menjaga Alan. Jika Alan tahu, dia akan marah besar kepada Alana "Aku udah free sih sampe sore. Kerjaan aku udah beres jadi aku izin pulang."
"Kamu gak main sama temen kamu?"
"Temen aku masih ada kerjaan yang harus di kerjain. Udah gih makan dulu." Ucap Alana mengalihkan pembicaraan sembari menyiapkan makanan di meja makan beserta dengan obat-obatan Alan.
Setelah menyantap makanan, Alan terlihat masih ingin membaringkan tubuhnya dan bergegas menuju ke kamar.
Saat Alan ingin ke kamar, Alan melihat Alana di kamarnya yang sedang memfokuskan pandangannya ke layar laptop.
Alan pun menghampiri Alana untuk memastikan keadaan wanita itu "Hei, kamu ngapain?"
"Oh, Hei! Hmm-- lagi ngirim e-mail ke calon karyawan aja, nih." Ucap Alana yang masih fokus pada layar laptopnya tanpa memandang Alan sedikit pun.
"Aku boleh tidur disini? Atau ngeganggu?"
Alana menatap Alan sembari membuka kacamatanya dan memberikan senyum kepada pria itu "Boleh. Aku juga udah kelar, kok. Yaudah tidur gih biar cepet sembuh."
Alan membaringkan dirinya di samping Alana. Pandangannya tak pernah lepas sedikit pun kepada Alana yang tampaknya sedang sibuk menyelesaikan pekerjaannya.
Sesekali, Alan tertangkap basah memandangi Alana. Alana hanya tersenyum mendapati Alan memandanginya. Alana pun langsung mengelus kepala Alan sembari mengerjakan pekerjaannya.
Saat pekerjaan Alana sudah selesai, dia bergegas menutup laptopnya, membaringkan dirinya di samping Alan, memeluk pria itu, dan menenggelamkan kepalanya di dada Alana.
Alana menyentuh kening Alan untuk memastikan kondisi pria itu "Alan, kita ke dokter yuk. Badan kamu makin panas."
"Nggak, Bentar lagi juga udah sembuh. Aku udah minum obat dan udah di peluk sama kamu pasti bakalan sembuh. Aku cuma butuh tidur aja."
"Ya udah. Tapi kalo sampe sore badan kamu masih hangat kita ke dokter, ya!"
"Iyaaa, Al." Alan kembali menenggelamkan kepalanya ke dada Alana. Dia tampak nyaman sekali berada di pelukan Alana sampai dia tertidur. Beberapa menit kemudian diikuti oleh Alana.
***
Alana terbangun dari tidur dan mendapati Alan yang masih tertidur pulas di pelukannya. Dia ingin bangun dari ranjang dan melepaskan pelukan Alan dengan perlahan "Kamu mau kemana, Al?" Tanya Alan yang tampaknya terbangun namun masih memejamkan matanya.
"Aku mau ke toilet." Ucap Alana sembari mengusap dan mencium kening Alan "Kamu tidur lagi yaaa."
"Iya, jangan lama-lama." Alana tersenyum melihat tingkah Alan yang ternyata sangat manja ketika sakit. Setelah Alana beranjak bangun, dia memasak makanan untuk Alan dan mengerjakan sedikit pekerjaan yang belum di selesaikannya tadi.
Alana terdiam di kursinya dengan laptop yang berada di mejanya. Sesekali dia menoleh ke kamar dan mengamati Alan.
Beberapa menit kemudian…
"Hei…" Tiba-tiba Alan menghampiri Alana dan menyapa wanita itu
Alana pun menoleh ke hadapan Alan "Hei! Udah enakan?"
"Belum." Alan menunjukkan ekspresi wajah yang murung
"Mukanya jangan sedih begitu." Alana menangkup wajah Alan dan menyentuh keningnya "Tapi kayanya udah gak panas lagi deh."
"Tapi masih belum sembuh." Ucap Alan memastikan.
"Kita ke dokter, ya?" Ajak Alana.
"Nggak. Katanya kalo lagi demam gini gak usah ke dokter. Ada alternatif pengobatan lain dan bisa langsung sembuh."
"Oh ya? Apa emang?" Alana menatap mata Alan dengan wajah seriusnya
Alan langsung memeluk dan menerkam Alana dengan buas. Dia menggigit dan mencium bibir Alana sampai Alana susah bernapas "Obatnya kita harus…" Ucap Alan dengan memberikan kode dan senyuman yang menggoda
"Astaga dasar lelaki!" Alana tersenyum melihat tingkah Alan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku bercanda, Al. Aku udah sembuh, kok." Jawab Alan sembari mencium kening Alana.
