INICIAR SESIÓNmau nyoba nyapa para pembaca. kali aja ada yang nyaut biar ora suudzon dikira pembaca ghoib alias bot. btw buat yang punya saran entah segi penulisan atau narasi atau apapun, boleh banget komen. anggep aja biar nih lapak ora sepi kayak hatinya penulis.
ia menyentuh tuts tersebut dengan sedikit ragu sebelum akhirnya ia menghela nafasnya kembali dan membulatkan tekad. piano itu kini mulai berbunyi seperti nada yang selalu kudengar beberapa waktu yang lalu. nada yang diawali dengan dua nada sederhana kini berpadu bersamaan dengan suasana senja yang terasa begitu hangat dan juga magis. dan kini, nada itu mulai masuk menuju bait lirik pertama."Cinta itu berjalan - jalan ditaman" "Itulah yang saya rasakan pada awalnya, cantik sampai hari gelap" Claire menyanyikan dengan nada yang lebih melankolis dan terdengar lembut mirip seperti malaikat yang tengah bernyanyi. aku hanya bisa melipat kedua tanganku menatapnya bangga dari kejauhan bahwa jiwanya telah sepenuhnya menyatu dengan nada piano yang ia mainkan. "Cinta itu berjalan - jalan ditaman" "Sampai kamu digigit anjing, aku tidak pernah tau kamu bisa menggonggong" Tempo nada yang sama yang awalnya terdengar seperti melompat dan juga singkat kini mulai terdengar melankolis dan juga
Claire sempat melirik kearahku sebelum tubuhnya kini berbalik arah dan melahap sup itu sembari bersembunyi dariku. tentu aku tidak Masalah dengan sikapnya yang seperti ini. Tentu itu menunjukan bahwa claire mulai membaik. aku tersenyum tipis sambil menyesap teh chamomile yang terasa begitu menenangkan meski hanya mencium aromanya sekalipun. Pandanganku kini terarah pada jam saku didalam genggamanku. tersisa 30 pulih menit untuk membawanya pergi ke pusat kota. tentu aku tidak bisa berlama - lama di kamar ini karna ada kejutan yang sudah kusiapkan untuknya. Tak Kutaruh cangkir itu keatas meja dan mulai memberanikan diri membuka suara "nona Claire" meski claire masih belum sepenuhnya menoleh kearahku, aku tau bahwa diam - diam ia melirikku sesekali. aku tersenyum simpul "Bagaimana? apa rasanya begitu lezat?" "Pasti nona begitu lapar yaa? apalagi nona tidak makan seharian kemarin" tubuhnya masih enggan untuk berbalik. aku menghela nafasku sambil memperbaiki posisi dudukku
aku berjalan menuju pintu utama hanya untuk menemukan Rei yang tengah berjalan mondar - mandiri di ruang tamu sambil menggigit kuku jarinya merasa cemas hingga suara pintu terbuka "tuan Harrie?" panggilnya yang langsung bergegas menghampiriku dengan raut wajah yang pucat. yang bisa kutebak, bahwa Claire masih belum bersedia untuk membuka pintu kamarnya hingga sore ini. "Nona.. nona.. masih belum mau membuka pintunya" Rei kini berbicara dengan nada bergetar "s-saya t-takut, ada yang terjadi dengan nona" kuhela nafasku sambil berusaha menenangkan Rei yang dibuat kalut dengan pemikiran yang semakin liar seiring ia berusaha memikirkan kemungkinan yang terjadi. "Tenanglah Rei. nona akan baik - baik saja" "t-tapi- "Percayalah. biar saya yang urus nona setelah ini" meski wajah Rei masih terlihat pucat, setidaknya nafasnya mulai teratur dan nada bicaranya mulai terdengar lebih jelas dan tenang. "Omong - omong bagaimana persiapannya? jangan bilang padaku kalau kalian membatalkann
pria itu menghela nafasnya sambil menyodorkan celemek berwarna cream dengan bekas tepung dan juga bubuk coklat yang masih menempel disana "Layani para pelanggan didepan. dan segera ambil jika pesanan yang mereka inginkan tersedia di meja makanan" "Dan kamu Ellie, tetaplah disini dan jangan kemana - mana oke?" Gadis kecil itu mengangguk pelan bersamaan dengan suara pelanggan yang kembali mulai ricuh. pria itu menyuruhku untuk segera pergi ke depan sedangkan ia akan bersiap menyiapkan pesanan roti yang stoknya mulai menipis dan harus memanggang yang baru. aku berjalan keluar dari dapur hanya untuk mendapati banyaknya pelanggan yang mulai merasa jenuh karna berdiri terlalu lama tanpa dilayani sedikitpun. dengan helaan nafas panjang aku mulai berjalan maju dan melayani para pelanggan satu persatu. Kakiku bergerak cepat kesana kemari melayani serta menyiapkan setiap pesanan pelanggan dengan tangan amatir yang mulai terlatih. suara ricuh kian menipis digantikan senyuman dari para
Pria itu ikut tersenyum bersamaan dengan madam Aria yang kini telah kembali dari ruang penyimpanan dan berjalan menuju meja seraya menyodorkan pesanannya "ingat, dua kali sehari saja. Kalau seminggu masih tidak ada perubahan, datanglah kesini lagi dengan putrimu" Pria itu mengangguk paham dan sempat pamit undur diri padaku sebelum akhirnya ia berbalik badan dan berjalan menuju pintu. Meninggalkan suara lonceng yang berbunyi begitu pintu keluar telah tertutup kembali. Kembali tersisa diriku dan juga madam Aria yang kini menatap kearahku dengan lekat. "jadi, apa yang saya bisa bantu?" tanyanya dengan nada ramah. aku sendiri menghela nafasku terlebih dahulu sebelum menjelaskan rencana yang telah kusiapkan "jadi, saya ingin meminta madam Aria untuk membantu saya, mengumpulkan warga desa disekitar sini untuk sukarela menonton penampilan nona Claire di tengah pusat kota di sore hari nanti" "saya ingin, nona Claire bisa tetap tampil meski, festival musim gugur telah dibatalkan. saya
aku berjalan seorang diri melewati hutan yang biasa aku lewati ketika hendak pergi kepusat kota. meninggalkan suasana sunyi dan perasaan sepi disetiap langkah yang kupijak. Apa karna aku mulai terbiasa akan kehadirannya? atau memang ini hanya perasaan sepintas karna pertama kalinya berjalan kaki melewati hutan ini seorang diri. Suaranya yang berisik entah mengapa membuatku rindu akan sosok cerianya yang sampai saat ini belum menunjukan tanda bahwa ia akan membuka pintu kamarnya. Terkadang, sesekali aku melewati lorong hanya untuk memastikan bahwa ia baik - baik saja. suasana suram didalam kamarnya bahkan bisa terasa meski aku hanya berdiri diambang pintu. Berharap kejutan ini akan berhasil mengembalikan keceriannya kembali. Omong - omong soal kejutan, aku tidak sadar, bahwa aku sudah berjalan cukup jauh melewati hutan. suasana pepohonan tak berdaun itu kini mulai jarang terlihat digantikan oleh perumahan warga desa, yang semakin jauh aku berjalan, semakin banyak juga rumah warga







