Share

KEPUTUSAN YANG BULAT

YUMNA POV

Setelah dari kantor, aku langsung pulang ke rumah. Aku akan membicarakan perihal keinginanku untuk kembali bekerja di kantor kepada Mbok Marni. Beliau sudah aku anggap sebagai Ibuku sendiri dan aku harus menceritakan masalah ini kepada beliau.

Aurora sudah tertidur di kamarnya, beberapa bulan terakhir aku mengajarkan dia untuk tidur sendirian supaya dia lebih mandiri dan tidak bergantung kepadaku. Mbok Marni sudah ada di ruang keluarga.

"Mbok, sebenarnya saya tadi ke kantor saya yang lama. Seperti yang mbok tahu, pendapatan di toko bunga milik saya turun drastis dan saya memecat beberapa karyawan. Singkatnya Saya ingin kembali ke kantor untuk bekerja seperti 3 tahun yang lalu. Maaf saya memberikan informal kepada mbok secara mendadak," ujarku.

"Mbak mau kerja lagi?" Mbok Marni bertanya dan mendapatkan anggukan dari diriku.

"Mbak, kalau menurut mbak itu keputusan yang terbaik. Maka mbok pasti mendukungnya, sewaktu mbak bekerja. Nanti biar Aurora ada di rumah saya saja."

"Apa nggak ngerepotin, mbok?" tanyaku tak enak hati.

"Tentu saja tidak mbak, malahan mbok senang kalau Aurora ada di rumah mbok. Jadi mbok nggak kesepian lagi. Semoga saja keputusan Mbak yang ini adalah keputusan yang tepat. Mbok cuma bisa doain, mbok nggak bisa bantu apa-apa."

Aku tersenyum. "Iya mbok, doa dari mbok itu udah cukup untuk saya."

Aku merasa bersyukur karena orang-orang terdekatku mau mensupport apa yang aku lakukan. Karena aku tidak bisa mengandalkan pendapatan dari toko bunga saja, sebenarnya aku tidak ingin kembali ke kantor itu apalagi sampai bertemu dengan bosku.

Tetapi aku tidak tahu pekerjaan apa yang harus aku jalani selain kembali ke kantor itu. Apalagi dulu sebelum mengandung Aurora, Aku adalah sekretaris yang sangat diandalkan pada masanya. Yang namanya kehidupan itu tidak ada yang tahu. Bahkan dulu Aku mengatakan tidak ingin kembali ke perusahaan itu tapi ternyata aku menelan ludahku sendiri.

Nyatanya aku kembali ke perusahaan itu dan bahkan bekerja lagi. Farez, aku masih memiliki trauma tersendiri dengan dia. Kejadian 3 tahun yang lalu yang membuat kehidupanku berubah 360°. Bahkan rahasia itu masih diriku simpan dengan rapat.

3 tahun lalu, tepatnya pada malam hari aku menemani Farez menghadiri acara rekan kerjanya yang bertempat di sebuah ballroom hotel bintang 5. Rata-rata yang ada di sini adalah pimpinan perusahaan dan juga asistennya. Karena aku sekretaris dari Farez, jadi harus aku yang menemani bos ku itu.

Seperti pesta pada umumnya, terdapat minuman beralkohol berbagai jenis. Dengan setia aku berada di samping bosku, tak jarang aku ikut nimbrung dengan beberapa percakapan yang terjadi pada malam ini. Percakapannya tidak jauh-jauh dari seputar hal bisnis. Sebenarnya ini beberapa kali aku menemani Farez meeting. Jadi aku sudah terbiasa pulang larut malam seorang diri.

"Linora Company sudah masuk ke dunia entertainment, rupanya mereka mau mencoba keberuntungan di Entertainment. Saya sendiri Salib dengan pemimpin Linora, padahal beberapa bulan lalu sahamnya menurun drastis tetapi dapat dipulihkan secara cepat."

"Memikat investor asing untuk menanamkan modalnya, dan juga semakin banyak investor investor yang mulai mempercayakan dananya bisa dikelola oleh Linora Company."

"Pak, jangan minum terlalu banyak. Ini sudah hampir jam 12 malam," ujarku kepada Farez. Karena aku melihat bosku itu mulai tidak fokus dengan situasi sekitar karena dia sehabis minum beberapa gelas.

"Tidak, Yumna. Saya tidak akan mabuk hanya dengan minum beberapa gelas ini," sahut Farez.

Aku memutar bola mata malas mendengar jawaban dari bosku itu. "Yaudah, kalau bapak ngeyel. Pokoknya kalau mabuk saya nggak mau tanggung jawab, nanti sebelum jam satu saya mau pulang deh. Biarin bapak digotong sama satpam kalau mabuk," sahutku.

Hari sudah semakin larut, aku makan beberapa hidangan yang tersaji. Pemilik acara juga sudah turun dari panggung dan menyuruh para tamu undangan untuk menikmati acara ini sepuas mereka. Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku, ternyata sudah pukul 1 dini hari. Padahal rencananya aku akan pulang sebelum jam 12 malam.

