"Bang!" Ia terperanjat mendengar gertakanku.
"Eem i-iya, tadi dia lari sambil nangis ga tau kenapa makanya abang cekal tangannya, maksud Abang mau tanya dia kenapa nangis gitu lho," jawabnya sedikit gelagapan.Pecundang banget kamu, Bang. Berani berselingkuh di belakangku tapi tak berani untuk mengakuinya, apa mungkin ia belum siap hidup miskin kembali? jika tanpa aku Bang Surya masih jadi karyawan biasa seperti tempo hari, dia hanya beruntung saja menikah denganku bisa berubah jadi bos secara tiba-tiba. Bukan hanya hidupnya saja yang enak tapi kehidupan keluarganya pun terjamin karena uangku. "Sonia, kamu 'kan lagi beres-beres kok ditinggalin gitu aja sih kerjaannya," ucapku dengan ketus.Sonia tak menanggapi ia berlari menuju kamarnya dengan derai air mata.Dibantingnya pintu kamar dengan keras, Bang Surya nampak kebingungan, mungkin kalau aku tak ada disini ia pasti sudah membujuk dan merayu kekasih gelapnya itu dengan mesra.
"Lihat, Dek, Sonia marah gara-gara kamu suruh beres-beres, udah tau dia lagi sakit. Ga punya hati nurani ya kamu!""Kok kamu jadi marah-marah, Bang?! Mau aku suruh beres-beres atau suruh apaan kek bukan urusan kamu lah, dia itu adikku." Aku balik menatapnya dengan tajam. Nampak amarahnya semakin memuncak, silahkan saja dia memarahiku habis-habisan aku tak peduli siapa tau aja dia ngomong keceplosan."Setidaknya kamu punya hati nurani lah, Dek, masa sama adik sendiri begitu," jawabnya memelas, kirain mau memarahiku habis-habisan."Emangnya kenapa sih abang selalu bela-belain Sonia? ada hubungan apa abang sama dia, hah?" tanyaku dengan tatapan menyelidik. Dalam hati aku berbisik, 'Ayolah, Bang, katakan saja'. "Ya, Abang kasihan aja sama dia, Abang punya hati nurani ga kaya kamu," jawabnya ketus seraya membantingkan tubuh ke sofa lalu menyenderkan kepalanya.Rupanya ia belum siap mengakui hubungan gelapnya, baiklah akan aku tunggu kamu untuk berkata jujur, tapi penantianku tak akan dibuat sia-sia begitu saja. Aku pastikan semakin kamu mengulur waktu semakin renggang pula hubungan kalian. Kalian saja bisa menghancurkan hatiku hingga berkeping-keping, lalu kenapa aku tak bisa."Yasudah nanti kalau Sonia keluar suruh dia lanjutin pekerjaannya, aku mau ke minimarket dulu," kataku, nampak ada kelegaan di wajahnya. Mungkin Bang Surya fikir aku akan ke Supermarket beneran, padahal aku berbelok ke samping rumah menuju jendela kamar Sonia, aku ingin lihat reaksi Bang Surya seperti apa untuk membuat Sonia tak marah lagi.Kutajamkan pendengaran didekat jendela kamar yang terbuka tapi tertutup gorden. Nampak Bang Surya mengetuk pintu lalu Sonia bergegas membukakan."Sayang, kenapa nangis?" suara Bang Surya terdengar jelas oleh telingaku.Rupanya sejauh itu hubungannya hingga berani memanggil Sonia dengan sebutan 'sayang'. Aku kira selama ini hanya aku lah satu-satunya wanita yang ia panggil dengan sebutan spesial itu."Ngaku! Semalam kamu melakukan itu 'kan dengan kak Sarah sampai-sampai lupa tak menemuiku!" Itu suara Sonia.Benar dugaanku ternyata, ia menunggu Bang Surya semalaman sampai nangis-nangis."Abang minta maaf, pintunya dikunci sama Sarah jadi a ga bisa keluar. Abang ga ngelakuin apapun Sonia," lirih Bang Surya tapi masih samar aku dengar.Amarahku mulai meluap. Keterlaluan kalian!"Abang harus secepatnya berkata jujur sama kak Sarah. Abang mau kehilangan aku lagi?" Sonia berkata dengan gaya manjanya.Lagi-lagi Sonia mengatakan itu, apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka."Engga, kasih Abang waktu. Abang ga mau jika kita nanti hidup bersama dalam keadaan susah, Abang lagi nyari sertifikat rumah ini, nanti akan Abang jual untuk bekal hidup kita ke depannya, dan abang juga lagi ngincar uang tabungan masa depannya Carla. Setelah berhasil mendapatkan semuanya baru Abang bisa berkata jujur" kata Bang Surya. Dan aku sangat yakin tidak salah dengar."Kamu 'kan yang pegang perusahaan, ambil saja uang dari sana, apa susahnya," timpal Sonia kembaliTerus