Share

8

"Tolong jaga Jovian."

"Baik Mrs. Helena, kami akan menjaga anak-anak." 

Hari ini Jovian dan teman-temannya berangkat ke Korea Selatan menaiki burung besi, dulu Jovian sering naik pesawat dengan Mama dan Papa untuk pergi berlibur, tetapi saat ini dapat naik pesawat gratis saja sudah sangat bersyukur. Inginnya Jovian mengajak Mama tetapi karena teman-temannya tidak ditemani oleh orang tua dan ibunya harus bekerja membuat Jovian mengurungkan niatnya pun.

"Jovian jangan nakal disana oke?" Ucap Helena pada Jovian

Jovian mengangguk," Iya Ma!"

Jovian dan yang lainnya pun berjalan menuju pesawat, meninggalkan para orang tua murid yang ber dadah ria, Jovian melihat Mama nya tersenyum senang namun itu tak membuat Jovian lega. Jovian tahu jika Mama nya sangat mengkhawatirkannya dan mungkin Mama khawatir jika Jongin bertemu Papa yang meninggalkan Mama.

Saat di pintu masuk pesawat Jovian menoleh dan melambaikan tangannya pada Helena yang terus menatap punggung mungil putranya, Helena tersenyum di kejauhan dan melambaikan tangannya balik. Punggung putranya semakin tak terlihat saat sudah memasuki pesawat, Helena berjanji akan bekerja keras agar Jovian-nya bisa pergi bermain seperti dulu, bukannya setiap pulang sekolah putranya selalu mengantar beras dari pintu ke pintu.

Pesawat yang ditumpangi Jovian pun perlahan bergerak meluncur ke atas, meninggalkan Helena dengan segala kegundahannya.

"Semoga kau baik-baik saja."

Setelah beberapa jam di udara, Jovian dan teman-temannya mendarat di bandara Korea Selatan. Teman-temannya sekarang merengek karena baru pertamakali menaiki pesawat beda dengan Jovian yang terlihat santai.

Baixian yang biasanya tidak bisa diam pun saat ini hanya bisa diam, perutnya bergejolak ingin mengeluarkan sesuatu tetapi tidak bisa. Ace yang tidur karena ini adalah pengalaman pertamanya naik pesawat dan Lucas yang mencoba untuk senyum dan terlihat baik-baik di hadapan Jovian di saat dia ingin sekali menangis dan merengek pada ibunya yang jauh di Rusia.

"Jovian tidak mual?" Tanya Erika.

"Tidak, aku baik-baik saja Mrs." Jawabnya membuat Erika tersenyum mengerti, Jovian dulu sering menaiki pesawat terbang saat masih di Korea atau lebih tepatnya saat masih bersama ayahnya.

"Pintar." Ucap Erika sambil mengusap kepala Jovian.

______

Setelah acara pusing dan mual teman-temannya di perjalanan hingga di hotel, sekarang Jovin, Lucas, Baixian, dan Ace terlihat lebih segar karena sudah mandi. Mr. Albert, Mrs. Erika dan Abigail pun sudah merasa jika saat ini mereka menjadi baby sitter dari anak-anak nakal namun menggemaskan.

Jovian terlentang di ranjang bersama Ace, Ace memang anak yang pendiam bertolak belakang dengan Baixian yang tidak bisa diam. Lucas? Jovian rasa anak laki-laki asal German itu murah senyum karena setiap dia melirik Lucas sudah dipastikan Lucas sedang tersenyum lebar kearahnya.

"Jovian tadi tidak pusing, hebat!" Ucap Ace tiba-tiba membuat Jovian tersenyum.

"Jika kau sudah terbiasa maka pusingnya tidak akan terasa." Jelas Jovian dan Ace mengangguk dengan bibir mungilnya terbuka lucu.

"Jovian sering naik pesawat ya?" Tanya Ace tiba-tiba.

"Iya, dulu hehe." Jawab Jovian sambil terkekeh canggung.

"Aku juga nanti akan mengajak Mama dan Ayah untuk naik pesawat jika punya banyak uang!" Ucap Ace sambil tersenyum membayangkan jika dirinya dan keluarganya menaiki pesawat nanti.

Ternyata Jovian tidak se diam yang Jovian kira, dan Jovian tahu satu hal tentang Ace yaitu bocah bermata owl itu penuh dengan rasa penasaran.