Aku melirik bosku yang masih asik bercengkrama dengan orang-orang yang ada di sini. Aku sendiri tidak tahu kapan mereka akan mengakhiri pesta ini, beberapa kali aku memberikan kode kepada Farez bahwa aku sudah mengantuk. Tetapi laki-laki itu tetap saja tak acuh dan malah melanjutkan ngobrolnya.

Aku memang sedekat itu dengan bosku, kan aku bekerja dengan dia sudah 1 tahun lebih. Setiap ada acara seperti ini aku yang wajib menemani bos ku. Tetapi jika malam harinya menemani pesta jadi keesokan harinya aku bisa datang ke kantor lebih lambat dari biasanya karena mendapatkan kompensasi.

"Ah, rupanya saya harus kembali sekarang. Sekretaris saya sudah capek katanya." Farez mengatakan itu sembari menaik turunkan alisnya.

"Baiklah Pak Farez, bagaimana jika kita minum satu gelas saja untuk mengakhiri pertemuan ini?"

"Baiklah, 1 gelas untuk mengakhiri pesta pada malam hari ini."

Mereka bersulang, begitu juga dengan aku yang ikut bersulang. Pada akhirnya aku dan Farez meninggalkan tempat ini.

"Yumna, antarkan saya ke kamar. Kepala saya sangat sakit, tadi saya sudah memesan kamar hotel. Ini kamu bawa kartunya dan kamu carikan nomor kamar saya."

Aku langsung menatap ke arah bosku itu. "Loh pak, kan tadi saya sudah bilang kalau saya mau pulang. Bapak ke kamar aja sendiri, ini udah jam 1 malam pak. Kalau pulang nanti-nanti saya takut nggak berani," jawab ku.

"Udahlah, kamu temani saya saja. Kamu tega membiarkan saya naik ke lantai atas sendirian? Saya tadi terlalu banyak minum dan kepala saya sangat pusing sekarang."

"Yaudah deh," jawab ku.

Akhirnya aku mengantarkan bos ku itu ke kamar sembari memapahnya, dikarenakan dia terlihat sempoyongan dalam berjalan. Sejujurnya aku kasihan dengan bosku itu, tetapi di sisi lain aku sangat kesal karena harus mengantarkan dia ke kamar mana kamarnya ada di lantai paling atas.

Sesampainya di sana aku langsung membuka pintu kamar hotel. Aku membantu Farez berbaring di atas kasur, tetapi tanpa kuduga dia mulai melepaskan seluruh pakaiannya dan bertindak seperti orang kepanasan. Dia menarik tanganku hingga aku terjatuh di atas tubuhnya.

Aku berusaha untuk melepaskan tubuhku dari tubuh dia, tapi mengapa rasanya begitu sulit? Bahkan dia mulai melepaskan seluruh pakaian yang melekat di tubuhku. Aku berteriak sekencang-kencangnya, aku merasa dia melecehkan ku. Tidak ada kata lain dipikiranku selain aku harus kabur dari tempat ini.

"Pak Farez, tolong anda jangan gila. Lepaskan saya! Apa yang ingin Bapak lakukan kepada saya?!"

"Saya menginginkan tubuh mu, Yumna! Menurutlah! Jangan memberontak!" Farez membentak ku.

"Tidak pak, tolong jangan melakukan hal gila seperti itu."

Aku berusaha untuk menahan bajuku yang akan ditarik oleh Farez, malam itu juga kesucianku di renggut oleh bosku sendiri. Aku tidak tahu apa yang membuat dia seperti ini. Dia menikmati tubuhku seolah-olah dia menikmati tubuh istrinya sendiri.

Sementara aku? Aku sangat tertekan dan aku hanya bisa menangis karena tenagaku tidak sebanding dengan tenaga Farez untuk membebaskan diri. Andai saja aku tahu kejadian ini akan terjadi. Tidak mungkin aku mau mengantarkan bosku itu ke kamarnya.

Aku tidak menyangka memiliki atasan sebejat ini, detik ini juga aku menjadi wanita yang penuh dengan dosa. Ketika kesetiaanku tidak bisa diriku pertahankan untuk calon suamiku nanti.

YUMNA POV END

AUTHOR POV

Sementara di suatu tempat yang dipenuhi oleh beberapa layar komputer yang menampilkan kegiatan Farez dan Yumna. Dia adalah seorang pria bertopeng yang duduk di kursi kekuasaannya dan melihat ke arah layar itu. Dia tersenyum melihat pemandangan yang seharusnya tidak dia lihat.

"Kau akan hancur di tangan ku, Farez. Banyak orang mengatakan bahwa dirimu adalah manusia yang sangat pintar. Tetapi ternyata faktanya tidak, obat perangsang yang ada diminuman itu tidak kau sadari keberadaannya. Yumna, maafkan aku. Aku tidak bermaksud melakukan ini kepadamu tapi dendamku kepada Farez harus segera dilaksanakan."

Dia mendengarkan jeritan dari Yumna yang meminta Farez untuk melepaskan dia. Bahkan jeritan dari Yumna menggema di ruangan ini. Dia yang telah memberikan obat perangsang diminuman yang diminum oleh Farez hingga kejadian seperti ini terjadi.

"Blokir semua akses cctv di dalam pesta itu, jangan sampai rencana saya ketahuan oleh siapapun!"

"Baik, pak."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status