Tepat pukul delapan malam, Alana selesai mengerjakan pekerjaannya yang sempat tertunda. Suasana sendu dan sejuknya malam tampak terlihat dari balkon apartemen mereka. Alana melihat view apartemen di balkonnya sembari memegang secangkir kopi.
Alan mendatanginya dan memeluk Alana dari belakang "Kamu lagi apa sih di luar. Mau hujan loh. Masuk yuk."
"Gapapa. Lagi mau cari angin. Habis aku bosen."
"Hmm-- Nonton serial gimana?"
"Bosen juga." Ucap Alana menghela napas.
"Main ludo atau catur?"
"Boleh. Yang kalah hukumannya minta nomer telepon orang yang ada di basement parkiran sama minta nomer satpam apartemen. Gimana?" Tawar Alana.
"Boleh. Siapa takut." Permainan ludo dan catur adalah salah satu kebiasaan yang dilakukan oleh Alan dan Alana selain menonton serial tv. Dengan sifat jahil Alana, dia tidak segan-segan memberikan hukuman yang memalukan tanpa memandang status Alan sebagai seorang manager
Ya, Alana memang masih kekanak-kanakan dan masih belum bisa meninggalkan kebiasaannya yang sering dia lakukan ketika tengah menjadi mahasiswi dulu.
Alan dan Alana pun akhirnya memutuskan untuk bermain ludo.
"Yes!!!! Aku menang. Kamu gak akan bisa kalahin aku main ludo." Ucap Alana membanggakan diri "Sekarang kita ke parkiran dan kamu harus minta nomer orang yang ada di parkiran."
Alan selalu saja memenuhi keinginan Alana dan walaupun konyol, tetap saja dia menurutinya. Saat di parkiran, ada salah satu wanita yang keluar dari mobil dan berjalan ke arah mereka berdua. Sontak Alana langsung meminta Alan untuk meminta nomor wanita asing itu.
Alan pun dengan terpaksa berjalan menghampiri wanita tersebut dan meminta nomornya.
Plak!! Wanita itu malah menampar Alan dan Alana membelalakkan matanya ketika melihat Alan di tampar dari jauh.
"Kamu pikir saya wanita murahan apa? Yang bisa dengan mudahnya ngasi nomor ke orang yang gak di kenal? Tampang berwibawa tapi kelakuan norak!" Teriak wanita itu dan langsung bergegas meninggalkan Alan dengan wajah kesal.
Alana pun langsung menghampiri Alan yang masih mematung dengan ekspresi wajahnya yang sangat malu sekali "Alan, aku minta maaf. Sakit ya di tampar?" Alana mengusap pipi Alan dengan wajahnya yang ketakutan.
Alan memegang tangan Alana yang berada di pipinya dan memberikan senyum kepada Alana "Udah lupain aja. Hari ini terakhir ya kayak gini. Besok aku gak mau lagi hukumannya kaya gini. Mending cium dinding deh kaya kemaren." Ucap Alan sambil tertawa kecil
Alana pun menyandarkan dirinya ke dada Alan "Haaa, aku pikir kamu bakal marah. Yaudah kali ini terakhir deh. Anggap aja tadi kamu di tampar sama cewe itu hukumannya."
"Iya. Sekarang kita lanjut main catur ya." Ucap Alan.
Mereka berdua kembali ke apartemennya yang berada di lantai lima belas. Tak lupa Alana membeli es kopi susu kesukaannya yang berada di gedung apartemennya sebelum memutuskan untuk kembali ke apartemen mereka.
Saat mereka bermain. Alana berhasil di kalahkan oleh Alan. Memang, Alana tidak pernah berhasil mengalahkan Alan dalam permainan catur ini. "Kamu kalah nih. Sekarang giliran kamu minta nomer orang yang ada di parkiran ya." Ucap Alan lembut dan masih saja setiap perkataan yang di keluarkannya selalu dengan gaya yang sangat berwibawa.
"Lah, kok minta nomer? Tadi katanya terakhir hukumannya kaya begitu. Aku cium dinding aja."
"Jangan curang dan jangan memanipulasi kata-kata deh kamu. Aku bilangnya hari ini terakhir, bukan tadi yang terakhir."
"I-iya sih." Ucap Alana kikuk. Alana salah orang untuk mengelabui seorang Alan yang jelas lebih cerdas darinya.
"Yaudah yuk kita turun!" Ucap Alan bersemangat.
Saat mereka turun, Alan meminta Alana untuk meminta nomor pria yang sedang asik memegang ponselnya di dekat mobil. Alana pun mendekatinya. Namun tidak di sangka, pria itu adalah Bagas.