"Anak-anak, sekarang sudah larut malam segera tidur besok kita akan berangkat ke tempat perlombaan." Ucao Erika memperingatkan dan anak-anak pun segera ke tempat tidur masing-masing. Mereka tidak mau di marahi oleh Mrs. Erika ditengah malam.

Jovian tersenyum dan memejamkan matanya berdoa agar Mama nya baik-baik saja, "Selamat tidur Mama, sayang Mama."

 Juga papa….

Satu hal yang Jovian ketahui tentang perasaannya yaitu dia masih menyangi ayah nya yang membuangnya.

__________

Sudah Jovian bilang, Baixian si bocah bermata puppy itu manusia tidak bisa diam. Seperti saat ini Jovian dan Baixian tersesat di sekolah besar tempat perlombaannya. Saat datang ke sekolah ini Baixian terus merengek pada Jovian ingin pipis namun tidak tahu letak toilet nya dimana. Namun Mrs. Erika dan Mrs. Abigail tidak ada! Bahkan Mr. Albert juga menghilang begitu saya setelah memerintahkan mereka untuk duduk diam di kursi tunggu.

"Jovian bagaimana ini...." Ringis Baixian.

Jovian mencoba mengingat-ingat kembali jalan yang sebelumnya dia lalui, namun nihil! Jovian tidak mengenal tempat ini, ini terasa asing!

"Baixian pipis saja di sana." Ucap Jovian merasa kasihan melihat Baekhyun dengan wajah memerah dan terus memegangi bagian depannya.

Jovian tahu rasanya menahan buang air kecil, itu tidak menyenangkan bergerak sedikit saja sudah ingin keluar rasanya. Baixian yang sudah tak tahan lagi pun segera membuka celana depannya dengan tergesa dan buang air kecil di pohon dekat taman. Mereka hanyalah bocah sekolah dasar yang tersesat saat ingin buang air kecil.

"Sudah!" Ucap Baixian dan segera menggandeng jemari mungil Jovian.

"Ayo!"

Saat ingin segera berlari, ada beberapa orang yang sepertinya memanggil mereka.

"Hei bocah! Kalian sedang apa di tempat ini?" Ucap salah satu dari mereka.

Baixian si bocah ber mata puppy yang merasa jika dirinya pipis sembarangan pun panik bukan main, bagaimana jika dirinya dan Jovian di pukul disini? Baixian tidak mau! Jovian pun yang sebenarnya takut pun hanya diam sambil memaksakan tersenyum. Lidahnya kelu, dia tidak bisa mengucapkan apa-apa. Bibirnya tiba-tiba tidak bisa di gerakkan!!!

"A-aku aku..." Cicit Jovian tidak berani menatap wajah-wajah mereka yang menurutnya menyeramkan, mereka sangat besar dan tinggi tidak seperti Jovian dan Baixian yang pendek. Jovian tidak tahu sebenarnya disini dia yang terlalu mungil atau mereka yang terlalu besar.

"Kau tidak bisa berbicara?!" Suara bentakan itu membuat kedua bocah sekolah dasar itu terperanjat kaget.

Jovian berkaca-kaca saat mendengar bentakan keras itu, kepalanya berdenyut keras dan memori lama saat ayahnya membentak bahkan memukul wajah ibunya terus terdengar di otaknya bagai kaset rusak yang memutar.

Tanpa sadar jemarinya menggenggam erat jemari Baixian yang juga menahan tangis karena takut.

"Ampun! Jangan pukul aku!" Pekiknya sambil menunduk dan memegangi wajahnya seperti memberi perlindungan.

"Jangan! Jovian tidak nakal lagi janji!" Racauan Jovian semakin membuat Baixian takut, mengapa temannya seperti ini? Ada apa dengan Jovian?

Anak-anak SMP yang tadi pun menatap aneh pada Jovian yang terlihat histeris ketakutan, mereka kan hanya bertanya. Baixian yang sudah takut pun semakin takut membuat dirinya tersiak memanggil ibunya, Baixian ingin pulang! Anak-anak SMP menyeramkan! Mereka tinggi-tinggi dan besar-besar! 

"Ibu.. aku mau pulang!!" Akhirnya Baixian pun ikut menangis keras seperti Jovian.

"Hei! Mereka kenapa? Evan! Kau membentaknya, tanggung jawab!" Ucap anak laki-laki bertelinga lebar yang melotot panik.

"Kenapa jadi aku?" tanya pemuda bernama Evan sambil melotot tak terima, dia kan hanya bertanya pada dua bocah sekolah dasar asing itu.