aku menajamkan pendengaranku."Abang ga bisa ambil uang sembarangan disana, entah kenapa sekarang Sarah yang memegang keuangan perusahaan walapun Abang yang jadi pimpinannya, semoga dia ga curiga saat ini, dan kamu tau uang tabungan masa depan Carla itu sangat banyak. Abang sudah sembunyikan buku tabungannya dengan aman dibawah kasur, Sarah pasti tak akan curiga, tinggal satu lagi sertifikat rumah ini yang entah dimana, kamu sabar dulu makanya!"Licik juga kamu rupanya Surya, lihat saja aku tak akan biarkan kamu mendapatkan apapun dariku, jika kalian ingin pergi maka tak ada satu pun yang ia bawa dari rumah ini.Sampai kapan pun kamu tak akan menemukan sertifikat rumah ini, dan tabungan Carla kamu juga tak akan mendapatkannya sepeser pun."Yaudah aku sabar tapi, kamu jangan mesra-mesraan sama Sarah donk, aku tuh ga suka, sakit hati tau," timpal Sonia merengek.Pelakor licik macam dia ternyata bisa sakit hati juga ya, jika saja Sonia tahu bahwa hatiku jauh lebih sakit, aku lah yang selama ini membiayai hidupnya. Dan berkat uangku juga Bang Surya beserta keluarganya menjadi terjamin. Lalu seperti inikah balasan dari kalian berdua untukku? kalau begitu akan aku manfaatkan kelemahanmu untuk membuatmu semakin terluka Sonia. "Iya-iya abang ga akan mesra-mesraan lagi, sini peluk," kata Bang Surya yang sangat menghujam hatiku.Aku harus kuat, aku harus tegar jika tidak diri sendiri yang menguatkan lalu siapa lagi. "Iih geli," ucap Sonia sambil terkikih."Aku mau jalan-jalan sekarang berduaan sama kamu, usahain donk biar kita bisa pergi berdua," rengek Sonia dengan manja.Haha ga akan aku biarkan kalia bersenang-senang j*alang!."Hemmm ... bisa diatur," sahut Bang SuryaAku geram, entah ada dorongan dari mana rasanya ingin sekali melabrak mereka saat ini juga, saat tanganku ingin menyibak gorden, tiba-tiba ada bola yang menggelinding didekat kakiku, kemudian Carla menghampiri, cepat-cepat aku membawanya pergi, jangan sampai suara kami terdengar oleh dua manusia du*jana itu, bisa-bisa buku tabungan Carla yang di bawah kasur itu disembunyikan lagi oleh Bang Surya. Aku juga tak ingin jika Carla melihat masalah yang menerpa orang tuanya, ia masih terlalu kecil tak baik untuk kejiwaannya. Permainan ini belum berakhir aku ingin ia keluar dari rumahku dalam keadaan miskin kembali."Carla, ajakin papa belanja-belanja yuk, Mama bosen di rumah, mumpung papa lagi libur," ucapku seraya menggandeng tangan mungilnya.Jelas saja Carla akan kegirangan jika diajak jalan-jalan, dia mah diajak ke minimarket juga udah seneng."Tuh itu papa sama tante Sonia," ucapku seraya menunjuk papanya. Ia pun berlari menghampiri."Papa, sekarang 'kan Papa libur, kita jalan-jalan yuk, Carla mau belanja banyak buat perlengkapan masuk sekolah," rengek Carla dengan gaya manjanya, Sonia nampak merenggut sambil melirik kearah Bang Surya.Kamu tak mungkin menang melawan anakku, pelakor!"Papaaa ... aayoook," Carla merengek sambil mengayunkan tangan papanya.Bang Surya terdiam mungkin sedang menimbang-nimbang. Kemudian aku menghampiri."Udahlah turutin aja, masa kamu tega sama Carla. Mama juga sekalian ikut mau belanja baju kebaya dan lingerie, kamu pasti bosen 'kan lihat aku pake lingerie yang itu-itu aja," sahutku seraya bergelayut manja di lengan Bang Surya, disaksikan oleh Sonia. Rasain hatinya pasti terbakar api. hihi.Sonia makin merenggut, ia menatap Bang Surya dengan tajam. "Sonia, kamu juga ikut, sekalian kalau kamu mau belanja, silahkan mau beli apa aja terserah, nanti kakak yang bayarin. Kakak kan banyak duit," ucapku kembali. Tak masalah aku dibilang sombong, emang kenyataannya kok kalau aku banyak uang."Iya, tante Sonia ikut aja, ya Pa? ... papaaaa!" Carla kembali merengek dengan manjanya."I-iya, Sayang, kebetulan Papa juga mau pergi rencananya," jawab Bang Surya seraya menganggukan pelan kepalanya sambil melirik Sonia.Expresi tak suka yang terpancar dari wajah Sonia. mulutnya cemberut menatap tajam kekasih gelapnya.