Sontak langkah Alana terhenti dan bertanya-tanya apa yang sedang di lakukan Bagas di sini. Seingat Alana, Bagas tidak memiliki saudara maupun teman yang tinggal di apartemen itu.
Alan menghampiri Alana dan menyadarkannya dari lamunan "Kamu kenapa?"
"Bisa ganti orang aja, gak?"
"Lah emang dia kenapa?"
"Dia Bagas." Ucap Alana datar
Alan merapikan rambut Alana yang terlihat wajahnya tampak berubah setelah melihat Bagas "Kita balik aja, yuk. Gak usah ganti orang. Sebagai gantinya kita balik ke apartemen naik tangga darurat."
"Ih nggak ---"
Alan pun memotong pembicaraan Alana yang pastinya pernyataan tidak setuju dari wanita itu untuk naik tangga darurat menuju lantai lima belas "Hitung-hitung olahraga. Ayuk!!!" Alan menarik tangan Alana dan meninggalkan Bagas yang terlihat sangat serius dengan ponselnya. Alana tampak tidak memperdulikan Bagas lagi karena hatinya sudah sepenuhnya diberikan oleh Alan.
***
Cahaya mentari pagi sudah menampakkan wujudnya di balik jendela kamar Alana yang membuatnya terbangun. Sementara Alan sudah tidak ada di ranjangnya.
Alana bergegas bangun dan mencari di seluruh ruangan apartemennya namun Alan tidak berada disana. Alana mencari ponselnya dan berencana untuk menelpon Alan.
(WazzApp Notification)
"Al, aku lagi di groceries nih. Beli perlengakapan apartemen. Tadi aku mau ajak kamu tapi kayanya kamu tidurnya nyenyak banget. I'll be there soon."
Alana senang melihat perlakuan Alan seperti ini. Dari hari ke hari Alana semakin sayang kepada Alan. Alana merasa bahwa dia harus bertanya kepada Alan dan memutuskan untuk bertanya akan hubungan dia dengan Alan yang kelihatannya sudah semakin serius.
Alana sudah menunggunya dengan sabar selama ini. Bagaimana pun juga, Alana berpikir bahwa dia selalu ada di samping Alan hingga segala masalahnya usai.
Dari cara Alana menatap Alan saat dia tertidur di pelukan Alana membuatnya merasa bahwa dia telah di anggap sebagai rumah oleh Alan.
Enam tahun kemudian..."Aileen... Banguuuun." Alana membangunkan Aileen, anak pertamanya, dengan memakai daster dan roll di rambutnya.Alana kemudian bergegas menghampiri Alan yang masih tertidur pulas di kamar "Sayang, bangun.""Sebentar sayang." Ucap Alan dengan matanya yang masih tertutup. Alan pun seketika meraih Alana dan menenggelamkannya di tubuhnya yang kekar."Iiihh jangan di peluk. Nanti rambut aku rusak." Ucap Alana kesal."Oh gitu?" Tatap Alan sinis"Ng-gak." Alana tahu sekali jika dia mengomentari Alan, Alan akan membuatnya tambah kesal"Tadi ngomong apa sayang? Ngomong apa?""Ih jangan kaya gitu. Rambut aku udah di catok." Ucap Alana murung dan memanyunkan bibirnyaAlan meraih bibir bawahnya dan melumatkannya dengan pelan "Udah jangan cemberut." Alan pun mengacak rambut Alana dan membuat rambutnya menjadi berantakan"Maaasssss!! Kan aku udah bilang jangan di rusakin rambutnya." Ucapnya
Dua pasangan yang awalnya berbagi luka pada akhirnya bersatu kembali. Alana tak pernah menyangka pertemuannya dengan Alan di aplikasi kencanonlinewaktu itu ternyata malah membawa mereka sampai ke jenjang pernikahan. Apa pun yang di lakukan Alana, tak peduli dia merubah penampilannya, pendidikan dan bahkan kehidupannya sekali pun. Kenangan yang dia ciptakan bersama Alan selalu menemaninya kemana pun dia pergi. Begitu juga dengan Alan. Tak peduli dua tahun Alana meninggalkannya dan pernah membencinya, dia tak akan pernah menyerah memperjuangkan cintanya bersama Alana, wanita yang dia butuhkan. Hari ini, mereka sedang menikmati momenhoneymoondi Bali. Ya, keluarga Alan dan Alana sudah mempersiapkanhoneymoonsejak mereka menggelarkan acara pernikahan. Orangtua mereka memesanprivate villadi daerah Badung dengan fasilitas yang sangat mewah. Masing-masingprivate villa&nb