Namun tiba-tiba salah satu dari mereka memeluk tubuh mungil Jovian dengan erat dan mengusap pucuk kepala Baixian yang terisak. Anak-anak SMP yang melihat itupun menganga tak percaya, si manusia es batu itu peduli pada bocah yang bahkan belum bisa mengancingkan kancing celananya sendiri?

Jovian yang merasa nyaman dengan pelukan itu pun semakin terisak dan memegangi punggung lebar itu seakan mengatakan jangan kemana-mana dan jangan meninggalkannya.

"Matthew, bawa bocah yang satunya!" 

"A-ah? Baik Sean." 

Dengan kikuk pria bertelinga lebar itu segera menggendong tubuh mungil bocah bermata puppy.

Sean menggendong tubuh mungil Jovian dan menepuk-nepuk punggung mungil itu, mengatakan jika temannya itu tidak bermaksud untuk membentaknya. Itu memang gaya bicara Evan si tukang nge gas.

"Sepertinya kau harus kursus untuk berbicara lebih lembut lagi bung." Ucap Alan sambil menepuk pundak Evan yang masih menganga tak percaya.

"Kau mengatakan jika aku kasar?" Tanya Evan.

"Jika kau merasa maka iya, buktinya mereka saja histeris saat di sapa oleh mu." Ucap Jefrey sambil tertawa terbahak-bahak dengan yang lainnya.

"Persetan dengan itu! Aku masih tidak percaya dengan apa yang manusia es itu lakukan!" Ucap Evan membuat yang lainnya terdiam membenarkan.

Semuanya setuju dengan ucapan Evan, Sean itu tidak akan peduli pada siapapun kecuali yang menurutnya sangat spesial. Bahkan Sean tidak akan bertindak pada yang membencinya kecuali mereka menganggu kenyamanan dirinya, dan sekarang? Dia menggendong bocah sekolah dasar dan menenangkannya seperti seorang ayah muda saja, pemandangan yang sangat langka menurut mereka.

"Apa itu adiknya? Tapi apa Sean memiliki adik? Bukankah dia anak tunggal?" Tanya Jefrey beruntun.

"Bukan, bocah-bocah itu kan dari Rusia dan Sean anak tunggal." Jelas Alan.

Sean menggendong Jovian yang sudah berhenti menangis, Sean sangat ingin mengecup seluruh wajah menggemaskan adiknya namun dia tak memiliki keberanian. Dan Matthew yang sedang kerepotan karena bocah bernama Baixian, entahlah mereka seperti memiliki dendam.

"Hei bocah! Singkirkan tangan mu!" Pekik Matthew namun tak digubris oleh Baixian.

Jovian yang terus mendengar suara rusuh itu pun mendongak dan menemukan wajah tegas yang membuat Jovian semakin ingin menangis, mirip Papa!

Sean yang merasa dirinya diperhatikan pun menunduk dan menemukan wajah menggemaskan itu menatapnya dengan berkaca-kaca. Sean semakin memeluk tubuh mungil itu dengan erat tak lupa tangannya mengelus dan menepuk punggung mungil Jovian. 

"Maafkan teman ku oke? Dia tidak berniat memarahi mu." Ucap Sean menenangkan Jovian.

"Seram." Cicit Jovian dan Sean terkekeh geli mendengar jawaban adiknya, ah apa Jovian tahu jika dirinya ini adalah kakaknya? Sean menggeleng pelan menyingkirkan pikiran itu, dia tidak berhak karena dia lah yang membuat keluarga Jovian berantakan.

"Memang seperti itu, tapi jangan takut dia sebenarnya baik." 

"Sean! Aku ingin menggendong bocah manis itu saja! Aku tidak mau menggendong nya dia sadis!" Gerutu Matthew membuat Baixian yang sedang menarik rambut pemuda itupun semakin keras.

"Tidak!" Ucap Sean, dia tidak mau tubuh adiknya di sentuh oleh siapapun!

"Argghhh! Bocah sialan!!" Teriak Matthew.

Telinga miliknya yang indah digigit oleh mahkluk kecil yang berada digendongan nya! Dan mahkluk kecil menyebalkan itu hanya menatapnya dengan wajah tanpa dosa membuat Matthew sangat ingin melempar bocah yang ada di gendongannya. 

Anak kecil memang sadis dan menyeramkan!!!


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status