Share

Bab 5.B

Suasana alun-alun kota nampak ramai, banyak pedagang kaki lima berjejer rapi dengan aneka ragam jajanan yang menggiurkan. Tak lupa aku pun mengabadikan kebersamaan kami dalam bentuk vidio singkat dan photo, lalu kuunggah semuanya ke story W******p, dan lima menit kemudian terlihat Sonia melihat semua photo dan vidio kemesraan kami bertiga, hihi ia pasti tengah terbakar api cemburu, semoga saja di rumah tak terjadi kebakaran.

Derrrrrt! Derrrrrt! 

Ponsel Bang Surya terus berdering, itu pasti panggilan dari Sonia tapi, bukan Sarah namanya kalau tidak membalas kecurangan dengan licik, kurampas paksa ponsel Bang Surya lalu merijek panggilan Sonia dan mematikan ponselnya.

"E-eh kenapa diambil, Dek?itu telpon dari siapa?" Ia terlihat khawatir.

"Dari nomor ga dikenal, paling orang iseng. Udahlah kita lagi bersama jadi nikmati kebersamaan ini tanpa ada gangguan dari orang lain," jawabku tegas, terlihat ia menghela nafas. Ada raut gelisah dari wajahnya.

Ketika menghadapi pelakor tak harus selalu menggunakan emosi juga 'kan. Membuat dia merasa sangat jengkel dan marah itu yang lebih memuaskan hati tanpa harus mengotori tangan sendiri.

Tak terasa waktu berputar dengan cepat.

Waktu tengah menunjukan pukul sebelas malam, kami semua sudah berada di mobil dalam perjalanan pulang, nampak Carla tertidur karena kelelahan. Kami sampai melupakan bubur ayam pesanan Sonia yang sudah dingin, sejak tadi aku terus mengalihkan perhatian Bang Surya agar melupakan Sonia dan pesanannya. Aku tak membayangkan sekacau apa ia sejak tadi menunggu kepulangan Bang Surya.

Sampai dirumah dan mobil telah terparkir di garasi, Bang Surya menggendong Carla menuju kamar, tak lupa aku mengekor di belakangnya, lalu mengajak Bang Surya untuk masuk kamar, kemudian mengunci pintu dan kuncinya aku sembunyikan agar ia tak keluar kamar dan berduaan lagi seperti malam kemarin.

"Dek, aku ga enak lho sama Sonia, dari tadi dia pasti menunggu kita," ucap Bang Surya cemas.

Sudah pasti dia menunggu, lihat saja besok pasti kekasih gelapmu itu akan marah, Bang

"Sudahlah ga usah dipikirin, dia pasti udah tidur jam segini. Kamu kok cemas gitu sih," jawabku dengan tatapan menyelidik. 

"Terus ponsel Abang mana?" 

"Ponsel Abang mati, udahlah mendingan tidur aja, udah malem begini malah main handphone," jawabku datar. kemudian Bang Surya membalikkan badan membelakangiku. 

*

Pagi berkunjung, tapi Sonia tak menampakkan batang hidungnya di hadapanku, ah biarlah pasti ia sedang merajuk. Aku harus tetap megawasinya jangan sampai lengah sehingga mereka bisa berduaan diam-diam di belakangku. Aku bukannya naif, tapi hanya ingin bermain-main saja sebentar, setelah puas akan aku hempaskan mereka berdua jauh-jauh dari hidupku. Semoga kalian akan menyesal sampai mati.

Matahari mulai terik tapi Sonia tak kunjung keluar dari kamarnya karena letak kamarnya dekat dengan ruang keluarga makanya aku bisa memperhatikan dengan leluasa sambil menonton televisi. Bang Surya nampak gelisah dan mondar mandir ga jelas sejak tadi.

Kuketuk pintu kamar Sonia, tak lama ia pun membuka pintu, kedua matanya terlihat sembab seperti habis menangis, mungkin ia patah hati karena kekasih gelapnya melupakannya semalaman, hihi. Perempuan sejahat dia bisa menangis juga rupanya.

"Kamu jangan dikamar aja, yuk belajar beres-beres. Inget kamu itu perempuan jangan males," ucapku tegas, ia merenggut, bola matanya bergulir menatap Bang Surya yang berdiri agak jauh di belakangku.

"iya!" Ia berkata seraya beranjak masuk kembali ke kamarnya.

"Eh kok masuk lagi, ayok beresin kamar Kakak dulu," sahutku, wajahnya nampak semakin merenggut.

Karena aku memaksanya dengan perkataan yang cukup pedas, ahirnya ia pun menurut.

"Dek, Sonia itu lagi sakit kok malah disuruh bekerja, jahat banget kamu sama adik sendiri," ucap Bang Surya keberatan.

Berani dia membelanya di hadapanku. Aku jadi jahat begini ya karena kalian juga.

"Ya ampun cuma sakit begitu doang, ga usah manja lah jadi perempuan," jawabku tegas.

"Sonia itu lagi sakit dia harus istirahat, nanti saja lah kalau dia sembuh baru diajarinnya," ucapnya lagi kali ini intonasi suaranya sedikit meninggi.

Tak kuhiraukan ucapannya, gegas aku menggandeng tangan Sonia menuju kamar. 

"Tuh kamu sapu kamar ini dengan bersih ya, nyapunya dari sebelah sana dulu!" 

Aku menyuruhnya bagaikan seoarang nyonya dan ia babunya. Walaupun cemberut tapi ia nurut juga.

Sonia mulai menyapu dari sudut kamar dengan ogah-ogahan. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat bungkus bekas viagra yang sengaja aku letakkan di lantai, perlahan Sonia memungut bungkus viagra yang sudah tak berisi itu.

"apa itu Sonia?" tanyaku pura-pura tak tahu.

"Oh itu bekas bungkus viagra, kalau kamu ga tau itu bungkus obat k*at, semalam Bang Surya yang memakainya, huh dia memang teledor melemparkan sampah begitu saja. Sudahlah kamu masih gadis tak baik liat beginian!" 

Aku merebut kembali bungkus viagra itu dari tangannya, nampak ia termenung dan ada sedikit buliran bening dimatanya. Rasain pasti dia cemburu, siapa suruh jadi duri dalam rumah tanggaku.

Sengaja aku meninggalkannya di kamar menuju dapur, tak lama ia pun keluar dari kamarku setengah berlari dan dengan cekatan Bang Surya mencekal tangan Sonia sambil celingukan, langkahnya pun terhenti, Sonia nampak menangis dan berusaha melepaskan cengkraman tangan Bang Surya.

"Lepaas!" ia menjerit, kemudian aku menghampiri mereka sambil membawa segelas air, hanya formalitas.

"Sonia ... kamu kenapa nangis? ... kamu juga, Bang, ngapain pegang-pegang tangan Sonia?" 

Bang Surya gelagapan seraya melepaskan cengkraman tangannya, ia bingung di sisi lain kekasih gelapnya sedang merajuk dan di sisi lain istri sahnya terus mengintrogasinya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status