Aldo terlihat menghampiri Alana di dapur saat Alana tengah sibuknya memotong beberapa sayur-sayuran seorang diri. “Cieee… Ada yang mau honeymoon nih bentar lagi.” Ucap Aldo kepada Alana memberikan candaan sembari mengambil satu buah apel yang berada di hadapan adiknya itu. “Iya dong! Iri ya?” Sindir Alana saat dia tengah asik memotong sayur-sayuran. “SORRY! NO TIME FOR LOVE!” Ucap Aldo sombong “Ouchh!!!” “Mas Aldo… Aku mau nanya deh. Boleh?” “Hahahahahaha. Baru juga nikah udah berubah aja nih adek gue. Ya kalo mau nanya mah nanya aja. Biasanya juga kamu gak minta izin dulu.” Ucap Aldo keheranan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. “I-i-iya, sih.” Ucap Alana kikuk “Aku mau nanya hubungan Mas Aldo sama Mbak Paula sih.” Jawab Alana sembari menggigit bibir bawahnya. Seakan merasa tidak enak bertanya akan hal ini. “Hmm--- Aku cuma bingung aja. Kalian kan pacaran udah lama banget, Mas. Bahkan se
Acara pernikahan di gelar di salah satu hotel yang berada di Jakarta. Alana memakai gaun berwarna cream dan Alan pun memakai Jas dan celana dengan warna yang sesuai dengan dress Alana.Pernikahan yang digelar oleh Alan dan Alana benar-benar terlihat mewah.Semua sudut ruangan di beri dekorasi yang benar-benar memadu padankan barang-barang mewah namun terkesan elegan.Semua rekan kerja Alan maupun Alana tampak menghadiri acara pernikahan mereka seperti Ezra, Farhan, Lita dan Sanjaya."Alanaaaa!!" Teriak Tasya yang ikut menghadiri pernikahan Alan dan Alana dengan seorang bayi yang sedang berada digendongannya dan juga suami Tasya yang berada di sampingnya."Hei, Sya. Thanks ya udah dateng." Ucap Alana sembari memeluk Tasya"Tasya, Alana." Lily pun terlihat menghampiri mereka di tempat pelaminan."Wah darimana aja lo? Suami lo mana?" Tanya Tasya ke Lily"Suami gue gak bisa dateng, dia keluar negeri urusin bis
Satu bulan kemudian… Beberapa minggu lagi Alan dan Alana akan sah menjadi sepasang suami istri dimata hukum, negara, dan agama. Ya, Farhan sudah memberikan tahu pihak keluarga Alan dan Alana bahwa Alan sudah mulai bisa menghadapi kejadian trauma dan mengontrol pikiran-pikirannya ketika kejadian trauma itu kembali lagi dalam kehidupannya. Artinya pria itu sudah dinyatakan pulih oleh Farhan. Dengan hasilnya yang dinyatakan pulih, Alan pun bergegas untuk mempersiapkan pernikahannya dengan Alana seperti yang sudah di janjikan sebelumnya. Saat ini pun mereka tengah sibuk mempersiapkan acara pernikahan dimulai dari design baju pengantin, diskusi bersama wedding organizer, bimbingan pranikah bersama Farhan, serta foto pre-wedding untuk mengabadikan momen indah Alan dan Alana. “Alan… Kalau dress model ini bagus, gak?” Tanya Alana yang tengah memakai gaun berwarna cream untuk pesta pernikahannya. Ya, saat ini
Tok… tok… tok… Alana terbangun saat mendengar pintu apartemennya diketuk dari luar. Seketika dia pun berjalan dengan melas untuk membuka pintu dengan matanya yang masih menyipit. Cklek! Seketika Alana melihat bouquet bunga bertuliskan ‘Selamat datang di Jakarta, calon istriku yang cantik’ di depan pintu dengan Alan yang memegangnya. “Loh… udah kelar meeting-nya?” Tanya Alana dengan masih menyipitkan mata, kemudian dia pun kembali masuk ke dalam apartemen di ikuti oleh Alan dari belakang. “Sayang, ini udah jam tujuh malam.” “Ha? Serius?” Seketika Alana menoleh dan membelalakkan matanya kepada Alan. Alan pun hanya mengangguk sembari meletakkan bouqet bunga-nya di atas meja. “Wah tadi nyampe jam setengah dua siang langsung tidur gak bangun-bangun sampe sekarang.” Gumam Alana yang tengah membaringkan dirinya di atas sofa. Seketika Alana pun terduduk dan memegang perutnya “Sayang aku belu