Huhh, akhirnya istri sah menang melawan pelakor. Gagal sudah rencana mereka hari ini untuk berduaan. Hihi.
Lihat saja, aku akan terus mengganggu dan menggagalkan rencana mereka, hingga mereka bisa berkata jujur.
Aku dan Daniel berpandangan lalu tersenyum haru."Benarkah, Dok, kalau istri saya hamil?" Daniel takjub tak percaya."Benar, Pak, tuh kantung janinnya sudah kelihatan, usianya baru lima minggu," ucap Dokter Ratih.Aku dan Daniel mengucap hamdalah sebagai bentuk rasa syukur, setelah enam bulan menanti akhirnya janin itu hadir di rahimku, membawa kebahagiaan baru.Apalagi Carla, sudah sejak lama ia merindukan seorang adik,tak kubayangkan bagaimana reaksinya jika ia mengetahui jika adik kecil yang didambakan akan hadir dalam waktu beberapa bulan ke depan.*"Sayang, terima kasih ya, sudah menghadirkan malaikat kecil untukku," ucapnya bahagia, kali ini aku sedang di dalam mobil menuju perjalanan pulang."Iya, sama-sama Alhamdulillah ya, Mas, akhirnya Allah mengabulkan doa kita.""Iya, Sayang, oh ya kita ke rumah kamu dulu yuk, keluarga besar kamu harus tahu tentang kabar gembira ini," ucap Daniel antusias.Mobil pun berbelok menuju rumahku yang sekarang di tempati oleh keluarga besarku.T
Enam bulan berlalu, mahligai rumah tanggaku berjalan sempurna, kami bahagia walau belum kunjung memiliki buah hati.Ada Carla yang selalu menemani rasa sepi di relung hati suamiku, ia amat menyayangi anak tirinya bagaikan anak kandung, putriku juga merasa nyaman seolah Daniel adalah ayah kandungnya."Aku mau berangkat ya, Sayang, kamu ke kantor ga?" tanya Daniel duduk di tepi ranjang sedangkan aku masih terbaring di atas pembaringan karena sakit kepala yang berdenyut."Engga kayanya, aku pusing banget ini.""Ya sudah istirahat di rumah saja ya, 'kan di kantor ada Shanaz masa udah enam bulan belum faham juga."Ia begitu pengertian padaku, walau terkadang seluruh waktuku di habiskan di kantor menemani Kak Shanaz dan membimbingnya memimpin perusahaan.Semenjak perceraiannya dengan Kak Hadi, entah mengapa ia selalu menutup diri terhadap laki-laki, padahal di luar sana masih banyak yang mengantri meminangnya termasuk Izwan--pria yang pernah melabuhkan cintanya padaku--"Pusing kenapa emang
"Kok aku sih, menyentuhmu saja aku tak pernah, sudah jelas-jelas Joe yang sudah menyentuhmu, walaupun satu kali ya bisa saja langsung jadi, jangan ngaco kamu ya, sekarang cepat pergi dari sini." Nampaknya suamiku mulai meradang, jangankan Daniel akupun sama jengahnya menyaksikan sikap Safira yang tak bijak."Ayo kita pulang." Joe menarik paksa tangan Safira, beberapa kali wanita itu meronta, tapi tetap tak dihiraukannya.Setelah kepergian mereka Daniel nampak bernapas lega, ia menatapku dengan tersenyum."Terbukti 'kan, Sayang, kalau aku ini buka ayah dari bayi yang dikandung Safira," ungkapnya meyakinkanku."Iya aku percaya, tapi kok kamu bisa kenal Joe." pertanyaan ini yang begitu mengganjal sejak tadi.Ia terkikik. "Joe itu temenku, Sayang," jawabnya dengan santai."Jadii ... waktu itu Safira selingkuh sama temen kamu," jawabku lalu terkekeh, karena merasa lucu sekaligus kasihan.Ia nampak menghela napas pelan. "Ya gitu, coba kamu bayangkan Safira yang waktu itu masih kekasihku be
"Terus apa hubungannya dengan suamiku?" dengan mulut bergetar aku menanyakan hal itu."Ini anaknya Daniel, dia harus tanggung jawab," jawab Safira dengan isak tangis.Entah itu tangis sungguhan atau hanya kepura-puraan."Enak aja, aku tuh ga pernah menyentuhmu, jangan ngaku-ngaku ya," sanggah Daniel tak menerima.Aku diam membisu merasakan hati yang sakit bagai di tusuk pisau belati, mereka saling bersitegang saling mempertahankan argumennya."Tapi malam itu, apa kamu sudah lupa, Daniel," ucap Safira, yang membuat hatiku semakin sakit."Malam itu aku ga ingat apapun, Safira, mana mungkin bisa men**aulimu." Daniel masih bersikeras enggan mengakui benih yang tumbuh di rahim Safira.Sesak rasanya dada ini, baru saja kemarin kami berbahagia lalu sekarang, kebahagiaan itu harus terkoyak oleh seseorang yang pernah mengisi masa lalunya."Sayang, percaya sama aku, anak ini bukan benihku." Daniel menyentuh pergelangan tanganku, dan mencoba meraihnya. Namun, secepat kilat kutepis.Aku tak tahu
"Gini saja, pokoknya untuk sementara kalian di sini sampe Sonia sembuh, gimana? lagian aku sih ga masalah kalau tinggal di sini, justru bagus rumah ini ada yang nempatin.""Iya, Rah, Kakak setuju usul kamu kita di rumah ini sampe Sonia sembuh, oh ya soal tawaran kerja di kantor kamu Kakak menyanggupi," ujar Kak Shanaz yang membuatku merasa lega.Akhirnya perusahaanku berada di tangan yang tepat."Alhamdulillah, terima kasih ya, Kak, sudah mau bantu jangan khawatir nanti sesekali aku akan ke kantor kok bantu kakak," jawabku."Iya, pokoknya kita kelola usaha kamu bareng-bareng."Keputusan telah di tetapkan, dan semua barang telah terkemas rapi, Daniel dan Bapak membantu menaikkan barang-barangku ke dalam bagasi, setelah kami berpamitan akhirnya mobil Daniel membawaku dan Carla menuju rumahnya."Hati-hati ya, Kak," ucap Sonia dengan raut wajah kecewa.Entahlah apakah prasangka buruk ini benar atau salah, jika Sonia merasa kecewa karena berjauhan dengan suamiku, semoga saja ini hanya seke
"Sayang, Mas bantuin Sonia tadi jatoh dari kursi roda," ujar Daniel meyakinkan.Aku mengucapkan istighfar dalam hati, mata ini terpejam beberapa saat, lalu mencerna setiap prasangka buruk ini, tak seharusnya aku bersikap berlebihan."Sayang." Sapaan Daniel membuyarkan lamunan."I-iya, emang Sonia kenapa? kok bisa jatuh?" entahlah, logikaku sulit mencerna alasannya.Mengapa bisa jatuh? tak dapat dipungkiri hati ini memanas melihat mereka."Katanya mau ambil makanan di atas bupet itu, Sayang, dia berusaha berdiri terus jatoh," jawab Daniel dengan tenang, aku menelisik wajahnya memang tak nampak raut kebohongan.Mataku bergulir menatap Sonia ia nampak biasa saja tanpa menunjukkan rasa bersalah, apa mungkin aku saja yang terlalu berlebihan karena takut kejadian masa lampau aka terulang kembali?.Oh Tuhan, tolong yakinkan hati ini jika pernikahan kami akan baik-baik saja, kuharap rumah tangga kami takkan diuji oleh hadirnya orang ketiga, karena aku takkan sanggup bersabar ataupun bertahan.